News

TEAK LEAVES AT THE TEMPLE DIPUTAR DI JOGJA NETPAC ASIAN FILM FESTIVAL

Spirit dan Irama kehidupan manusia

…without music life would be mistake…- Nietzsche

Hidup bagaikan irama musik yang bervariasi, perjalanan kehidupan bagaikan nada-nada yang naik turun dan tempo yang berubah-rubah kadang berulang dan dipenuhi improvisasi hinga akhirnya akan mencapai coda, menjalani kehidupan seperti memainkan sebuah komposisi musik, bagaimana kita mengaturnya dan meyelaraskan dengan apa yang dimainkan oleh yang lain, kadang bisa menghasilkan irama yang selaras tapi tidak jarang juga menghasilkan irama yang sumbang.

Hal inilah yang tercermin dari film “Teak Leaves at the Temples” yang diputar perdana untuk kalangan terbatas (special screening) di arena Jogja Netpac Asian Film Festival hari Rabu, 1 Agustus 2007 lalu.

Turut hadir dalam acara konperensi pers yang dihadiri puluhan wartawan lokal dan nasional tersebut, Garin Nugroho (sutradara), Sutanto Mendut (talent, koordinator komunitas lima gunung), dan Gombloh mewakili kelompok Sono Seni Ensemble yang juga turut ambil bagian dalam film dokumenter ini.

***

Gambaran tentang kehidupan manusia dimana sebuah “ideology” musik bisa mempengaruhi irama kehidupan mereka demikian pula sebaliknya kehidupan mereka menghasilkan pilihan spirit musikalitas yang terekspresi dari diri mereka, inilah benang merah yang menghubungkan kedua film ini meskipun dengan pijakan spirit musik yang berbeda.

“Teak Leaves at the Temples” karya sutradara film Indonesia Garin Nugroho berawal dari  kedatangan musisi free jazz Geisser dan Mazzola dari Swiss dan juga Sirone dari Amerika dalam sebuah rangkaian Konser Magic Music at the Temples setahun yang lalu, yang digelar oleh PT. Eastern Pearl Flour Mills bekerjasama dengan Wartajazz.com Productions di Candi Borobudur dan Prambanan.

Mereka berusaha mengambil spirit lingkungan Borobodur secara luas untuk mengkspresikan musik mereka. Dari film ini terlihat hasilnya cukup menakjubkan bagaimana slogan “musik adalah bahasa yang universal” tidak hanya omong kosong, tidak hanya gramatik musiknya yang bisa saling berdaptasi dan berkolaborasi tapi juga spirit dan ideology musik itu sendiri khususnya free jazz menemukan garis hubung dengan irama kehidupan sehari-hari dari lingkungan masyarakat sekitar Borobudur, baik dalam pilihan ekspresi kesenian maupun kegiatan mereka kesehariannya, mereka bisa menyatu dengan ekspresi kesenian setempat demikian juga sebaliknya.

“…peningkatan kesadaran dalam hal politik, dan sosial, masalah rasisme, kemiskinan, ketidakadilan, keruntuhan moralitas, komersialisme dll menjadi latar belakang para musisi free jazz…mempermasalahkan dan mempertanyakan segala norma-norma yang berlaku…(Ekkehart Jost)”, dari ideology ini mereka menjadi lebih luas kebebasan berkreatifnya dan musik mereka selalu mencerminkan situasi social lingkungannya, hal ini selaras dengan apa yang digambarkan di film tentang masyarakat lingkungam sekitar Borobudur, bagaimana mereka menyikapi situasi sosial lingkungan mereka dengan berimprovisasi dan berkreatif, misalnya menjadi petani yang seniman tapi juga seniman yang pekerja dll, dan mereka juga bisa beradaptasi secara kreatif dan cerdas dengan perubahan-perubahan situasi lingkungan mereka.

Dari film ini bukan gramatik musik maupun bentuk keseniannya yang paling utama tapi bagaimana sebuah spirit bermusik dan berkesenian bisa menyatu, saling terbuka dan beradaptasi menemukan satu titik persamaan yang mempengaruhi mereka dalam mengarungi kehidupan. “Free Jazz di Borobudur” bukan hanya sekedar film mengenai musik tapi film tentang hidup dan kehidupan manusia yang berani menyuarakan secara jujur hati nurani mereka.

Agus Setiawan Basuni

Pernah meliput Montreux Jazz Festival, North Sea Jazz Festival, Vancouver Jazz Festival, Chicago Blues Festival, Mosaic Music Festival Singapura, Hua Hin Jazz Festival Thailand, dan banyak festival lain diberbagai belahan dunia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker