News

DARI INDONESIA OPEN JAZZ 2003: DENGAN PERDAMAIAN

Kali ini merupakan hajatan yang keempat kalinya Indonesia Open Jazz digelar. Rangkaian acara yang berlangsung dari 16 Agustus 2003 sampai 22 Agustus 2003 ini diselenggarakan oleh Institut Musik Daya (IMD) yang masih secara konsisten untuk memberikan sajian dan menyelenggarakan pendidikan musik jazz di Indonesia umumnya secara formal. Ada beberapa agenda berkaitan dengan penyelenggaraan IOJ 2003, antara lain Workshop di IMD untuk kompetisi band, Workshop Jazz Improvisasi di IMD bersama Joe Rosenberg (sopran sax) dan Peter Scherr (double bass), Band Competition di Klub 45 dan acara penutup rangkaian IOJ 2003 sekaligus puncak adalah pementasan bersama di Kafe Taman Semanggi tanggal 22 Agustus 2003 kemarin.

Kita mengikuti mereka sejak acara band competition yang diselenggarakan di Klub 45 pada tanggal 20 Agustus 2003 yang terdiri dari 5 peserta yang merupakan hasil saringan dari peserta lain yang sebelumnya telah mengirim sample rekaman penampilan mereka. Hal ini merupakan kebijaksanaan panitia untuk secara teknis dapat dikerjakan lebih efisien. Kalau kita lihat mereka semua memang masing berusia muda dan masing-masing pemain belum pernah menjadi musisi professional. Kelompok yang masuk ke dalam babak penyisihan adalah New Rabbit Band, Michelle Band, Alright Band ketiga-tiganya dari Yogyakarta, I Lu Fa Band dari Tegal dan Jazzyphonic dari Jakarta. Rata-rata dari mereka mencoba untuk menunjukan kemampuannya dalam menghandle komposisi standard musik jazz, dengan caranya masing-masing tentunya. Jazzyphonic tampil percaya diri meskipun mereka masih manjadi pelajar SMU dan hasilnya pun menjadi juara kedua. Tegal, salah satu kota di Jawa Tengah yang jarang dilirik oleh industri musik jazz pun ada yang mewakilinya. Kemudian dari Yogyakarta yang sekarang ini sebagian anak-anak mudanya yang ngeband sedang getol belajar musik jazz secara intens. Hal tersebut ditunjukan dengan 3 band yang masuk berasal dari Yogyakarta. Salah satunya yang bernama Alright Band berhasil meraih juara pertama. Kelompok ini mulai menggarap beberapa aransemen komposisi standard yang dimainkan sesuai dengan jiwa mereka, sebagai anak muda yang haus akan tantangan. Meskipun hal ini sering menjadi jebakan dalam menggarap sebuah komposisi supaya lebih matang dan dinamis. Mereka semua mempunyai bakat dan potensi yang jika digosok dan belajar lagi akan menghasilkan kemampuan yang tangguh

Alright Band selaku juara I pun berhak untuk tampil dalam acara puncak IOJ 2003 di KTS. Dalam acara tersebut tampil Marching Band Madah Bahana UI, pemenang II kompetisi band IOJF, IMD students band, Imel and Friends, Marusya Nainggolan Ensemble, Deviana Daudsjah, Aksan Syuman, Daya Big Band & Daya Swara, Margie Segers, I Gede Kompyang Raka serta bintang tamu dari Perancis Martial Dubois, serta dari AS Joe Rosenberg dan Peter Scherr. Dibuka dengan penampilan sebuah Marching Band dari UI dan kelompok Jazzyphonic. Alright Band sendiri tampil sepertinya kondisinya kurang prima kalau dibandingkan ketika mereka tampil dalam acara kompetisi IOJ entah masalah intern atau ekstern. Mereka menampilkan ‘My Funny Valentine’, ‘Oleo’ dan ‘Chicken’ dengan gaya fusion yang popular meskipun masing-masing personilnya diberi kesempatan untuk tampil solo. Giliran berikutnya adalah 2 kelompok band dari mahasiswa dari IMD. Secara aransemen mereka cukup baik, kemampuan masing-masing personil juga sudah beranjak ke tingkat yang lebih baik lagi dibandingkan dengan penampilan mereka di tahun lalu dalam acara yang sama. Mereka menampilkan tembang-tembang seperti ‘Well You Needn’t’, ‘If I Were A Bell’ atau pun ‘The Lady Is A Trump’.

