WAWANCARA DENGAN TNj DEVIANA DAUDSJAH
Warta Jazz (WJ) : Mungkin bisa diceritakan dari awal bagaimanan dulu Mbak Deviana dari Jerman kemudian datang kembali ke Indonesia.
Deviana (D) : Itu ceritanya panjang, tapi saya singkat saja. Saya berangkat ke Jerman pada akhir tahun 1974, kuliah di Jerman di Frieburg im Breisgau, ini ibukotanya adalah Black Forest , saya kuliah musik klasik, majoring di piano, minornya gitar, vokal dan komposisi, setelah empat tahun kuliah disitu (Musikhochschule Freiburg-Jerman -red) saya pindah ke Swiss, jadi saya tinggal di Swiss di kota Basel, setelah banyak perform mulai tahun 1987 itu saya mulai mengajar disamping perform dimana-mana, di Belgia, Jerman, pokoknya di festival jazz dan jazz club negara-negara Eropa. Mulai 1987 itu saya mulai mengajar secara private dan memberi les dan mulai 1989 mengajar di sekolah musik (Jazz&Rockschule Freiburg -red) di Jerman dan awal tahun 1990 saya diangkat jadi rektor atau kepala sekolah sebuah akademi jazz di Jerman (Jazz&Rockschule Freiburg -red), disitu saya lima tahun sekalian mengembangkan kurikulum untuk mata kuliahnya, pada saat yang sama di Basel , Swiss (Musikakademie Basel Abteilung Jazz -red) saya mengajar ensemble, improvisasi, ear training, koor, aransemen dan saya ikut mengembangkan kurikulum, karena pada waktu itu departemen jazz belum lama seperti klasik, dan akhirnya departemen jazz menjadi satu dengan departemen klasik di dalam satu Akademi .
WJ : Apakah selama mengajar di Jerman ini pernah mengadakan kontak dengan musisi Indonesia yang ingin menambah pengetahuan disana ?
D : Pernah, tapi nggak tahu bagaimana, tidak berhasil terus, kebetulan tiap tahun saya suka pulang ke Indonesia , disamping menjenguk keluarga, juga melihat perkembangan kebudayaan kita di Indonesia.
WJ : Lalu bagaimana ceritanya sampai ada keinginan kembali menetap di Indonesia, apakah ada ketertarikan tertentu atau mungkin ada rasa keprihatinan terhadap kondisi permusikan di tanah air ?
D : Mungkin rasa keprihatinannya lebih besar, karena saya di Jerman sudah 26 tahun dan selama saya mengajar di akademi dan merangkap sebagai rektornya, berapa banyak sarjana-sarjana musik yang kami luluskan dengan tanda tangan saya di diploma mereka, saya juga sering memimpikan kenapa nggak anak-anak Indonesia yang saya tanda tangani diplomanya. Setap saya pulang , saya lihat disini perkembangannya kok semakin menyedihkan kalau boleh saya bilang begitu. Perkembangan seni dan budaya sepertinya tidak begitu diperhatikan oleh pemerintah, smentara saya lihat banyak sekali anak-anak yang berbakat seni disini, khususnya musik. Kemudian saya pikir, ya sudahlah, sudah cukup waktunya dengan tawaran-tawaran yang menggiurkan saya tolak disana dan memilih pulang ke Indonesia.
WJ : Artinya kembali “berjuang” dari awal.
D : Ya
WJ : Lalu bagaimana kesan atau pendapat Mbak Deviana pada waktu ke Indonesia kemudian melihat kondisi seperti ini khususnya untuk musik jazz ?
D : Ya., sedih dan makin gemes, karena saya pikir kenapa kok saya lihat nggak ada yang bikin gagasan yang benar untuk mengembangkan bibit-bibit, bakat-bakat yang sangat bagus disini, dan saya waktu memberi workshop pertama kali di Hotel Regent Jakarta pada bulan April (2000 -red) dan banyak yang mengikuti workshop dan semakin sedih saja karena saya lihat kok pengetahuannya cuma sampai segini, apa yang dipelajari selama ini nah itu semakin greget.wah gimana ya mengungkapannya.
WJ : Bagaimana tanggapan atau reaksi dari para peserta workshop dengan materi yang disampaikan yang mungkin belum familiar atau biasa mereka dapatkan ?
D : Ya , kebanyakan cerita sama saya, mereka shock , karena saya tayangkan video sejarah jazz mulai dari New Orleans sampai ke modern jazz , saya kan bawa pulang banyak sekali video-video dokumentasi, ada Louis Armstrong atau Thelonious Monk , nah pelajaran-pelajaran dasar yang biasa saya susun untuk workshop itu ternyata masih banyak yang belum paham, akhirnya ya tanggapannya mereka ya seperti itu, ternyata selama ini informasi yang mereka dapat itu sangat minim dan kurang sekali.
