KONSER CHICAGO JAZZ QUARTET DI SURABAYA
DALAM dua tahun terakhir ini praktis tidak ada konser jazz yang ‘benar-benar jazz’ di Surabaya. Kalaupun ada, ya, sekadar ‘jazz-jazzan’, jazzy alias jazz semu. Maka, konser Chicago Jazz Quartet di kampus Untag Surabaya, Selasa (24/08/2004) malam, merupakan peristiwa penting bagi warga Surabaya penggemar jazz Chicago Jazz Quartet seakan-akan ingin memberi ‘pelajaran’, bahwa beginilah jazz sebenarnya. Tanpa banyak basa-basi, instrumen canggih, sound system menggelegar, jazz bisa disajikan ke hadapan khalayak. Dan penikmat jazz, yang kebanyakan mahasiswa/mahasiswi, puas. Gratis, tapi bisa menikmati sajian musik jazz kelas dunia.
Chicago Jazz Quartet terdiri dari Benjamin Lewis (piano), Matt Lewis (vokal, trompet), Lorin Cohen (bas), dan Michael Raynor (drum). Dimulai pukul 19.30 WIB, konser ini juga disaksikan beberapa orang penting Surabaya. Di antaranya, Bambang DH (wali kota), Takashi Aoki (konsul Jepang), Stefaan Vancolen (konsul Belgia), Carmelito J Sagrado (konsul Filipina), serta Philip Antweiller (konsul USA, sebagai penyelenggara).
Sekitar satu lusin komposisi dibawakan dengan apik oleh Chicago Jazz Quartet. This Can’t Be Love adalah nomor pembuka. Matt Lewis, meski suaranya standar saja, membawakan lagu ini dengan penuh perasaan. Feeling jazz sangat terasa. Ia juga mencoba bergaya seperti vokalis Negro yang selama ini lebih kental bau jazz-nya. Kemudian, Nature Boy yang lebih dinamis, hidup.
Komposisi lain yang dimainkan di Surabaya adalah Some Other Time, Blue in Green, Every Day I Have a Blues, serta Love is a Wonderful Thing, Smile. Seperti pe-jazz kawakan umumnya, Chicago Jazz Quartet membuat improvisasi yang bagus dan mengajak penonton larut dalam jazz.
Matt Lewis beberapa kali mengajak penonton melakukan scat singing, sehingga penonton terpingkal-pingkal. Vokalis ini juga piawai memainkan trumpetnya. Tapi, yang paling prima, saya kira, Cohen dengan bas betotnya. Berkali-kali basis ini mendapat aplaus meriah dari penonton.
Di ujung konser, Matt Lewis menyanyikan What a Wonderful World, nomor hits dari Louis Armstrong. Mula-mula Matt bernyanyi dalam gaya khasnya. Tapi, setelah improvisasi, vokalis tampan ini meniru mentah-mentah vokal Louis Armstrong yang serak dan berat itu. Persis! Tentu saja, Graha Wiyata Untag Surabaya di Lantai 9 itu riuh oleh tawa dan tepuk tangan penonton. Rupanya, Matt Lewis sadar betul bahwa sebelumnya penonton (kebanyakan pemula) itu disuguhi nomor-nomor yang kelewat berat–untuk ukuran Surabaya. Summer Time, yang juga tak asing lagi, menjadi nomor bonus alias encore untuk Surabaya. “Saya puas karena penonton di sini sangat menikmati sajian kami. Mudah-mudahan kami bisa kembali ke Surabaya,” kata Matt Lewis. Usai konser, semua penonton menyalami empat pemusik jazz USA ini dengan hangat. Terima kasih Chicago Jazz Quartet!
Ditemui usai pergelaran, Konsul USA di Surabaya, Philip Antweiller, mengatakan bahwa kuartet ini merupakan duta seni budaya atau ‘jazz ambassador’ dari Amerika Serikat. Mereka bertugas memperkenalkan seni budaya USA kepada masyarakat dunia. “Kebetulan jazz itu salah satu musik khas Amerika Serikat,” kata Philip.
Konsul USA ini berharap bisa lebih sering mendatangkan grup atau musisi jazz USA ke Surabaya. “Saya sih ingin dua kali setahun. Tapi, terus terang saja, biaya untuk mendatangkan mereka cukup mahal. Satu kali setahun, saya kira, lumayanlah. Oke?” kata diplomat yang fasih berbahasa Indonesia itu.