News

KINI HADIR: D’JAZZ, ALTERNATIF BARU BAGI PECINTA JAZZ DI JAKARTA

D’jazz sepertinya dapat memberikan alternatif bagi pencita jazz ibukota melepas dahaganya. Seperti pada acara re-launch mereka kemarin, sabtu 24 Januari 2004, D’jazz menampilkan konser Mus Mujiono yang diiringi oleh Harry Toledo & Friends, home band café tersebut.

Urutan acara sudah dimuat menarik. Home band tampil mengawali acara di pukul 8. Pengunjung yang baru datang atau singgah sebentar sebenarnya dapat langsung merasakan atmosfer jazz di café itu. Grup yang terdiri dari “Fat” Harry Toledo pada elektrik bass, Agus (drums), Imam (akustik piano), Utok (elektrik guitar) serta menampilkan vokal Tompi menawarkan lagu-lagu jazz standar yang diaransemen up-beat . Namun, pengunjung malam itu terlihat belum tertular oleh hangatnya penampilan dr tompy – Fat Harry & The Crew yang mengakhiri sesi pertama dengan Spain yang intronya dimulai dengan lagu dangdut Sharmila.

Jeda satu jam kemudian, Mus Mujiono telah siap memulai konsernya di panggung yang dirancang sangat tidak berjarak dengan penonton. Sesi kedua ini sejatinya dapat menjadi bagian yang menarik dan mendekatkan penonton dengan musisi yang akan tampil.. Sesi ini diisi dengan lontaran tanya jawab host D’jazz seputar karir Mus Mujiono dan dedikasinya pada musik Indonesia. Sayangnya kembali penonton kurang merespon interview yang dilakukan di panggung dekat mereka itu.

Atensi penonton baru terlihat meningkat ketika musik mulai dimainkan. Repertoar dari album-album George Benson menjadi menu utama selain beberapa lagu dari album Mus Mujiono sendiri. Sebut saja, This Masquerade, In Your Eyes, On Broadway, Beyond The Sea yang menghiasi acara malam itu. Scat yang dilantunkan Mus sambil memainkan gitarnya benar-benar mengingatkan kita pada Benson. Meski begitu, respon penonton lebih banyak dijala ketika Ia mengantarkan lagu-lagu dari albumnya sendiri. Terlihat ketika dua karya Oddie Agam, Tanda-Tanda dan Arti Kehidupan, serta Suara Hati yang merupakan lagu ciptaan Mus sendiri dilantunkan, lebih banyak penonton yang memberikan tepuk applausnya daripada ketika membawakan lagu cover. Makna nostalgia mungkin menyelimuti D’jazz malam itu.

Penampilan Mus Mujiono yang berusaha komunikatif menjadi nilai plus baginya, meski di pertengahan acara Ia tidak siap melayani dua permintaan lagu dari penonton. Mus selalu menyebutkan judul lagu yang akan dimainkan dan juga berusaha menyapa penonton di depannya. Tapi sayang umpan balik yang didapatkannya kurang memuaskan. Penonton hanya bertepuk setiap habis lagu dimainkan, tapi tidak menyemangati permainan musisi dihadapannya. Seperti ketika komposisi instrumental Sunflower dimainkan, dimana seksi piano dan bass masing-masing mendapat jatah improvisasi, penonton hanya memberikan tepuk secukupnya. Kejadian ini kembali berulang ketika Mus Mujiono menampilkan satu komposisi karya Harry, Sonyol. Lagu yang didominasi dentuman bass itu pun ternyata tidak berhasil menggerakkan penonton. Profesionalitas penampil diuji dan ternyata kondisi itu tidak menyurukan mereka saling bercerita dengan instrumennya masing-masing sampai akhir pertunjukan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker