Interview

WAWANCARA DENGAN JENS THOMAS

Team Warta Jazz mewawancarai Jens Thomas (Piano) setelah aksi panggungnya dalam acara Triocolor Jazz di Erasmus Huis, Jakarta beberapa waktu lalu. Berikut ini kutipannya :

WartaJazz (WJ) : Kenapa anda memilih jazz sebagai pilihan karir musik anda?

Thomas (JT) : Ada kemungkinan untuk berekspreasi dalam Jazz lebih luas ketimbang melakukannya di tempat lain. Saya merasa dapat mengungkapkan ekspreasi yang saya miliki pada saat itu juga. Saya sadar bahwa tidak mudah melakukan hal ini. Saya memulainya lebih awal sehingga tidak mengalami kesulitan.

WJ : Ada musisi yang menjadi favorit anda?

(JT) : Saya tidak dapat mengatakannya satu-persatu. Ada banyak sekali. Bukan hanya dari Jazz tapi juga Contemporary

WJ : Apakah anda merasa Jazz merupakan sebuah Journey dari kehidupan anda?

(JT): Ya. Sebab hidup merupakan journey. Dan anda akan memiliki sesuatu yang sangat mungkin untuk di ekspresikan, dan journey adalah satu yang menarik untuk dilakukan. Sebab tidak semua orang dapat melakukan atau mewujudkan impian dan harapan-harapannya.

WJ : Anda juga tampil di Singapura sebelum tampil di Jakarta?

(JT): Audience di Singapore sedikit berbeda dengan disini. Saya mengacungkan jempol. Disini sungguh luar biasa tanggapannya. Kami merasa ada kehangatan yang luar biasa disini.

WJ : Apa visi dari Trio anda?

(JT): Saya pikir kami berangkat dari pertemuan awal untuk bermain. Saya tidak dapat menggambarkan misi atau pesan yang dingin disampaikan, sebab agak sulit mendeskripsikannya dalam kata-kata. Sebab music berbicara tentang dirinya sendiri, dan itu sangat bergantung dari audience dan lingkungan.

WJ : Kenapa memilih nama Triocolor

Ya sebenarnya karena hal simpel saja. Kami memerlukan nama, dan karena kami bertiga dan memainkan musik yang penuh warna, saya pikir kenapa tidak kita namakan Triocolor saja. Gampang diingat dan simpel.

WJ : Sudah berapa lama kelompok anda berdiri?

(JT): Kami telah berkiprah di musik Jazz kurang lebih 8 tahun.

WJ : Berapa album yang telah anda rilis?

(JT): Kami merilis 2 album. Up to Now (1994) dan Klangemachengehen (1998).

WJ : Bisa diceritakan lebih lanjut mengenai album Up to Now tersebut dan rencana album baru?

(JT): Oh, itu enam tahun yang lalu. Ada banyak hal yang terjadi sebelum dan setelahnya. Album itu bercorak Free Improvisation. Dan saat ini kami sedang menggarap album baru. Rencananya kalau tak ada halangan akan dirilis pada bulan Januari 2001. Itu benar-benar baru. Kami merekamnya di Jerman. Dan kami akan memainkannya di Jerman & Austria.

WJ : Berapa track dialbum tersebut?

(JT): Ada 17 track. Tapi kami membuatnya menjadi 1 bagian penuh tanpa henti. Jadi ini akan jadi nomor yang panjang.

WJ : Bagaimana kerjasama dengan musisi lain?

(JT): Ya, kami melakukannya. Bersama dengan beberapa musisi dari Ghana, kami memiliki kesempatan kurang lebih 1 minggu untuk berdiskusi dan bekerjasama seperti yang telah di utarakan Stefan Weeke pada pertunjukan kami tadi. Dan ini kesempatan untuk berimprovisasi. Dan kami memutuskan untuk melakukan rekaman dimana ada unsur dan pengaruh dari musisi-musisi afrika tersebut. Proses ini sendiri memakan waktu kurang lebih 4 minggu.

WJ : Anda mendapat julukan “The Free Man” dari seseorang yang bijak di Afrika. Bagaimana anda melihat diri anda sendiri?

(JT): Itu merupakan kata-kata yang muncul dari seseorang yang memiliki kemampuan spiritual yang sangat dalam. Buat saya kata-kata tersebut sungguh merupakan kehormatan. Dan saya tidak dapat berkomentar lebih banyak karena saya sangat menghormatinya dan kalau ditanya apa maknanya saya rasa ia lebih tau apa yang ia maksudkan. Dan saya rasa komentar itu sangat subjektif (sambil tertawa).

Kami bermain di Ghana, dan ada sebuah langkah maju dari musik kami. Ada pengaruh-pengaruh baru yang kami dapat sehingga memperkaya musik kami. Saya rasa hal yang sama akan terjadi jika saya bermain dan berkolaborasi dengan musisi Indonesia.

WJ : Bagaimana pula kolaborasi anda dengan Christof Lauer dan musisi lain?

(JT): Christof Lauer adalah seorang Tenor Saxophone fantastik. Saya beruntung dapat kesempatan bermain dengannya. Lewat album Fragile Network, berhasil meraih German Record Critic’s PRize for Best Album di Kategori Jazz. Saya juga bermain dengan Carla Bley, Albert Mangelsdorff, Ed Schuller, Steve Swallow, Michael Gibbs, Gebhard Ullman dan Wolfgang Schulter.

WJ : Bisa ceritakan lebih lanjut You cant Keep A Good Cowboy Down project?

(JT): Ini merupakan proyek solo piano saya. Ini merupakan musik dari Morricones. Saya berkolaborasi dengan Paolo Fresu(trumpet) & Antonello Salis(accordion). Kolaborasi ini dengan musisi-musisi dari Italia.

WJ : Ada rencana untuk tampil lagi dilain kesempatan?

(JT): Ya saya sangat mengharapkan ada kesempatan lagi. Kami tidak tahu apakah bisa mendapatkannya lagi tahun-tahun mendatang. Sebab kedatangan kami sekarang juga sangat terbilang pendek. Dan saya akan sangat senang jika dapat tampil di kota-kota lain di Indonesia.

WJ : Tertarik untuk berkolaborasi dengan musisi Indonesia, atau memasukkan Gamelan dalam musik anda?

(JT): Saya memang pernah mendengar soal Gamelan. Tapi saya tidak tahu persis bentuk dan modelnya seperti apa. Tapi kalau ada kesempatan itu, saya rasa tidak boleh dilewatkan. Sebenarnya saya sangat tertarik dengan kelompok Dewa. Saya baru mendapatkan cd-nya hari ini, dan saya langsung tertarik dengan grup ini.

WJ : Bagaimana perkembangan Jazz di Jerman?

(JT): Perkembangannya sungguh bagus dan menarik. Kami di Jerman, berupaya untuk menciptakan karya-karya yang berbeda dengan Jazz di Amerika misalnya. Ada banyak grup dan musisi disana.

Agus Setiawan Basuni

Pernah meliput Montreux Jazz Festival, North Sea Jazz Festival, Vancouver Jazz Festival, Chicago Blues Festival, Mosaic Music Festival Singapura, Hua Hin Jazz Festival Thailand, dan banyak festival lain diberbagai belahan dunia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker