68 TAHUN ‘SANG MAESTRO’ BUBI CHEN
![]() |
Bubi Chen (68th). Foto diabadikan saat tampil di Bali Jazz Festival 2005. Photo: Kushindarto © Wartajazz.com |
Rasanya tak banyak pencinta musik Indonesia yang mengetahui hari jadi (HUT) Bubi Chen, the living legend jazz kita. Apalagi, merayakannya, bikin kejutan ala pesta selebriti kemarin sore yang kerap muncul di infotainment.
Yah, Om Bubi–genap 68 tahun pada 9 Februari 2006–memang sosok sederhana. Kendati reputasinya sudah mendunia, virtuositasnya di jazz sudah tak diragukan lagi, Om Bubi tetaplah orang yang rendah hati. Ibarat ilmu padi, makin berisi makin merunduk! Di Surabaya, Om Bubi mudah diajak bincang-bincang, tentang apa saja, khususnya musik jazz. “Mau tanya soal apa? Mari kita bicara baik-baik. Jangan salah kutip lho, apalagi kalau yang sensitif,” begitu gaya khas Om Bubi saat ditemui wartawan-wartawan Surabaya. Lahir di Surabaya sebagai anak bungsu dari delapan bersaudara Bapak Tan Khing Hoo (almarhum)–seorang pemain biola hebat–pada 9 Februari 1938, Om Bubi tetap tidak bisa meninggalkan gayanya sebagai ‘arek Suroboyo’. Ceplas-ceplos, apa adanya, dibarengi senyum manis yang menawan. Om Bubi memang the smiling pianist yang luar biasa, memang!
Kembali ke ulang tahun ke-68. Adakah acara khusus, katakanlah potong kue tar atau tiup lilin? Ternyata tidak ada. Persis di HUT-nya, Om Bubi Chen tetap mengasuh ‘Jazz Traffic’ di Radio Suara Suarabaya, program yang sudah lama ia bina bersama Howie Chen serta Isa Anshory, penyiar Radio Suara Surabaya. Dengan antusias, Om Bubi memperkenalkan koleksi-koleksi jazz-nya–sebagian besar nomor standar–untuk pendengar, khususnya pencinta jazz di Kota Surabaya dan sekitarnya.
Lalu, di sela-sela acara, Om Bubi bicara sedikit tentang perjalanan kariernya, mulai dari mengenal instrumen piano hingga jatuh cinta pada jazz… sampai sekarang. “Puji syukur kepada Tuhan karena saya masih diberi hidup sampai hari ini. Saya sendiri sudah lupa berapa usia saya sekarang,” kata suami Anne Chiang yang dinikahi pada 1963 di Surabaya itu. (Pasangan suami-istri yang bahagia ini dikaruniai empat anak, yang punya cita rasa jazz tinggi.)
Om Bubi mengaku beruntung menjadi anak bungsu dari delapan bersaudara, yang semuanya senang musik, khususnya jazz. “Kakak-kakak saya itu punya band sendiri,” papar Om Bubi. Karena itulah, sejak balita, tepatnya empat tahun, Bubi Chen sudah terbiasa melihat orang bermain musik, termasuk musik jazz. Namanya juga anak bungsu, Bubi terkondisi untuk menikmati musik yang dimainkan oleh kakak-kakaknya. Lingkungan musik inilah yang kemudian memengaruhi Bubi Chen sebagai musikus besar di kemudian hari.
“Coba, kalau saya bukan anak bungsu, saya mungkin nggak seperti sekarang,” kata alumnus SMA Katolik St Louis I Surabaya itu. Cerita selanjutnya tentang Bubi Chen sudah banyak dibahas di berbagai media massa. Singkat cerita, Bubi kecil yang belajar piano sejak usia empat tahun suatu ketika dipergoki Jozef Bodmer (orang Swiss) bermain jazz dengan aransemen yang rancak. Ini menarik mengingat usianya waktu itu baru 13 tahun. Sang guru yang aslinya mengarahkan Bubi sebagai pemusik klasik, akhirnya sadar bahwa Bubi Chen itu pemusik jazz, bukan klasik. “Itu (jazz) memang duniamu,” kata Bodmer.
Kenapa lari ke jazz? “Improvisasinya lebih kaya, tidak seperti musik klasik yang terikat oleh berbagai aturan. Dan pemain jazz tidak selalu harus tunduk pada komposer,” ujar Bubi. Namun, tetap ada untungnya Bubi belajar klasik pada Di Lucia, guru piano asal Italia. Bubi Chen, dengan begitu, mampu membaca not balok dengan fasih. Dan ini menjadi modal berharga baginya untuk menekuni dunia jazz secara akademik, di antaranya melalui kursus tertulis pada 1955-1957 pada Wesco School of Music di New York. Gurunya antara lain Tedy Wilson, yang juga murid Benny Goodman, seorang dedengkot musik jazz.
Selain mengisi jazz di Radio Suara Surabaya, masih terkait ulang tahun ke-68, Sang Maestro ini menemui para penggemar jazz di Hotel Santika, Malang, pada pekan ketiga Februari 2006. Begitulah, Om Bubi mempersembahkan hampir seluruh hidupnya untuk musik jazz di Indonesia. Bagi Om Bubi, berkarya, membina jazz, mendidik generasi muda untuk menikmati jazz, jauh lebih penting ketimbang pesta ulang tahun yang hura-hura dan sering kehilangan makna. “Saya bersyukur kepada Tuhan karena masih diberi kesempatan,” katanya berkali-kali. Selamat ulang tahun, Sang Maestro!