Baru setelah naiknya Marusya Nainggolan bersama ensemblenya ke panggung menjadi tontonan yang menarik dan menantang. Kali dia dibantu oleh Toto, Arnanto, Pongky, Yasir Syam (gitar), Ramadhani (perkusi), Lia (marimba), Arif (akustik bass), Adi (elektrik bass), I Gede Kompyang Raka (perkusi) dan Marusya sendiri bermain piano. Mereka membawakan 2 komposisi yang berjudul ‘Bulan, Bintang, Matahari’ dan ‘Dialog Dalam Musik’. Seperti penampilan Marusya pada tahun lalu di IOJ 2002 di Ancol, dia masih membawakan semangat yang sama. Gaya yang mereka tampilkan cukup multidisipliner. Paduan aksen klasik, avant garde, jazz, musik tradisional digarap dengan unik oleh mereka. Setelah penonton dihibur dengan penampilan Marusya yang “serius” itu, seorang perempuan yang menggarap soundtrack sinetron yang berjudul “Strawberry” ternyata juga cukup piawai dalam bermain piano dan bernyanyi memainkan komposisi-komposisi standard yang dikemasnya dengan manis dan cantik. Dia adalah Imel. Cewek dari Bandung ini sekarang memang sedang naik daun di kalangan pecinta musik jazz di negeri ini. Ada 5 nomor dibawakan Imel seperti ‘Bluesette’, ‘Whisper Not’, sampai ditutup dengan ‘Take The A Train’. Dalam waktu-waktu ini pun dia sedang menggarap album jazz yang rencananya akan dikeluarkan pada akhir tahun nanti. Barangkali juga pengaruh meroketnya para penyanyi dan pianis jazz perempuan berkelas internasional seperti Diana Krall, Norah Jones atau dulu ada Diane Schuur sedikit banyak ada di kalangan musisi dari Indonesia. Hal yang sama juga mereka berkarakter mellow sound.

Kalau tadi para mahasiswa IMD, sekarang para dosennya yang naik panggung. Band yang dipimpin oleh Deviana ini seperti biasanya juga mencoba untuk mensosialisasikan musik jazz secara benar melalui pendekatan “pengeswingan” beberapa lagu tradisional Indonesia, selain juga membawakan nomor-nomor standard. Kemudian penonton dikagetkan dengan penampilan Joe Rosenberg Trio yang barangkali tidak terduga sebelumnya musik yang akan mereka mainkan. Rosenberg bermain soprano saxophone, Peter Scherr (bass) dan Aksan Syuman (drum). Mereka bermain lebih dekat ke semacam free improvisasi atau sekurang-kurangnya mereka dengan gaya free jazz. Kelompok trio ini yang menonjol adalah permainan bass dari Scherr di mana dengan kekuatan dan bermain dalam hitungan tempo yang rumit jika diikuti secara standar menjadi landasan permainan mereka. Suara soprano saxophonenya Rosenberg sendiri masih lebih terkesan terang. Di sini memang struktur komposisi terlihat samar, hanya menonjol dalam memainkan warna dan nuansa musik yang mereka lakukan. Namun sebenarnya, menurut penulis, justru penampilan mereka pada malam tersebut adalah yang paling menarik. Acara ditutup dengan penampilan Daya Big Band & Daya Suara.

Pada penyelenggaraan yang sudah menginjak tahun keempat ini, IOJ tetap konsisten dalam membawa misinya sebagai fasilitator dan educator para mahasiswa dan masyarakat dalam memperkenalkan musik jazz. Di luar masalah “klasik” di dunia panggung Indonesia yang pada umumnya masalah-masalah hambatan teknis seperti sound system, keterlambatan acara dan yang lain-lain rasanya tidak sesuatu yang berarti yang mengganggu jalannya acara ini. Tahun kemarin yang rasanya sepi-sepi saja ditambah dengan hujan lagi, kali ini sangat terbantu dengan ramainya suasana di Kafe Taman Semanggi dan cerahnya langit membuat acara IOJ tahun ini lebih semarak. Rasa takut seperti ketika beberapa minggu lalu saat terjadi ledakan bom di JW Marriott rasanya agak berkurang. Seperti pesan dari Marusya dengan ‘Bulan, Bintang, Matahari’ yang tidak pernah konflik, katanya. Mereka berjalan dalam garis edar masing-masing. Tentunya sampai waktu dikendaki lain.

Ceto Mundiarso

Pencinta buku yang banyak menelisik filosofi. Pernah menghadiri Konferensi Ekonomi Kreatif di Inggris. Merupakan bagian penting pada riset di WartaJazz

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker