News

CANIZZARO: REINKARNASI UNTUK MELEBUR PASAR

Album Canizzaro kedua telah rilis. Reinkarnasi titelnya. Album yang resmi di-launcing Rabu lalu (11/02) di Salsa Café, Kemang – Jakarta, bak penjelmaan kembali grup ini setelah melepas dua personelnya. Nama drummer Dadi Sufyadi dan bassist Aditya Pratama tidak lagi ditemui di album ini. Sebagai gantinya, dihadirkan Aldy dan Eka Dewanto serta tampil kemukanya gitaris/vokalis Mus Mujiono.

Aldy adalah drummer senior yang telah lama tidak muncul dalam bilantika rekaman musik Indonesia. Aktivitas drummer ini belakangan lebih banyak berkecimpung di musik gospel. Sebut saja, ketergabungannya dengan Indonesia Gospel Musician yang telah merilis beberapa album jazz-gospel. Ia juga terlibat dalam album instrumental Song for Moses yang melibatkan saxophonist tamu Budi Winarto. Entah apa yang membuat Aldy comeback dan mau bergabung dengan Canizzaro. Yang pasti, kita dapat bernostalgia menyimak permainan drumnya, seperti telah terekam pada album-album artis hasil kerja kelompok Funk Section era Christ Kayhatu serta di album Biting dan album keempat Karimata.

Lain halnya Eka Dewanto. Bassist yang juga orang kantoran ini sudah lama membantu Canizzaro. Sebelum Aditya masuk memperkuat grup ini di album pertama, Eka sudah sering nge-jam session bareng Derry Iskandar (Keyboard), Totong Wisaksono (Gitar) dan Aden Bachri Jr (saxophone) – para personil inti Canizzaro. Maka tentulah ia sudah mengenal ciri permainan dan lagu-lagu mereka.

Selain nama Aldy dan Eka, Canizzaro juga menghadirkan nama Mus Mujiono, gitaris sekaligus vokalis yang telah banyak melepas hit dari solo-solo albumnya (ingat kan, lagu Tanda Tanda atau Arti Kehidupan yang ngetop dipertengahan 80an?). Mus yang di album Canizzaro, Untuk Selamanya (2002) sudah membantu di balik layar studio rekaman, di album ini lebih tampil maju kemuka. Alasannya hanya satu. Ia ingin melepaskan kerinduannya bermain dalam formasi grup. Memang jika mengurut kebelakang, Mus Mujiono juga besar namanya bersama grup-grup seperti De Hands (merilis 4 album dengan salah satu hit Hallo Sayang), lalu ada Jakarta Power Band (superhitnya a.l. Pesimis dan Acuh yang ada di album pertama mereka, Lukisan Cinta) dan tentu keterlibatnnya bersama Funk Section. Pengalaman bersama banyak grup itulah yang dibaginya bersama Canizzaro. Selain menyayat gitar elektrik dan sumbang suara, sentuhan Mus pun dapat kita dengar pada hasil sound dan mixing album ini.

Pergantian personel nyatanya berimplikasi juga pada perubahan warna musik Canizzaro. Memang ada benang merah yang mereka pertahankan, yaitu musik-musik era LMC 80an, yaitu lagu ber-basic pop dengan dibalur aroma fusi dari berbagai jenis musik. Jika pada album pertama Canizzaro lebih banyak bermain di area fusion, pop jazzy, sedikir R&B, dan latin jazz – Di album keduanya ini mereka juga masuk ke dalam wilayah musik funk, samba, dan sedikit memasukkan unsur disko pada beberapa lagu. Diakui mereka, musik Canizzaro kali ini ter-influence oleh style permainan musik brass (tiup) ala Chicago, Tower of Power, atau Blood Sweat & Tears yang diolah dengan sound masa kini. Efek brass didapat dari permainan saxophone Aden dan diperlebar oleh keyboards Derry. Kesan penuh juga diisi oleh Mus dan personel yang lain. Untuk mempertegas konsep itu, Canizzaro menghadirkan beberapa penyanyi tangguh,Trie Utami. Vokalis Krakatau ini menyumbang suara bening bertenaganya di satu lagu. Lalu ada Dewi Rae, Rani Noor, dan Samsara membantu di backing Vocal. Tercatat juga nama Tito Sumarsono yang menyumbang dua karyanya di album ini, ditambah Uce Hariono, yang mengisi drum di satu lagu. Maka lengkaplah reinkarnasi yang ingin dilakukan Canizzaro untuk membangkitkan kembali musik lama dengan spirit baru.

