KETIKA BUDJANA & ARIEF BERCANDA, NGOPI DAN NGEJEZZ
Kolaborasi gitaris Dewa Budjana dengan Progresive Jazz Quartet di Java Mocha Coffee House, Deltasari, Sidoarjo, Senin (16/2) malam, cukup memikat. Penonton tak hanya menyaksikan kebolehan para musisi, tapi menikmati senda gurau sepanjang konser.
Joel Ahmad, vokalis asal Peneleh, Surabaya, bak pelawak yang tak bosan-bosannya mengocok perut 200-an pencinta jazz. Celetukan-celetukan khas Suraboyoan meluncur mulus dari bibirnya. “Gapleki Budjana iki. Maine wuapiik tenan,” ujar Joel yang nama aslinya Arif Zulkarnaen. “Penonton, mohon maaf atas kelakuan anak ini,” balas Dewa Budjana disambut tawa riuh penonton. Seperti konser jazz umumnya, para pemain berlagak seolah-olah belum tahu komposisi apa yang bakal dibawakan.
Bintang Indrianto (bas) dibiarkan membetot basnya, disambut pukulan drum sekenanya Gerry Herb. Lalu, meluncurlah ‘Nasi Goreng Seafood’ komposisi karya Arief Setiadi (saksofon). Ketiga instrumentalis ini (Arief, Bintang, dan Gerry) saling mengisi dan ‘menggoda’ lewat teknik instrumen mereka masing-masing. Disusul kemudian Crazy Little Thing yang rancak dan sarat improvisasi.
Dewa Budjana, yang juga gitaris Gigi, tiba-tiba nyelonong ke panggung. Basa-basi dan becanda sebentar dengan Joel, band ini memainkan dua komposisi berturut-turut karya Budjana, yakni ‘Yang Terindah’ dan ‘Lalulintas’. “Yang Terindah itu saya ciptakan ketika membayangkan seorang wanita. Dia yang memberikan inspirasi,” jelas Budjana menjawab pertanyaan seorang penonton.
Sementara ‘Lalulintas’, lanjut Budjana, menggambarkan lalulintas Surabaya-Jakarta yang tidak karuan. Ketika itu, awal 1990-an, Budjana (yang SMP dan SMA di Surabaya) harus hijrah ke Jakarta untuk mengembangkan karier musik. Lalulintas begitu semrawut, namun justru
saat itulah muncul inspirasi untuk membuat komposisi tersebut. Direkam pada 1997 di album pertama Budjana, komposisi ini sengaja dibuat nyeleneh. Gitarnya bertempo sangat cepat, drum malah lambat, bas pun tidak serasi. “Makanya, Gerry tadi banyak salahnya. Bintang juga begitu,” ujar Budjana disambut tawa renyah hadirin.
Joel, vokalis yang banyak nganggur, didaulat Arief Setiadi untuk menyanyi Lady Valentine, nomor yang pas dengan suasana Valentine Day yang baru saja berlalu. “Ternyata, si Joel ini bisa nyanyi juga. Kirain cuma bisa ngelawak saja,” tukas Sofie dari Java Mocha, yang
malam itu tampil sebagai em-si dadakan.
Saat interlude, empat pemusik bergantian tampil solo, Joel malah merokok di pinggir panggung dan bercanda dengan penonton. Tapi, ketika saatnya harus menyanyi, Joel menunjukkan kebolehannya sebagai vokalis jazz yang cukup tangguh. Improvisasi dan jazz feeling Joel sudah tak perlu diragukan lagi.
Masih dalam suasana santai, tapi tetap serius, Budjana dan kawan-kawan menuntaskan dua komposisi instrumental, Travel dan Chromatic. Konser ditutup dengan Nothing Gonna Changes My Love, nomor smooth jazz yang dipopulerkan oleh George Benson. Penonton bernyanyi bersama Joel Ahmad dalam tempo yang santai. “Suasananya enak sekali. Jazz itu ya, begini ini: pemain dan penonton nggak ada jarak. Ini yang jarang kita temukan di Jawa Timur akhir-akhir ini,” ujar Rudy, pencinta jazz asal Surabaya.
Lody Maringka, ketua panitia, mengaku cukup puas dengan respons penonton dan kualitas Budjana dan Progressive Jazz Quartet. Melihat animo penonton, pihak Java Mocha berencana menggelar konser jazz secara teratur di Deltasari. “April nanti Pemilu, tapi mudah-mudahan kita bisa diizinkan menggelar jazz,” tukas Maringka.
Selasa (17/2) malam, Budjana dan kawan-kawan kembali ‘berulah’ di Hotel Santika Jl Pandegiling Surabaya.