JAKARTA JAVA JAZZ FESTIVAL 2006: LAPORAN HARI KEDUA (Bagian Pertama)
![]() |
Hiromi Uehara yang memiliki penampilan khas, di Java Jazz Festival 2006. Photo: Ajie Wartono © WartaJazz.com |
Memasuki hari kedua penyelenggaraan JJF 2006, para penggemar musik jazz disuguhi dengan berbagai line up yang menarik seperti Michael Lington & Magenta Orchestra feat Jeff Lorber dengan bintang tamu Eric Benet, Shakila & Harvey Malaiholo, Brand New Heavies, Hiromi, Take 6, Saharadja, Bintang Indrianto & Deny Chasmala feat Sujiwo Tejo dan masih banyak lagi. Berikut ini laporan pada hari kedua, bagian pertama dari tiga tulisan.
HIROMI
Ketika sebuah majalah musik jazz terkemuka dari Jepang mengumumkan hasil pemenang pilihan pembacanya di tahun 2005, album karya Hiromi Uehara “Brain” ternyata menjadi “Album Of The Year”. Tidak itu saja, polling kritikus maupun pembaca yang diselenggarakan oleh majalah Downbeat pun memasukkan namanya ke dalam daftar Rising Stars dalam kategori piano. Maka tentunya sangat beruntung bagi pengunjung JJF 2006 ini untuk dapat menyaksikan secara langsung kemampuannya bermain piano yang memukau banyak orang tersebut.
Sesuai dengan usianya, 27 tahun, semangat dan gaya permainannya pun dapat dikatakan sangat energik. Komposisi ‘XYZ’ langsung mengagetkan para penonton yang sudah memenuhi ruang Tebs Jazz Hall. Banyak teknik piano yang dilempar keluar melalui ekspresinya yang menggebu-gebu namun cukup dinamis untuk memuaskan penonton. Cluster (gumpalan nada) yang menghasilkan dissonance dengan menggunakan punggung tangan untuk memukul keyboard piano atau dalam beberapa bar tampil lebih lirikal. Barangkali istilah stop and go atau hit and run cocok untuk menggambarkannya. Disusul dengan ‘Spywork’ yang awalnya terkesan menjadi musik new age a la George Winston namun kemudian lambat laun menjadi lebih ganas lagi. Beberapa komposisi menarik lain yang ditampilkan adalah ‘Return Of World Kung Fu Champion’ yang dipersembahkannya kepada pemain silat legendaris Bruce Lee dan Jacky Chen. Dalam komposisi yang sedikit nge-funk ini, Hiromi juga menggunakan keyboardnya.
Dalam kesempatan kali ini Hiromi tampil dibantu oleh Tony Grey (bass) dan Martin Valihora (drum). Sampai akhir pertunjukannya, sepertinya para penonton cukup lelah untuk mendengarkan gaya permainannya yang “rocking the piano” tersebut meskipun juga memuaskan. Barangkali kalau diperhatikan, dia menggunakan tekanan pada tiap nadanya dengan penuh kekuatan dan keras sehingga terasa kurang dinamis warna tonenya. Tapi itu juga termasuk trend apa yang dilakukan oleh beberapa kelompok anak muda yang bermain format trio (piano, bass dan drum) seperti The Bad Plus atau Jason Moran.
![]() |
Zarro dan kawan-kawan, di Java Jazz Festival 2006. Photo: Agus Setiawan B © WartaJazz.com |
ZARRO
Penampilan Zarro di JavaJazz kali ini memberikan dua fakta. Pertama adalah Zarro sebagai solis yang dari ekspresi bermusiknya lahir Kaili Jazz, sebagai padanan latin jazz dengan menggunakan bahasa Khaili [Palu], bahasa ibu Zarro. Sosok Zarro sisi ini dapat diperdengarkan ulang di rilis album yang berjudul ‘Ananta’. Kedua, tidak secara kebetulan, Zarro adalah vokalis, pencipta, aranjer sebagian lagu-lagu grup Clorophyl, yang mana sebagian besar personel grup itu; Bagus [piano & keyboard], Mardi [synth], Kiko [bass], Timur [drum] tampil sebagai player di band pendukung Zarro bendera pertama. Ketika keduanya digabungkan, maka musik yang diperdengarkan adalah musik Clorophyl dengan bahasa Khaili. Sehingga untuk sementara waktu harus meyimpan dulu harapan menyimak kombinasi instrumen konvesional dengan tradisi [La Love misalnya] yang mungkin digunakan dalam crossover latin jazz dan musik tradisi Palu.
Kerinduan pada kampung halaman menjadi sentral tema lagu pembuka yang berjudul ‘Voce…Voce’. Perkusionis Kenzi membagun intro lagu pada suasana riang. Nuansa bossas menjadi kekuatan di lagu kedua Zarro, ‘Papitu Mpaemo’, yang dilanjutkan dengan ‘Dade’ka Komiu’ dimana intronya dimulai dengan permainan gitar Jeffrey, sebagaimana ia mainkan juga di awal lagu’Riantara’. Gaya Clorophyl sangat kental di lagu ‘Mangge’, ‘E…E…E’ dan ‘Palaisimo’. Sebagai penutup, Zarro membawakan ‘Ananta’ yang menegaskan bahwa dengan penggalan kata yang pendek-pendek dalam bahasa Khaili membuat ia mudah dan enjoy menyanyikannya serta bebas bereksplorasi.
![]() |
Michael Lington, di Java Jazz Festival 2006. Photo: Agus Setiawan B © WartaJazz.com |
MICHAEL LINGTON
Salah satu penampilan yang diunggulkan oleh panitia festival kali ini adalah bermainnya saxophonis smooth jazz Michael Lingston. Tampil di Planery Hall dengan mengetengahkan Jeff Lorber (keyboard), Magenta Orchestra pimpinan Andi Rianto dan beberapa penyanyi internasional maupun dari dalam negeri seperti Eric Benet, Shakila dan Harvey Malaiholo.
Ada 10 tembang yang dilantunkan Lingston. Seperti stereotype gaya smooth jazz, Lingston tampil dengan jas casual dan beberapa kancing baju di bagian atas dibiarkan terbuka, menggambarkan musiknya yang easy come, lembut dan mudah dinikmati. Beberapa karyanya kurang akrab di telinga penonton, sehingga cukup banyak yang sudah meninggalkan ruangan tersebut sebelum pertunjukan usai. Penampilan Shakila dalam ‘Both Side Now’, Harvey Malaiholo dalam ‘You’ve Got A Friend’ atau Eric Benet dalam ‘All In Love Is Fair’ sepertinya juga masih terasa berat untuk mengangkat mood pertunjukan tersebut. Sayangnya juga, adanya salah satu dedengkot smooth jazz Jeff Lorber atau Magenta Orchestra kurang berpengaruh. Masih lebih ekspresif penampilan Rendevous All Stars di sore harinya yang menghadirkan Dave Koz, Jonathan Butler dan Kirk Whalum.(*/Arif Kusbandono/Roullandi N. Siregar/Ceto Mundiarso/WartaJazz.com)