Java Jazz Festival

Djarum Super Mild Java Jazz Festival 2012: Menanti Pat Metheny Kembali ke Jakarta

Gitaris yang mayoritas mengerumun dalam rock tak akan berkomentar banyak jika nama Pat Metheny diberi predikat gitaris terbaik, kalaupun jajak pendapat pembaca yang pernah dilakukan pada kenyataannya menyekatnya dalam kategorisasi. Mau dibilang apa lagi, ia adalah langganan pilihan pembaca DownBeat, menyusul Jazz Times, Jazziz, lalu ada versi Guitar Player Magazine (2009), Billboard (2000), dan Rolling Stone (1987) untuk menyebut sebagian yang diraihnya dalam rentang kurun yang panjang. Dalam hal mempengaruhi karya musisi lain, akan sulit untuk mengotakkan identitas bermusiknya, terlebih jika bicara rekor sakti memenangkan Grammy Award untuk 10 kategori berbeda.

Sejak terbesit kabar akan main di Java Jazz Festival, penggemar fanatik berharap ia main dalam format Pat Metheny Group. Bisa jadi mereka sudah mulai berlatih koor tanpa lirik, sing along di ekor “Third Wind” atau melodi “Minuano (Six Eight)“, siap dihipnotis tutur cerita puitik dari senyawa grup yang selalu didukung multi-instrumentalis di belakangnya dalam tuntutan mencapai lanskap suara tertentu. Nial Djuliarso adalah salah satu yang hadir pada konser Pat Metheny Group di Tennis Indoor Senayan pada tahun 1995 dan mengubah kompas hidupnya. Sayangnya kelompok ini sulit untuk berpergian kompak, untuk Jakarta 2012 ini, Metheny meluncurkan jadwal resminya sebagai trio akustik bersama Ben Williams dan Jamire Williams (walaupun sebenarnya tak lantas bisa dibilang bawaannya ringkas).

Apakah kita bisa menebak “trio” ini adalah versi rekaman “Trio 99 – 00” (Warner Bros/Wea, 2000) atau “Day Trip” (Nonesuch, 2007), yang jelas Metheny punya banyak alternatif penyajian atas bangun ensambel paling intensif di jazz ini. Langkah blues, interpretasi standard, petikan intim akustik dengan gitar bertala bariton dari “One Quiet Night” atau yang terkini “What’s It All About“, atmosfer surealis gitar-harpa Pikasso berdawai 42, sesi duet drum “(Go) Get It” (pernah raih solo terbaik Grammy Award 2001), hingga dimensi lain synthesizer gitar berwarna suara keluarga terompet pada karya kontemporer seperti hentak reggaeThe Red One” atau groove populer “Cantaloupe Island” akan membuat kita bisa memprediksi alur pertunjukkan, tetapi tidak judul persisnya.

Metheny pun punya kohesi dengan dunia sinema, misalnya saja interpretasi film cantik “Cinema Paradiso” dalam musik yang tak kalah sinematik atau karya scoring khusus “A Map of The World” (Warner Bros/Wea, 1999). Ini pun bisa dibawakan saat tur trio dengan mengeluarkan pula gitar soprano dalam konsep ballad. Jika pada 2006, kita perlu menyebrang ke Singapura untuk menyaksikan pesona gitaris versatil ini, maka penampilannya akan sayang untuk dilewatkan saat ia sendiri kembali datang ke Jakarta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker