Kala diucapkan, nama Howard Levy selalu mengundang setidaknya dua pertanyaan. Pertanyaan pertama, yang paling banyak terdengar, “Siapa sebenarnya Howard Levy?” Pertanyaan kedua, yang juga tak kalah banyak terdengar, “Bagaimana mungkin Howard Levy, sebagai seorang manusia, dapat bermusik seperti itu?”
Jika seseorang layak dikatakan jenius, maka Howard Levy lebih dari layak dimasukkan kedalam kategori tersebut. Dia seorang musisi tanpa batasan. Pinta saja berbagai jenis musik untuk dia mainkan, dari Rock, Jazz, Blues, Latin, Classic, Country, Folk, juga musik tradisional seperti Klezmer, Celtic, Arab, Yunani, bahkan sampai Jawa, Sunda dan Bali, semua dapat dia mainkan dengan sempurna. Dan setiap saat dia selalu mencari jalan untuk mencari jenis-jenis musik baru untuk dia mainkan. “Saya tidak mampu berhenti memikirkan musik,” tuturnya. “Apapun didunia ini, dari suara tawa canda sampai suara mesin mobil yang menderu, dapat memberikan saya inspirasi dan keinginan untuk bermusik.”
Dia aktif pula sebagai musisi studio dan ini bisa dilihat dari jumlah berbagai iklan TV dan radio yang dia mainkan. Sumbangan nyata kedalam dunia musik juga bisa dilihat dari ratusan judul rekaman yang sudah dia buat. Deretan nama musisi yang pernah bermain dengannya mendatangkan decak kagum: Bela Fleck and the Flecktones, dimana dia dikenal sebagai salah satu pendirinya, Kenny Loggins, dengan Eugene Friesen dan Glen Velez dalam kelompok Trio Globo, Dolly Parton, Jerry Garcia dan Grateful Dead, Styx, Paul Wertico, Bobby McFerrin, Jack McDuff, Toots Thielemans, Claudio Roditi, Johnny Frigo, Paul Simon, Tito Puente, Nelson Rangell, John Prine, Paquito D’Rivera, Ken Nordine, Cindy Lauper, Rabih Abou Khalil, Michael Riessler, Jean-Luc Ponty, Oregon, Jerry Bruce, Trilok Gurtu, Mark Murphy, John Tesh, Anthony Molinaro, Branford Marsalis, dan ratusan nama lainnya yang layak disebut namun jika dilakukan hanya akan memenuhi halaman ini. Berbagai penghargaan atas berbagai sumbangannya kedunia musik telah diterima dan salah satunya, Grammy Award, diraihnya pada tahun 1997.
Sebagai pemain piano, flute, ocarina, mandolin, saxophone, dan berbagai alat perkusi, dia selalu mendatangkan decak kagum. Namun dari semua itu, sumbangan terbesar justru terletak dari alat musik utamanya, yaitu harmonika diatonik, yang lazim dipakai oleh para pemain Blues. Sampai saat ini Howard Levy masih dinyatakan sebagai pemain harmonika diatonik paling advance yang pernah ada didalam sejarah musik. Sebagai pencetus ide overblows dan overdraws, juga ditambah dengan teknik bending yang sudah dikenal sebelumnya, dia memungkinkan dan menciptakan teknik bermain kromatik dengan harmonika diatonik 10 lubang. Konsep bermain kromatik dengan harmonika diatonik mungkin terdengar asing bagi pembaca dan bahkan anda mungkin bertanya-tanya apa arti sebenarnya hal ini. Cara menjelaskan yang termudah adalah dengan membayangkan keyboard piano dibenak anda namun hilangkan semua kunci-kunci (tuts) hitam darinya. Yang tertinggal tentu hanya kunci-kunci putih dan pada dasarnya itulah harmonika diatonik, harmonika yang diciptakan hanya untuk memainkan nada-nada natural (natural notes) tanpa hadirnya nada-nada kres dan mol (sharps dan flats). Howard Levy, dengan teknik overblows dan overdraws ciptaannya, dapat memainkan nada-nada kunci-kunci hitam, sharps dan flats, yang sebenarnya tidak ada di harmonika tersebut. Bukan hanya ide ini revolusioner namun juga secara drastis merubah ilmu bermain harmonika diatonik. Seorang diri, Howard Levy membuktikan bahwa hal ini dapat dilakukan dan terciptalah suara baru dalam dunia harmonika.