WJ : Lalu ada nggak tanggapan dari musisi-musisi Indonesia sendiri ?
D : Ada beberapa yang sangat mendukung dan mereka sempat hadir di workshop saya, mereka bilang ya ini program yang sangat baru karena selama ini belum ada workshop yang benar-benar mengarah, maksudnya saya ajar teori pagi-pagi dan siangnya langsung praktek di dalam ensemble jadi fungsi masing-masing instrumen juga diketahui, jadi bukan asal main saja, jadi bersosialisai di dalam band itu juga penting, jadi tanggapannya musisi-musisi ini juga sangat positif.
WJ : Menurut Mbak Deviana bagaimana kondisi musisi-musisi Indonesia sekarang ?
D : Ini menurut saya pribadi ya, kalau khususnya musisi jazz, susah sih saya bilang musisi jazz, susah ya saya bilang musisi jazz, karena yang namanya musisi belum ada di Indonesia.
WJ : Mungkin yang dimaksud “real musician” ?
D : Musisi itu kan seperti kalau seseorang sudah mencapai tingkat dokter atau kalau sarjana hukum itu sudah jadi pengacara.
WJ : Atau mungkin banyak “player” saja ?
D : Ya, player atau pemain musik banyak.
WJ : Bagaimana ide awal Jakarta Open Jazz (JOJ) ?
D : Ide awalnya saya ingin mengadakan sesuatu yang lebih berunsur pendidikan, jadi pertunjukan-pertunjukan yang di JOJ itu lebih bersifat memberi contoh, terus memberi workshop dan seminar, jadi anak-anak yang mengikuti workshop dalam JOJ ini juga mendapat pengetahuan.
WJ : Dengan mendatangkan musisi-musisi jazz dunia dari luar negeri seperti Carrola Grey, Fionna Burneet dan Karoline Hoefler yang kebetulan wanita semua, apa ada maksud untuk menunjukkan sesuatu karena disini jarang sekali wanita yang bermain jazz ?
D : Maksud tertentu sih tidak ada, ini Cuma karena kebetulan mereka yang pada bulan januari ini punya waktu , teman-teman saya yang lain ini kebetulan bulan Januari, Februari, Maret mengikuti International Jazz Festival di manca negara dan Karolin dan Carola ini baru selesai dengan festival bersama Fionna , jadi pas kebetulan bulan Januari ini mereka masih kosong, jadi Februari sampai Juli sudah mulai lagi mereka tour dan mengajar, jadi kebetulan saja mereka yang datang semua perempuan.
WJ : Lalu bagaimana tanggapan masyarakat atau audience dan para musisi ini mengenai JOJ ?
D : Tanggapannya sangat positif, sangat bagus, jadi animonya sangat banyak dan positif dan ternyata semakin banyak peserta.
WJ : Rencana untuk membuat semacam pendidikan formal untuk musik jazz, mungkin sesuatu yang baru disini, apakah mendapat dukungan atau semacam sponsor ?
D : Dukungan kami dapat, Akademi ini rencana akan didirikan bulan Oktober tahun ini juga, mulai Februari ini ada sekolah persiapannya untuk menuju ke ujian masuk akademinya.
WJ : Itu akan menjadi pendidikan yang benar-benar formal, tidak semacam kursus saja ?
D : Jadi ini tingkat bachelor.
WJ : Membuat pendidikan adalah semacam membuat suatu produk ytang tentunya membutuhkan pemasaran, apakah sudah dipersiapkan sesuatu ntuk memasarkan atau menyalurkan sumber daya-sumber daya manusia yang lulus dan dihasilkan oleh Akademi ini ?
D : O ya, jadi begini , lulusan akademi musik itu misalnya dari dari Akademi Jazz dan Kontemporari musiknya, mereka bisa jadi jurnalis musik, bisa jadi produser rekaman yang canggih, jadi pengajar, performer yang baik dan macam-macam di bidang musik. Dan saya lihat di Indonesia , dunia komesialnya musik luas sekali , mereka-mereka ini tinggal pilih mau kemana.
WJ : Jadi nanti ada beberapa jurusan ?
D : Kalau jurusan kan yang dimaksud apakah piano, saxophone dan lain-lain, Jadi lulusannya ada dua jadi pedagog (pengajar) musik atau performer, tapi itu hanya judul, materi yang didapat sih sama, hanya pengarahannya yang lain.
