WAWANCARA DENGAN RICHARD NILES
Richard Niles merupakan gitaris jazz yang banyak berada dibelakang nama-nama besar dalam industri rekaman musik, terutama Pop. West Life dan Cat Stevens merupakan artis top yang pernah digarapnya dan masih banyak lagi. Ia belajar di Berklee College of Music. Putra pasangan Tony Romano dan Pat Silver Lasky ini lahir di Hollywood, 28 Mei 1951 dan saat ini tinggal di London, Inggris. Dua album telah dirilisnya Kami berbincang-bincang dengannya via email beberapa waktu lalu. Berikut ini petikannya:
WartaJazz (WJ) : Bisa cerita sedikit mengenai latar belakang anda?
Richard Niles (RN): Ayah saya adalah Tony Romano, seorang penyanyi, gitaris, penulis lagu, arranger sekaligus aktor yang telah banyak bekerjasama dengan nama-nama besar dalam industri musik abad 20 seperti Cole Porter, Harry Warren, Ray Heindorf, David Rose, Bob Hope, Frank Sinatra, Ann Sheridan, Errol Flynn, Stan Getz dan Dizzy Gillespie. Duetnya bersama Joe Venuti is baru-baru ini dirilis kembali oleh Nucool Records dalam ‘Just A Memory’, dan tersedia dipasar internasional.
Ibu saya Barbara juga pernah menjadi aktris dan menulis buku, film dan sempat bermain pula dengan nama Pat Silver Lasky saat ia bekerjasama dengan suami keduanya Jesse Lasky Jr. Saya sangat dekat dengan ayah tiri saya yang telah menulis lebih dari 60 film. 8 diantara untuk De Mille termasuk The Ten Commandments dan banyak buku, dan puisi. Ketiga memberikan banyak pengaruh terhadap proses kreatif saya terutama dalam memberikan penghargaan untuk lirik, bahasa puisi dan nilai dari sebuah kerja keras dan lain-lain.
(WJ) : Kapan anda mulai bermain jazz?
(RN) : Saya rasa [mungkin] saat pertama kali mendengar ayah memainkan gitar ketika saya masih dalam kandungan Ibu. Sayangnya karena perceraian saya tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk belajar sampai saya akhirnya masuk ke Berklee College of Music tahun 1971 dimana kemudian saya belajar dengan Gary Burton, Michael Gibbs, Pat Metheny dan Herb Pomeroy..
(WJ) : Apakah anda juga mendapatkan pengaruh dari beberapa musisi yang ada, siapa saja?
(RN) : Saya marasa beruntung karena telah diperkenalkan ayah saya pada lagu-lagu populer dan terbaik dalam jazz. Tumbuh dalam era 60-an juga terekspos oleh spirit yang dibawa musik pop 60-an. Sulit rasanya untuk menuliskan tapi sebutlah Miles Davis, Duke Ellington, Bill Evans, Jim Hall, Wes Montgomery, Jimi Hendrix, James Brown, Bob Dylan dan semua guru-guru saya Gary Burton, Michael Gibbs, Pat Metheny dan Herb Pomeroy. Tentu tidak lupa ayah dan paman saya, pianis Nick Romano yang memberikan pengaruh musikal yang kuat.
(WJ) : Apa album dan artis kesukaan anda?
(RN) : Jika saya disuruh memilih SATU album, maka itu adalah Bill Evans & Jim Hall “Intermodulation” (Verve). Sangat intim, sebuah komunikasi yang total dari dua orang jenius.
(WJ) : Album kedua anda, Santa Rita. Bagaimana tanggapan para pendengar terutama dari segi apresiasi dan penjualan?
(RN) : Santa Rita dirilis oleh Black Box Records dan saya telah diberikan jaminan untuk promosi dan penjualan. Namun [sayang] hal ini tidak dipenuhi oleh perusahaan tersebut. Hal ini pula yang menjelaskan mengapai saya merilis album kedua lewat label milik saya sendiri, Nucool Records. Saya merasa senang karena album tersebut dihargai oleh mereka yang berkesempatan mendengarkannya.
(WJ) : Bisa dijelaskan lebih lanjut mengenai proses dari album tersebut. Apa ide yang ingin disampaikan?
(RN) : Secara singkat, Club Deranged merupakan lanjutan dari ketertarikan saya dalam berbagai bidang musik yang spesifik. Ketika seorang artis membuat sebuah album, rahasianya adalah mengetahui apa yang harus dilontarkan. Apa yang anda putuskan untuk dimasukkan menjadi apa yang sebaiknya dibuang – ya kurang lebih seperti ukiran – anda akan membuang bagian-bagian yang anda rasa tidak perlu.
Saya secara alami memiliki ketertarikan pada alam, namun juga ingin mengajak pendengar ke dalam musik sebagai jalan kenikmatan. Komposisi merupakan fokus saya. Sementara proses aransemen, produksi, penambahan musisi dan permainan gitar dimaksudkan agar musik tersebut hidup. Saya berharap masyarakat akan mendengarkan musiknya dan mengerti bahasa yang disampaikan.
(WJ) : Bagaimana anda bisa menjadi Music Director dan Arranger untuk bintang pop idola macam CAT STEVENS, DAVID ESSEX dan LEO SAYER?
(RN) : Pekerjaan pertama saya adalah menjadi seorang arranger dan produser untuk para pencipta lagu di EMI Music tahun 1976. Salah satu musisi yang diaransir albumnya dan merupakan proyek besar kala itu adalah Cat Stevens yang memproduksi dobel-album yang ciptakan oleh saudaranya bertitel “ALPHA-OMEGA” (United Artists). Karena ia sangat sibuk, saya diminta membantu. Saya kemudian kembali bekerjasama dengan Cat Stevens’ diCD terakhirnya “Back To The Earth”. Saya banyak belajar dari Cat Stevens mengenai cara mencipta lagu, penampilan dan produksi rekaman diawal karir. Mulai dari situlah saya kemudian diajak menjadi ‘musical director’ untuk acara serial di TV untk David Essex dan Leo Sayer yang disusul banyak album rekaman.
(WJ) : Kami melihat hubungan dan kerjasama anda dengan musisi lain seperti Danny Gottlieb, Nelson Rangell, Chris Hunter, Pat Metheny, Randy Crawford dan banyak lagi. Apakah anda berpikir bahwa sebagai musisi proses itu merupakan langkah yang penting dalam karir?
(RN) : Jika anda pintar, anda akan belajar dari setiap orang yang anda ajak kerjasama. dan saya pikir cukup adil untuk mengatakan bahwa mereka juga banyak mengambil pelajaran dari saya. Dalam tugas sebagai produser/aranjer saya berusaha untuk mempersembahkan karya terbaik dari si artis. Tentu si artis sendiri tidak akan mempertanyakan dan mempercayai saya untuk menggubah karya mereka jika mereka tidak menghargai pendapat saya. Dan sebagai karir, tentu saja orang mempercayai saya untuk bekerjasama karena melihat hasil kerja saya dengan bintang yang lain. Dan ini yang membuat saya terus bekerja lebih giat lagi. Saya percaya bahwa ‘Success be gets success’ atau mengutip Bob Dylan, “There’s no success like failure, and failure’s no success at all”.
(WJ) : Grup West Life merupakan salah satu kelompok yang cukup sukses dalam segi penjualan baik CD ataupun kaset di Indonesia (lebih dari 1 juta kopi-red). Kami tahu bahwa anda adalah yang mengaransir singel terbaru untuk mereka. Tapi tentu kebanyakan orang disini tidak mengetahui, bagaimana anda melihat itu?
(RN) : Bekerja sebagai seorang aranjer, saya menerima aturan main yang telah ditentukan. Jika anda mendapatkan kredit – seperti yang terlihat dalam album West Life, meski bukan singel Mariah Carey – anda sudah mendapatkan kebaikan dari produser, dan (itu) bukan karena keharusan dari mereka atau label harus memberikan penghargaan. Karena apa, aranjer TIDAK mendapatkan royalti, jadi meski album tersebut menjadi HIT misalnya, saya hanya akan mendapatkan fee sebagai aranjer saja, yang mana hanya sebagian kecil dari bujet rekaman secara keseluruhan. Apa yang saya rasakan? Saya merasa gembira meciptakan karya dimana kredit dan royalti saya dijamin sehingga saya bisa berbagi dalam sukses sebuah rekaman.
(WJ) : Jadi, NUCOOL hanya memproduksi album anda atau nantinya juga akan mengundang musisi lain? Jika ya, apa proyek selanjutnya?
(RN) :Saat ini saya sedang menggarap beberapa artis. Kami juga merilis ulang sebuah album jazz klasik. Joe Venuti & Tony Romano “Never Before – Never Again”
(WJ) :Apa proyek anda selanjutnya?
(RN) :Saya sedang mempersiapkan album ke3 dan mencipta dan memproduksi album untuk sebuah Duo baru asal Inggris.
(WJ) : Ada pesan untuk para pecinta jazz di Indonesia?
(RN) :Anda bisa mengunjungi situs saya di https://richardniles.com/ selain itu anda juga bisa membeli album saya. Terima kasih. .