***
Lahir dan dibesarkan di New York City, Howard memulai dunia musiknya diusia dini. “Saya mulai belajar bermain piano diusia 8 tahun, musik klasik, walau entah mengapa saya selalu berusaha untuk berimprovisasi,” ucap Howard kepada penulis. “Tak lama kemudian selera musik saya mulai berkembang, tak semata mendengarkan dan memainkan musik klasik saja. Sewaktu dibangku SMU saya bergabung dengan sebuah kelompok musik dan pemain drum kelompok tersebut sedang belajar memainkan harmonika blues dari mendengarkan berbagai rekaman yang ada. Dari dialah saya mulai tertarik dengan blues, bahkan saya jatuh cinta dengan blues.” Howard meneruskan, “Tak lama kemudian saya mulai mempelajari blues dengan piano dan setelah dapat memainkannya dengan baik saya mulai berpikir mungkin ada baiknya juga belajar memainkan harmonika. Waktu itu saya hanya memikirkan betapa enaknya memainkan harmonika, tak perlu berat-berat membawanya,” tukas Howard seraya tertawa. “Saya berkenalan dengan Jazz tak lama sesudah itu dan dunia saya berubah secara drastis. Betapa tertantangnya saya untuk dapat memainkan musik itu!”
“Sejak dulu saya melihat diri saya sebagai pemain piano. Secara langsung maupun tak langsung, saya berpikir sebagai pemain piano kala memainkan alat musik lain,” ucap Howard. “Ini juga bisa dilihat dari cara saya melihat harmonika. Banyak yang bertanya mengapa saya bersusah payah memilih memainkan harmonika diatonik ketimbang kromatik, yang jelas-jelas lebih mudah dimainkan karena semua nada-nada yang diperlukan ada.” Dilanjutkan oleh Howard, “Bagi saya, dan saya rasa juga banyak pemain harmonika diatonik lainnya, harmonika diatonik lebih ekspresif ketimbang kromatik. Justru karena ketidakberadaan semua nada-nada yang diperlukan, bermain lebih ekspresif merupakan satu-satunya jalan keluar. Sekali lagi, saya memandang harmonika itu sebagai piano. Sebenarnya semua nada-nada itu ada di harmonika tersebut, hanya saja anda harus memiliki keinginan untuk menemukannya!”
Setelah meninggalkan bangku SMU, Howard melanjutkan pendidikannya di Manhattan School of Music, berkonsentrasi didalam dunia musik klasik dengan alat musik piano. Pendidikannya dilanjutkan dengan belajar memainkan pipe organ dibawah bimbingan Carl Lambert dan ditahun 1969 dia mengambil keputusan untuk pindah ke Northwestern University, di Evanston, IL, sekitar setengah jam dari Chicago. Disana Howard mulai aktif bermain Jazz dengan menggabungkan dirinya kedalam sebuah kelompok musik yang khusus memainkan musik itu. Dua tahun di Northwestern memberikan berbagai kesempatan kepada Howard untuk berkenalan dengan musisi-musisi studio di Chicago. Steve Goodman, John Prine, Bonnie Koloc, Tom Paxton dan Johnny Frigo, hanyalah sebagian kecil dari musisi-musisi tersebut. Beberapa tahun bermain musik iklan di berbagai studio memberikan kesempatan bagi Howard untuk mengasah dan membentuk dirinya. Dia juga mulai terjun masuk kedalam dunia musik teater dan berbagai sumbangannya terbukti dari penghargaan Joseph Jefferson Award untuk kategori musik sandiwara terbaik.
Dipertengahan tahun 80 Howard memulai karir baru dengan memulai perjalanan keliling Amerika dan Eropa dengan Paquito D’Rivera, yang dijumpai pertama kali kala Howard sedang bermain piano untuk Tito Puente. Tak lama sesudah itu Howard menetaskan album perdananya, Harmonica Jazz, yang juga diproduserinya sendiri. Album ini secara tuntas memperkenalkan Howard Levy sebagai pemain harmonika yang mampu memainkan hal-hal yang sebelumnya dianggap tak mungkin dapat dimainkan dengan alat musik tersebut. Memainkan Donna Lee karya Charlie Parker, Epistrophy karya Thelonius Monk dan Resolution, bagian kedua dari A Love Supreme, karya John Coltrane, adalah contoh nyata dari kemampuan Howard dalam berimprovisasi secara handal, bahkan jenius.
Ditahun 1989, kala Howard mengajar harmonika di The Augusta Heritage Arts Workshop di Elkins, WV, dia berkenalan untuk pertama kalinya dengan Bela Fleck. Lorraine Duisit, rekan musisi Howard dikelompok Trapezoid, memperkenalkan mereka. Dalam sebuah bincang-bincang santai dengan penulis Howard mengingat kembali peristiwa tersebut. “Ada-ada saja! Baru kali itu saya diseret oleh seorang wanita untuk bertemu seseorang. Bela sedang duduk di lobi hotel tempat semua musisi menginap dan ketika kami sudah saling berhadap-hadapan Lorraine hanya berkata: Howard, Bela … MAIN!” Howard tertawa tergelak-gelak mengingat peristiwa tersebut. “Akhirnya kami bermain, jamming, sampai jam 7 pagi di lobi itu.” Pengalaman itu beberkas di hati Bela karena tak lama kemudian dia mengajak Howard untuk bermain dengan Victor dan Roy Wooten dan lahirlah Bela Fleck and the Flecktones. Dari tahun 1989 sampai 1992 Howard bermain dikelompok tersebut dan menghasilkan empat album, Bela Fleck & The Flecktones, Flight of the Cosmic Hippo, Live Art dan UFO Tofu. Masa-masa ini penting karena Howard, untuk pertama kalinya, menarik perhatian massa umum secara luas dan tentu saja dunia industri musik.
Howard berpisah dengan The Fleckstones dengan alasan yang amat khas darinya, “Sudah waktunya untuk saya berpisah dengan mereka untuk mencari bahasa musik yang baru. Tahun-tahun itu penuh dengan berbagai kesenangan. Namun sekali lagi, sudah saatnya bagi saya untuk melangkah lebih maju.” Dua album Howard selanjutnya, Carnival of Souls dan Trio Globo, dibuat dengan kelompok musik Trio Globo, yang sampai hari ini masih dianggotainya. Anggota lain kelompok musik tersebut adalah Eugene Friesen pada cello dan Glen Velez pada perkusi. Kehadiran alat-alat musik tersebut memberikan suara, warna dan harmoni tersendiri yang amat unik. Komposisi-komposisi yang dimainkan di album itu semuanya ditulis oleh mereka sendiri dan masing-masing dibentuk sedemikian rupa untuk dapat menunjukkan kemampuan bermain dan olah pikir mereka.
Selain Trio Globo Howard juga memiliki beberapa projek musik lain yang semua masih aktif digelutinya. The Molinaro/Levy Project, kelompok duet piano-harmonika yang dimotori oleh Anthony Molinaro dan Howard telah menghasilkan sebuah album, The Molinaro /Levy Project-Live, yang direkam live di Green Mill, sebuah klub Jazz ternama di Chicago dan beberapa aula kesenian di propinsi New York. Album mereka penuh berisi dengan musik yang menantang; dari komposisi 19/8 yang tentu saja diberi judul dari ketukan komposisi tersebut, Mood Indigo, karya Barney Bigard dan Duke Ellington, dimana Howard memainkan harmonika dengan menggunakan sebuah cangkir, sebuah cara yang patennya dimiliki Howard, untuk mendapatkan pola suara plunger mute yang biasanya hanya kita dengar dari pemain trumpet dan trombone, sampai Amazing Grace, tour-de-force Howard yang sampai saat ini tak tertandingi. Projek yang lain adalah Accoustic Express, sebuah kelompok musik akustik yang berakar dari kelompok musik Django Reinhardt and Stephane Grappelli, dimotori oleh Howard, Chris Siebold dan Pat Fleming pada gitar, dan Larry Kohut pada bass. Mereka telah merekam sebuah album yang rencananya akan dilepas tak lama lagi. Chévere, projek ketiga Howard, merupakan kelompok musik yang diakui sebagai kelompok musik Latin/Jazz/Funk/Blues tingkat kelas atas di Chicago dalam kualitas musiknya. Disini Howard juga berperan sebagai pemimpin dari kelompok tersebut, komposer dan penata musik.
Indonesia, secara khususnya Jawa dan Bali, tidak asing dimata Howard yang mana amat menggemari musik gamelan. “Sudah lebih dari 30 tahun saya mendengarkan dan mempelajari gamelan,” ucap Howard. “Bonang, saron, gong, rebab, suling, kendang, kecapi bahkan sampai kulintang, amat menarik perhatian saya. Saya memiliki satu set kulintang dikamar belakang rumah saya, yang pernah saya mainkan dengan Bela Fleck and the Fleckstones!” Ditambahkan olehnya, “Saya mempelajari musik gamelan dari puluhan album-album yang saya miliki. Saya belum pernah ke Indonesia dan semoga suatu hari nanti saya dapat melakukannya.” Ketika kelompok musik Krakatau datang ke Amerika sebagai duta budaya Indonesia, Howard berpartisipasi dalam rekaman mereka di Chicago. Hasil rekaman, yang saat tulisan ini dibuat masih dalam proses mixing di Jakarta, amat ditunggu oleh Howard untuk didengarnya kembali secara keseluruhan. “Rekaman itu merupakan sebuah pengalaman yang amat berharga dan tak akan dapat saya lupakan. Krakatau merupakan kelompok musik yang amat bagus, paduan musik timur dan barat yang sebenar-benarnya. Setiap musisi dikelompok itu tahu persis posisi mereka, apa yang akan mereka lakukan dan sebagai sebuah kelompok mereka adalah kesatuan yang unik.”