Album Reinkarnasi yang berisi 10 lagu dibuka dengan single andalan mereka. Lagu berjudul Seperti Dulu dibawakan bergiliran oleh Mus, Trie Utami, dan Aden. Lagu yang video klip nya digarap colorful oleh Rizal Mantovani ini adalah lagu yang paling kental membawa misi perubahan warna musik Canizzaro. Coba saja simak keriangan yang dibangun oleh nada-nada pendek keyboards ketika mengisi jeda sebelum masuknya vokal. Menarik. Penulis sepintas membayangkan bagaimana jika seksi ini diisi oleh instrumen brass asli; trombone dan trumpet. Setidaknya ini sudah pernah dicoba oleh Mus Mujiono bersama Jakarta Power Band dan di solo album Yang Pertama. Mungkin penambahan tadi akan membuat lagu ini lebih penuh dan lebar lagi.

Penampilan Trie Utami dan ketiga penyanyi vokal latar memberikan kesegaran dan menghilangkan kesan monoton dari lagu-lagu bervokal lainnya. Coba saja simak lagu Tobasa (singkatan dari ToBa Samosir), yang dicipta Aden dalam dua versi bahasa. Peran backing vocal terdengar berhasil menyelamatkan kesan manis irama samba di lagu itu. Harus diakui bahwa vokal Aden tidaklah se-membius tiupan saxophonenya. Seperti pada lagu Aku Cinta. Menurut penulis, lagu ciptaan Totong ini akan lebih kena jika beatnya diperlambat dan hanya diisi tiupan saxophone saja. Mungkin ini masalah selera, tapi kerinduan pada tiupan sax Aden, seperti di lagu Beautiful Eyes, akan terpenuhi. Melihat kemampuan Mus Mujiono olah suara, menjadi pertanyaan kenapa ia tidak mengambil porsi lebih dari pada hanya mengisi di satu lagu. Vokal khas dan scat ala George Benson Mus yang sempat ia keluarkan di pertengahan lagu Seperti Dulu tentunya dapat lebih banyak dipadu-dayakan dengan vokal lurus Aden. Bagaimana jika penggarapan harmonisasi vokal duet keduanya dijadikan PR untuk album Canizzaro berikut?

Dari kesepuluh lagu yang ada di album ini, disajikan juga 3 lagu instrumental. Jumlah yang lebih sedikit dibanding lima komposisi instrumental di album Untuk Selamanya. Diakui oleh mereka bahwa di album Reinkarnasi ini Canizzaro tidak berangkat dari tingkat idealis setinggi album pertama. Di album sebelumnya , tujuan para personel Canizzaro pada saat itu adalah bagaimana mereka dapat eksis di industri musik Indonesia. Lalu setelah belajar dari pengalaman dan hasil penjualan album, mereka mencoba mencari bagaimana (trend ) musik pop Indonesia yang sedang digemari agar musik mereka selanjutnya dapat lebih bersaing di pasar. Maka jadilah format album sekarang yang hanya menyisakan tiga lagu instrumental. Ketiga lagu itu beraroma fusion. Komposisi pertama berjudul Have a Nice Day mengedepankan duet keyboard dan saxophone. Lalu Take It, satu nomor yang dicipta Mus Mujiono dan memberikan porsi padanya melakukan improvisasi dengan gitar elektrik. Terakhir, satu lagu manis karangan dan sekaligus dimainkan oleh Totong menggunakan gitar akustiknya. Rasa saling kompromi diantara musisi pendukung album ini sangat terasa terdengar di ketiga lagu ini. Tidak terjadi tumpang tindih adu keahlian, khususnya pada seksi gitar. Hasilnya, sajian instrumental fusion yang ‘berkelas’.

Berbicara tentang promosi, album yang diproduksi oleh Artha Records dan untuk distribusinya ditangani oleh Sony Music Indonesia ini, Manajemen Canizzaro telah mengagendakan promo-tour yang dimulai akhir Februari 2004 di wilayah Jawa Barat. Tur tahap pertama ini digunakan juga untuk menyebar kuisioner dan menentukan second hit single mereka. Lalu direncanakan pula setelah Pemilu yang akan datang, Canizzaro menjalani promo-tour panjang. Mereka akan menyinggahi 36 kota di Jawa – Bali. Jadi jika Anda yang melewatkan acara launching album kemarin, dimana Canizzaro sempat menampilkan tiga komposisinya: Seperti Dulu, Take It, dan Bromo (komposisi dari album pertama), tidak ada salahnya segera mencari tahu kapan mereka singgah di kota Anda.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker