FestivalJava Jazz Festival

JAKARTA JAVA JAZZ FESTIVAL 2006: LAPORAN HARI KEDUA (Bagian Ketiga)

Memasuki hari kedua penyelenggaraan JJF 2006, para penggemar musik jazz disuguhi dengan berbagai line up yang menarik seperti Michael Lington & Magenta Orchestra feat Jeff Lorber dengan bintang tamu Eric Benet, Shakila & Harvey Malaiholo, Brand New Heavies, Hiromi, Take 6, Saharadja, Bintang Indrianto & Deny Chasmala feat Sujiwo Tejo dan masih banyak lagi. Berikut ini laporan pada hari kedua, bagian ketiga dari tiga tulisan.

Andi Wiriantono memainkan freejazz di Java Jazz Festival 2006. Photo: Ajie Wartono © WartaJazz.com

YOUN SUN NAH QUINTET & TAKE6

Suara manusia adalah alat musik yang paling kaya bunyi. Hal ini yang ditunjukkan oleh Youn Sun Nah dan kelompok vokal Take6 di hari kedua Festival JavaJazz.

Youn Sun Nah, penyanyi yang hidup di dua negara; Korea tempat kelahirannya dan Prancis tempat tinggalnya, menampilkan bagaimana suara manusia mejadi instrumen
yang kaya bunyi; yang dapat menciptakan suasana yang hangat dan mempesona dengan bermain dalam berbagai kekuatan, antara bisikan dan kepedihan hati. Ia beryanyi dalam bahasa Inggris, Korea, Ibrani secara lembut dan penuh kejutan, dengan jangkauan oktaf yang luas.

Bersama dengan teman-temannya yang tergabung Youn Sun Nah Quintet; pemain vibrophone David Neerman, David Georgelet [drum], Yoni Zelnik [bass] dan Benyamin Moussay [piano], Youn Sun Nah menghaslkan musik yang terinsprsi dari dari tema-tema unik dan memadukan nada-nada kontras secara harmonis dan berirama.

‘Berceuse’ adalah lagu pertama yang mereka tampilkan di ruang Merak. Naik turun oktaf dengan sangat halus menjadi kemenarikan lagu berbahasa Prancis ini.  Rangkaian lagu berikutnya berhasil mengaduk emosi penonton; ‘News From The Gutter’, ‘Inner Strom’, ‘So I Am’, ‘Biladecha’,  juga dengan gaya bernyanyi bak suara mesin/robot di ‘Cut-Copy-Paste’, ‘Besame Mucho’ dimana ia melakukan scat yang diduetkan dengan akustik bass,  lalu ‘Down by Love’, ‘Pancave’, ‘Dirge’, serta Slavery’ yang dilantunkan dengan sangat rebellious, dan kemudian dilanjutkan dengan ‘One Way’ – lagu berbahasa Korea yang diinterprestasi Youn Sun Nah dengan sangat melow. Gelaran penuh bakat dari Youn Sun Nah dan musisi-musisi dalam Quintetnya ini ditutup dengan‘Please Dont Be Sad’. Merci beaucoup kepada Pusat Kebudayaan Prancis.

Keajaiban olah vokal kembali dapat ditemui jika Anda tidak melewatkan penampilanTake6 di festival JavaJazz 2006. Grup accapela terbaik di dunia ini telah menerima enam Academy Awards dan tujuh Dove Awards tujuh tahun berturut-turut. Dua penghargaan Academy Awards, Take6 dapatkan untuk debut album yang dilucurkan tahun 1988. Mereka telah merilis 10 album [termsuk 1 album live dan 1 album ‘The Greatest Hits’] yang mayoritas menawarkan lagu gospel dengan nafas jazz dan dalam kemasan R&B. Semuanya masuk katagori “a must” untuk dikoleksi pecinta accapela. Jadi sangat tepat jika Anda tetap memilih masuk ke ruang Cendrawasih tempat tiap personel Take6 memadu vokal mereka.

