JAZZ GAYENG YANG MEMANG BIKIN GAYENG
Berangkat dari suatu keinginan untuk lebih menggairahkan lagi musik jazz di Yogyakarta pada 19 november kemarin Bernas bersama Lembaga Indonesia Perancis (LIP) menggelar pertunjukkan musik jazz yang diberi tema Jazz Gayeng yang menampilkan Tuti ‘n Friends. Dan dengan Jazz Gayeng ini diharapkan akan menjadi embrio dari Festival Jazz Yogyakarta yang tentu saja sudah banyak didambakan oleh para musisi dan pecinta musik jazz di Yogyakarta. Pengambilan tema Jazz Gayeng juga sepertinya dimaksudkan untuk menangkis opini publik yang selama ini menganggap bahwa musik jazz adalah musik yang rumit, serius, sulit untuk didengarkan dan dinikmati, nah dengan Jazz Gayeng ini ingin ditunjukkan bahwa jazz bisa juga membuat suasana pementasannya menjadi gayeng, enak dinikmati dan semarak selain juga lebih menunjukkan kepada masyarakat bahwa jazz pun mempunyai corak musik yang bermacam-macam.
Tuti ‘n Friends sepertinya menyadari bahwa memang musik jazz belumlah sedemikian akrab ditelinga masyarakat dan pecinta musik jazzpun mempunyai selera yang berbeda-beda. Dari hal inilah dalam pementasan Jazz Gayeng grup ini mencoba memainkan bermacam-macam corak jazz dari Swing, Bebop, Hardbop, Cool Jazz, Latin jazz sampai Fusion dan diharapkan hal ini bisa memuaskan seluruh audience yang datang menyaksikan, walaupun sangat tidak biasa dalam satu pementasan sebuah grup memainkan beragam gaya, tapi memang untuk kondisi saat ini tampaknya hal tersebut merupakan suatu strategi yang tepat dalam memasyarakatkan musik jazz khususnya di Jogja.
Meskipun pada awal pementasan mereka terutama pada dua lagu A Foggy Day dan Bernie’s Tune masih terasa “kekakuan” dan tampaknya masing-masing pemain belum “in” untuk saling berimprovisasi dan berdialog juga masih terkesan mereka bermain serius tapi setelah masuk ke lagu “That Sunday that Summer” dengan masuknya Tuti pada vokal suasana sedikit berubah kesan formal dan serius jadi hilang, hal ini karena Tuti bisa membawa audience ikut berdialog dengan lagu dan musik yang dimainkan, hal ini juga berpengaruh pada seluruh pemain yang ikut bermain santai tapi serius dan justru permainan mereka menjadi “luwes” dan mengalir , apalagi setelah dinyanyikannya komposisi Swing dari Duke Ellington “It don’t mean a thing (If it ain’t got that swing)” suasana makin meriah dan batas-batas anatara sesama musisi maupun musisi dan penonton makin lebur, apalagi dalam lagu ini improvisasi vokal dari Tuti mengundang decak kagum penonton dan improvisasi dari masing-masing musisi , Yosias pada piano, Septa pada tenor saxophone, Yohanes pada trombone, Agung pada Bass, Finggo pada gitar dan BJ pada drum bisa saling mengisi dan berdialog memperlihatkan kematangan mereka dalam memainkan musik dan yang penting “swinging feel” di lagu ini terasa sekali lewat permainan mereka. Tidak hanya pada permainan swing, kemampuan mereka memainkan Hardbop juga tampak pada lagu “Foot Prints” dan “Oleo”, permainan mereka juga lebih lepas lagi dari sebelumnya dan nafas atau suasana jazz yang bebas dan lepas makin terasa. Lagu dari Dizzy Gillespie “A night and Tunisa” sepertinya menjadi suguhan yang istimewa pada malam ini, komposisi yang diciptakan Gillespie pada perjalannanya ke Timur ini diaransemen oleh grup ini dengan sangat bagus dan memasukkan unsur-unsur lain bahkan dangdut dan gambus, improvisasi solo gitar dari Finggo dan drum dari BJ yang dicampur dengan irama dandut membuat suasan jadi segar dan semarak, penontonpun ikut merespon permainan mereka apalagi kepiawaian Finggo berkomukasi dengan penonton dan performencenya yang kadang mengadung humor menimbulkan suasana gayeng tersendiri, dan inilah yang diharapkan dari pementasan ini dan memang begitulah jazz yang membuktikan sebagai musik yang terbuka dan bisa dipadukan dengan musik apa saja dan dimainkan dengan cara apa saja. Sebelum acara jam session mereka masih memainkan “I wish U Love” dan komposisi dari Billy Strayhorn “Take The A Train” yang dimainkan dengan gaya Fusion dan melibatkan penonton untuk ikut berpartisipasi. Dan yang menarik dan ini adalah khas dalam permainan musik jazz adalah dalam permainan jazz “tidak ada kesalahan” karena untuk musisi yang sudah terasah skillnya memainkan jazz kesalahan yang terjadi selalu bisa dijadikan sebagai pijakan untuk berimprovisasi dan respon-respon audience juga bisa dijadikan untuk ide berimprovisasi, hal inilah yang terjadi pada malam itu.
Sebenarnya acara jam session memang menimbulkan suasana yang semakin semarak, tapi memang karena (hal yang sering terjadi pada jam session) kemampuan musisi-musisi yang ikut berjam session memang beragam jadi memang akhirnya acara jam session hanyalah menjadi jam session itu sendiri dan “jazz fell” yang sudah terbentuk sebelumnya makin berkurang. Tapi hal ini masih tidak mengurangi tercapainya tema Jazz Gayeng untuk malam itu yang memang bikin gayeng baik musisi maupun penontonnya. Dan Tuti ‘n Friends malam itu pantas mendapat acungan jempol walaupun dengan kekurangan dan kelebihan dari permainan mereka, dan grup ini atau musisi-musisi ini jika banyak mendapatkan kesempatan untuk pentas seperti malam itu pasti akan makin terasah dan bisa menjadi sebuah grup jazz yang solid dan handal.
Dan bagian terakhir dari ulasan ini, bagaimana selanjutnya jazz di Jogja, tentunya akan baik sekali bila sering diaadakan event-event jazz yang terbuka, selain musisi-musisi bisa lepas dalam mengekspresikan permainannya juga untuk mengakrabkan musik jazz kepada masyarakat. Mungkin melalui Jazz Gayeng ini akan bisa lagi dihidupkan komunitas jazz di Jogja yang beberapa waktu lalu memang telah mempunyai suatu kelompok pencinta musik jazz bernama MJY (Masyarakat Jazz Yogyakarta) dan juga ada media online khusus tentang jazz (dahulu juga menerbitkan bulletin) Warta Jazz. Dan tentu saja juga diharapkan nantinya muncul inovasi-inovasi dari para musisi jazz di Yogyakarta, apalagi menurut seorang pengamat jazz senior Ir. Sudibyo PR yang juga dahulu salah seorang penggagas PJI (Perkumpulan Jazz Indonesia) di tahun 60-an dan 70-an bahwa di Jogja sebenarnya sudah ada beberapa grup yang bermain jazz pada tahun 40-an dan 50-an, karena kebetulan beliau dahulu bersekolah di Jogja. Jadi untuk para pecinta musik jazz dan musisi di Jogja yang tertarik memainkan jazz apalagi yang ditunggu?