Tiada batasan yang bisa diberikan ke Howard dalam hal bermusik. Satu-satunya keinginan dia adalah bermusik, menumpahkan berbagai ide yang ada di jiwa dan raganya melalui berbagai alat musik yang dapat dimainkannya, terutama harmonika diatonik. Terobosannya yang tak tertandingi adalah keberhasilan dalam memainkan harmonika diatonik secara melodis kedalam tingkat yang sebelumnya tak dapat dan tak pernah terbayangkan. Dia percaya bahwa dia dapat melakukannya dan melalui kerja keras mencapainya. Tepuk tangan dan pujian kerap diberikan kepada setiap musisi sehabis mereka bermain. Dan didalam lingkaran musik Howard itu adalah hal yang sewajarnya terjadi dan dia lebih dari berhak untuk mendapatkannya. Setiap tepukan, setiap pujian.
Alfred D. Ticoalu
Chicago, IL
31 Agustus, 2004
Diskografi terpilih Howard Levy:
1986 – Harmonica Jazz (Tall Thin)
1986 – Paquito D’Rivera: Explosion (CBS)
1988 – Ken Nordine: Grandson Of Word Jazz (Snail)
1990 – Bela Fleck & The Flecktones (Warner Bros.)
1991 – Bella Fleck & The Flecktones: Flight of the Cosmic Hippo (Warner Bros.)
1992 – Trio Globo: Carnival of Souls (Silver Wave)
1993 – Kenny Loggins: Outside: From the Redwoods (Sony)
1993 – Paul Wertico: Yin and the Yout (Intuition Records)
1994 – Trio Globo (Silver Wave)
1994 – Rabih Abou Khalil: Sultan’s Picnic (Enja)
1996 – The Old Country (M.A.)
1997 – Rabih Abou Khalil: Odd Times (Enja)
1999 – The Stranger’s Hand (Tone Center)
2003 – Anthony Molinaro/Howard Levy-Live (nineteeneight records)
Catatan pribadi:
Ketika diberitahu akan rencana Krakatau untuk datang ke Amerika, terutama Chicago, saya amat bergembira karena untuk pertama kalinya saya mendapat kesempatan untuk bertemu muka langsung dengan bung Agus, salah satu crew WartaJazz, yang selama beberapa tahun berkorespondensi dengan saya lewat berbagai media, dan juga dengan sahabat-sahabat Krakatau, seperti bung Dwiki, bung Pra, kang Adhe dan pak Yoyon, yang sudah bertahun-tahun saya tak jumpai. Dan ketika rencana mereka untuk rekaman di Chicago sampai ditelinga saya, tentu saja saya terima dengan penuh antisipasi. Bung Dwiki sempat bertanya ke saya, “Bung, siapa musisi Chicago yang asyik untuk diajak main bareng?” Jawaban saya langsung dan segera, “Howard Levy.” Dan ketika saya menelepon Howard untuk memperkenalkan konsep rekaman ini dia dengan segera, tanpa basa-basi, langsung berkata, “I’m in!” (Saya ikutan!)
Sejarah tercipta dihari rekaman tersebut karena untuk pertama kalinya, musik timur dan barat, terutama dalam hal instrumentasi alamiah, bukan semata elektronik, dapat dipadukan secara sepadan dan seseluruhnya. Kemampuan Howard untuk memanipulasi pitch harmonikanya (microtonal) amat menakjubkan, karena bukan saja dia mampu memainkan laras Pelog namun juga laras S’lendro, yang pada dasarnya hampir mustahil untuk dimainkan dengan alat musik, non elektronik, barat, dan bahkan laras Madenda. Pada akhir rekaman tersebut mereka tiba-tiba spontan berimprovisasi secara bebas, tanpa batasan dan menerobos berbagai konsep yang ada. Untungnya sang juru rekam sigap dan segera merekam permainan mereka tersebut. Projek rekaman ini merupakan salah satu jembatan budaya timur dan barat terbaik yang pernah ada dan semoga hasil rekaman tersebut dapat lebih memperkaya citra musik dunia. (*/Alfred D. Ticoalu/WartaJazz.com)