Alvin Chea [bass], Celdric Dent [bariton], Joey Kibble [tenor kedua], Mark Kibble [tenor pertama],  Claude V.McKnight III  [tenor pertama], David Thomas [tenor kedua] menyuguhkan karya pilihan dari album-album mereka. ‘Come On’ dan ‘Feels Good’ secara berurutan menjadi dua lagu pembuka yang langsung menyulut applaus pukau penonton.  Sebuah lagu gospel ‘Wade in The Water’ dari album ‘Beautifull  World’ menyambung kemudian diteruskan unjuk kebolehan masing-masing personel menirukan alat musik bass, gitar, trumpet, trombone di lagu berjudul ‘4 Miles’. Lagu ini diangkat dari album ‘Join The Band’, dimana di album itu Take6 mencoba memanfaatkan electronic synthesized orkestrasi dengan drum machines dan saksofon di beberapa lagu agar dapat meningkatkan horison bermusik mereka. ‘Just in Time’ dan ‘Lamb of God’ dilatunkan sebelum satu lagu dari album ‘So Cool’, berjudul ‘Fly Away’, yang memperdengarkan rhythm dan vocal inflection bernuansa calypso. Album ‘So Cool’ sendiri merupakan album yang 90% menampilkan accapela dan tercatat berhasil menyuguhkan kekuatan pure vocal symetry dari kelompok vokal ini. Kembali dari ‘Join The Band’, Take6 melatunkan pilihan mereka yang berjudul ‘My Friend’ – dimana asli lagu ini menghadirkan kolaborasi dengan Ray Charles. Satu dari album ‘Brothers’, lagu ‘We Don’t Have to Cry’ semakin menegaskan padunya kekuatan vokal mereka sekaligus memperdengarkan dengan jelas bagaimana keindahan vokal masing-masing personel Take6. Sekedar mengingatkan, bahwa instrumentasi enam dari sepuluh lagu yang ada di album ‘Brothers’ melibatkan Brian McKnight, saudara dari Claude V.McKnight III.  ‘More Than Ever’, ‘Grandma’s Hands’ yang juga dari album ‘Beautifull  World’ dan ‘Somthing Within Me’ dari album ‘So Much to Say’ kembali memperagakan bagaimana kesempurnaan olah vokal dan body percussions mereka. Sebagai lagu terakhir, Take6 kembali memadukan jazz harmony dan vocal pyrotechnics mereka pada sebuah lagu berjudul ‘This Is Another Day’ yang lagi-lagi memancing tepuk panjang penonton tanda puas menyaksikan penampilan salah satu grup accapela yang berhasil meredefinisi standar untuk musik vokal. Bravo Brothers!

KAHITNA

Jika Anda sempat menyaksikan empat lagu awal penampilan Kahitna di Java Jazz II, maka kita akan sama-sama melihat grup yang dimotori Yovie Widianto, Harry Suhardiman [perkusi], Andrie Bayuajie [gitar], Budiana Nugraha [drum], Dody Isnaini [bass], D.Bambang Purnomo [keyboard] ini kembali ke wujudnya semula sebagai kumpulan musisi cekatan yang merajai Band Explotion tahun 1991 di Budokan Tokyo baik secara grup maupun perorangan.

Komposisi yang mereka tampilkan dengan menghadirkan saksofonis Yoyok; ‘6 Untuk 8’, ‘Braga Feels’, ‘Pasadena’, ‘Pinokio’ menjadi sarana pembuktian Kahitna menunjukkan kelasnya sebagai kelompok yang tidak buta teknis. Keempat lagu tersebut dimainkan dalam warna fusion dimana setiap personel diberi kesempatan mengeluarkan atraksi solo di masing-masing part. Peran serta tiga vokalis Hedi Yunus, Carlo Saba, Mario baru dihadirkan di tiga lagu berikut yang justru menjadi pemutus nostalgia akan musik Kahitna tahun 80 akhir-awal 90an yang dibangun di awal pertunjukan.  Mereka melantunkan dua lagu karya Yovie, ‘Untukmu’ yang pernah dipopulerkan Chrisye dan ‘Sebatas Mimpi’.

Lagu penutup adalah lagu yang sejatinya andalan Kahitna berkompetisi di arena festival.  ‘Lajeugan’ ini juga merupakan contoh keberhasilan mereka menyisati industri dengan menggabungkan musik pop dan nuansa etnik hasil modifikasi perangkat sampling.  Namun dalam hati timbul pertanyaan, sampai kapan idealisme Kahitna sebagai sebuah grup dapat terus mengikuti tuntutan industri padahal usia dan musikalitas tiap personel terus bergerak maju?

Arif Kusbandono/Roullandi N. Siregar/Ceto Mundiarso

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker