Boby Limijaya adalah musisi kelahiran 13 agustus 1980, dari keluarga yang bukan berlatar belakang musik. Darah seninya justru mengalir dari ayah dari ibunya. Belajar musik sejak umur 10 tahun, instrumen yang didalami adalah organ (electone). Kecintaannya dalam musik awalnya hanya sebagai hobby, tetapi lama kelama
an ada dorongan yang sangat kuat untuk menekuni musik. Cukup terlambat memang menekuni musik istimewanya dalam menekuni piano. Pertama kali belajar piano saat berusia 18 tahun.
Baru-baru ini Boby Limijaya merilis album bersama Budapest Jazz Orchestra bertitel Journey. WartaJazz tertarik menggali informasi lebih dalam tentang album ini dengan mewawancarainya. Berikut ini petikannya:
(WartaJazz/WJ): Hal menarik apa yang ditemukan seorang Boby pada musik, dan mengapa jazz?
Bobby Limijaya / BL: Sebelum boby memutuskan untuk belajar formal di Universitas Pelita Harapan, boby mengambil kursus musik secara privat pada tahun 1998. Adapun guru2 yang sangat berjasa dalam awa
l2boby belajar musik adalah Adi Darmawan, Otto Sidharta, Haryo “Yose” Suyoto, Martin Nadapdap. Di tangan merekalah wawasan saya mengenai musik sangat bertambah. Saya belajar mengenai improvisasi, komposisi, harmoni, teori musik dengan mereka. Pada saat itu ketika saya mendengar musik jazz, entah kenapa saya merasa enjoy sekali mendengarkan musik jazz itu.. Istilahnya tuh sampai ke hati, makanya saya pengen sekali belajar jazz. Pada tahun 2000 saya memutuskan untuk belajar musik secara formal di Universitas Pelita Harapan ambil classic piano performance dibawah bimbingan Iswargia R.Sudarno. Tahun 2004 saya mendapat gelar sarjana musik dari UPH. Selama saya study
di UPH, saya tetep ambil kursus piano jazz secara privat dengan Glen Dauna, Andi Wiriantono.
Setelah saya lulus perjalanan karir sy dalam bidang musik di mulai, sempat menjadi pianis seorang vocalist wanita Andien. Selama kurang lebih 2 tahun, sempat juga mengikuti jazz kompetisi dengan bandnya seperti Jazz Goes to Campus UI, Mezzo Jazz Competition. Pada tahun 2007 akhir boby berangkat ke Berklee College of Music untuk study disana, karena saya mendapat beasiswa dari Berklee College of Music. awalnya saya ambil dual major, jazz piano performance dan jazz composition, karena keterbatasan biaya, saya memutuskan untuk mendrop jazz piano performance, dan lulus dengan major jazz composition pada tahun 2010.
Setelah itu saya kembali ke Indonesia pada akhir tahun 2010, kegiatan sekarang adalah mengajar di Universitas Pelita Harapan di Contemporary music concentration. Selain itu sedang. Merintis orkestranya sendiri untuk eksis di musik industry Indonesia
WJ: Apa gagasan yang ingin disampaikan dalam album yang direkam bersama Budapest Orchestra tersebut?
BL: Pada tahun 2012 bukan oktober saya berkesempatan untuk merecord secara live komposisi2 saya dengan Budapest Jazz Orchestra di Budapest Hungaria dengan konsep 8 Horns Jazz Band. konsep ini saya dapet selama saya belajar di berklee, awalnya hanya 6 Horns jazz band tapi saya menambahkan Flute dan Clarinet sehingga menjadi 8 Horns jazz band. Simple aja kenapa saya menggunakan nama 8 Horns jazz band, karena memang cuma ada 8 alat musik tiup dan jazz rhythm section. Adapun instrumentasinya adalah 2 Trumpets, 1 alto saxophone, 1 tenor saxophone, 1 trombone, 1 baritone saxophone, 1 flute, 1 clarinet, piano, guitar, contra bass, dan drums.
Saya merasa dan berpikir konsep 8 Horns jazz band ini selain keunikan warna dari masing2 instrumen ketika digabung, konsep ini belum pernah ada di Indonesia. Oleh sebab itu didasarkan keinginan untuk membuat sesuatu yang berbeda maka saya berani memutuskan untuk membawa konsep 8 Horns jazz band untuk album jazz solo pertama saya yang saya release di Indonesia. Saya ingin menawarkan konsep baru kepada pendengar jazz untuk 8 Horns jazz band ini.
WJ: Mengapa Budapest dan bukan (ensemble atau orchestra) negara lainnya?
BL : Proses untuk menentukan akhirnya saya memilih Budapest Jazz orchestra cukup panjang. Dan saya harus berterima kasih dengan salah seorang teman saya yang mengenalkan saya dengan CEO dari Budapest Scoring yang dimana Budapest Jazz Orchestra masuk di dalamnya. Awalnya saya melakukan observasi dengan orang2 di Sydney, tapi karena kendala di budget terlalu mahal untuk biaya produksinya akhirnya tidak jadi. Lalu saya bertanya ke teman2 saya di berklee untuk recording komposisi2 saya ini, tapi akhirnya gagal juga. Lalu teman saya menawarkan bahwa ada temennya di LA yang running Budapest Scoring ini. Mulailah saya melakukan korespondensi demgan beliau melalui email. Saya mengirimkan contoh komposisi2 saya ke mereka untuk di dengarkan maksdnya ke Budapest Jazz Orchestra, dan ga disangka mereka menyambutnya dengan antusias, mereka suka dengan komposisi2 saya. Akhirnya kita deal dengan mereka. Karena setelah dihitung2 biayanya tidak terlalu mahal. Selain biaya tidak terlalu mahal saya sudah melihat dan mendengar sendiri kualitas permainan Budapest Jazz Orchestra melalui website Budapest Scoring itu. Mereka sangat bagus. Karena saya juga mencari grup yang memang bener2 sudah solid as a grouo untuk memainkan karya2 saya sehingga efisiensi waktu untuk produksi juga saya pikirkan. memang benar pada saat saya tiba di Budapest, saya hanya punya waktu untuk rehearsak dengan mereka hanya 3 jam di H-1 recording session. Pada saat recordingnya pun saya hanya punya waktu 6 jam. Dan memang terbukti bahwa karena mereka sudah solid dalam as a group 6 komposisi saya bisa direcord secara live hanya dalam waktu 3,5 jam pada saat itu.
WJ: Siapa orang yg dimaksud, kalau kami boleh tahu?
HL: Saya mendapat contact Budapest Scoring dari Indra Perkasa. Temannya sewaktu dia sekolah di LA sekarang CEO dari Budapest Scoring.
WJ: Kapan persisnya album ini direkam. Berapa lama prosesnya hingga menjadi album yang siap diedarkan?