WJ : Ada tidak rencana untuk membuat semacam perusahaan rekaman atau label untuk menampung musisi atau para lulusan yang menonjol dan layak diorbitkan ke publik ?
D : O iya, labelnya sebenarnya sudah ada namanya Daya sesuai dengan nama perusahaan dan yayasan kami disini Yayasan Bina Budaya, jadi akan kita khususkan juga untuk anak-anak yang workshop atau sekolah disini. Kami juga ada rencana merekam suatu kompilasi dari beberpa pelajar-pelajar ini . Ngomong-ngomong saya ada rencana untuk tour ke Jogja nanti pada bulan Agustus.
WJ : Ini sudah pasti atau baru rencana ?
D : Dari kita sih sudah pasti, tinggal tunggu peluncuran dananya, kalau sudah turun sih saya, Karolin dan Carola dengan beberapa anak disini akan ke Jogja setelah ke Bandung, untuk memberikan workshop dan mengajak pemain-pemain dari Jogja untuk pentas bersama.
WJ : Saya dengar ada rencana untuk membuat rekaman trio bersama Karolin Hoefler dan Carola Grey , ini apakah akan segera terealisasi ?
D : Ya betul, realisasinya nanti bulan Agustus, karena rencana bulan Agustus akan ada Indonesia Open Jazz (IOJ).
WJ : Ini apakah kelanjutan dari JOJ dan perbedaannya apakah nanti even ini lebih luas karena namanya Indonesia Open Jazz ?
D : Begitulah, karena saya ingin mengajak orang-orang dari daerah untuk bersama kita. Kita akan tour juga ke daerah setelah di Jakarta, kita akan ke Bandung, Jogja, Bali dan setelah itu ke Manado. Kalau bicara soal Jogja, saya ingin gabung dengan gamelan disana, dengan pemain-pemain musik disana, jadi latihan sama-sama, atau saya kirim partiturnya dari sini, jadi begitu datang kita bisa latihan bareng dan malamnya semoga kita bisa main di depan Candi Prambanan.
WJ : Bicara mengenai gamelan, sudah banyak musisi yang mencoba menggabungkan jazz dengan musik etnis seperti musik gamelan, apakah memang diperlukan suatu penggabungan jazz dan musik setempat (gamelan) supaya mengkin lebih mudah diterima oleh masyarakat disini ?
D : Ya betul, tapi mungkin konsep kami agak berbeda, sekarang saya lebih mengutamakan kalau soal itu, lagu-lagu daerahnya dulu diaransir ke jazz, jadi orang yang biasa dengar lagu-lagu daerah seperti “gundul-gundul pacul” akan mendengarkan dengan dengan warna baru.
WJ : Apa rencana jangka panjangnya setelah IOJ ini ?
D : Wah macam-macam, kita mulai dari yang kecil dulu semacam JOJ kemari, dan di Jakarta kita adakan setiap minggu, Sunday Improv, ini juga ada beberapa orang dari Jogja sudah sering mengikuti, seperti Agung, Septa dan Doni, semoga lebih banyak lagi pemain-pemain dari Jogja dan daerah yang datang kesini, biaya akan kami tanggung dan bisa main sebulan juga disini, jadi memang program ini tidak untuk anak-anak Jakarta saja, tapi rencananya di pulau Jawa dulu berkembangnya.
WJ : Banyak sekali musisi jazz mancanegara yang tertarik untuk ke Indonesia dan mungkin mempelajari juga budaya kita, ada nggak semacam dukungan untuk menjalin hubungan antara musisi-musisi jazz Indonesia dan musisi jazz manca negara, sehinnga mereka bisa saling mengenal dan berinteraksi ?
D : Itu sudah ada di dalam program kami disini dan karena kebetulan oleh karena saya lama tinggal di sana, saya banyak sekali teman-teman dari Amerika dan Eropa, saya sudah bilang kepada mereka sebelum saya pulang ke Indonesia bahwa siap-siap saja sewaktu-sewaktu kalau saya sudah mendirikan sesuatu disini , siap-siap saya undang, baik sebagi pengajar atau performer dan juga untuk mengenal budaya kita disini, oleh sebab itu kan saya mengadakan tour, kalau mereka ikut mereka bisa melihat bukan hanya Jakarta saja, karena Indonesia besar sekali .
WJ : Terima kasih Mbak Deviana dan semoga sukses dengan rencana-rencananya ?
D : Terima kasih juga, dan saya ada himbauan bagi musisi-musisi untuk bekerja sama dan mendukung untuk memajukan musik khususnya jazz dan budaya di Indonesia.