Fragmen 51 Tahun Bermusik Benny Likumahuwa
Sebuah paket acara dikemas untuk memperingati 51 tahun Benny Likumahuwa bermusik. Konser yang diselenggarakan Sabtu 7 Februari 2009 di Nusa Indah Theater, Balai Kartini Jakarta mengetengahkan beberapa fragmen perjalanan bermusik Benny Likumahuwa dalam format jam session. Benny Likumahuwa merangkul banyak teman-teman musisi seangkatannya. Ikut berpartisipasi juga beberapa nama pemain muda yang dua diantaranya adalah murid Benny Likumahuwa. Pertama adalah Barry Likumahuwa, putra kandung Benny Likumahuwa yang memainkan bass, tampil dengan kelompoknya Barry Likumahuwa Project (BPL). Satu lagi adalah Dennis Junio Gani, seorang remaja berusia 15 tahun yang berbakat memainkan saksofon. Kehadiran keduanya menjadi tanda karir bermusik Benny Likumahuwa yang akan terus berlanjut. Terus berkesinambungan. Interaksi lintas generasi ini yang kemudian ditasbihkan menjadi judul acara, Jazz Concert Continuously.
Acara yang dipandu sangat cair oleh Farhan ini dibuka dengan penjelasan tujuan dan tema konser. Kemudian Farhan memperkenalkan Benny dengan canda sebagai, “… yang survive dari krisis moneter 10 tahun yang lalu, Benny Likumahuwa!” Pria Maluku kelahiran Kediri 18 Juni 1946 ini memulai pertunjukan dengan memperkenalkan musisi yang mendampinginya. “..Ini semua teman-teman saya. Teman lama. Kita selalu berkumpul main bersama. Paling sering kita (bermain) tanpa latihan. Karena kita sudah bicara yang sama di dalam jazz. Sehingga nggak latihan, karena yang satu sudah mengerti yang lain, otomatis jadi…” kata Benny Likumahuwa. Ya, memang konsep jam session yang menjadi kekuatan pertunjukan malam itu.
Benny Likumahuwa membuka fragmen-fragmen awal dengan benang merah instrumen yang pernah dia mainkan. “Pada saat umur 11 tahun, pada saat saya mulai bermusik, alat pertama yang saya mainkan adalah bongo. Alat itu adalah (alat) yang paling mudah didapat karena kebetulan punya di rumah, murah meriah, bisa dimanfaatin,” kenang Benny. Bersama Oele Pattiselanno pada gitar, Jacky Pattiselanno (drums), Jeffrey Tahalele (bass), Sam Panuwun (keyboards), Benny Likumahuwa memainkan satu set perkusi yang terdiri dari bongo, conga dan dua timbalis di lagu “Cute” yang bernuansa latin jazz. “Dulu dengan lagu yang dipopulerkan Diane Shore tahun 50an itu saya dengan teman-teman lain dalam grup Red Cubana main di RRI Ambon,” cerita Benny lagi.
Lagu kedua, “Down Home”, adalah lagu dimana Benny Likumahuwa memainkan electric upright bass. “Ini alat kedua yang saya main,” katanya. “Sudah lama sekali saya tidak memainkan upright bass. Kurang lebih 30 tahun yang lalu. Karena saya mengalami kecelakaan sehingga jari saya ini kurang begitu kuat. Saya beralih ke fretless bass. Dan hari ini pertama kali saya (kembali) main (upright) bass ini. But that is music. Musik sebenarnya simple sekali. Bernyanyilah! Ini hanya medianya.” lanjut Benny Likumahuwa. (Mungkin Oom Benny maksud disini adalah memainkan bass secara rutin. Sebab WartaJazz sempat merekam penampilannya saat mengiri Nick Mamahit (alm) saat tampil di Hotel Dharmawangsa beberapa tahun lalu -red). Di lagu progresif jazz akhir 50an itu Benny Likumahuwa menunjukkan improvisasi permainan bass unison lantunan scat.
Fragmen bermusik Benny Likumahuwa kemudian maju ke masa kini dengan tampilnya Barry Likumahuwa dan Dennis Junio Gani. “Makanya saya memberikan kesempatan kepada anak-anak muda untuk lebih banyak berkarya. Karena mereka adalah penerus kita. Sesuai dengan judul, supaya tetap continuous.” jembatan Benny masuk ke fragmen itu setelah sebelumnya ia panjang bercerita tentang suka duka interaksinya di dunia jazz di Indonesia. Bertiga bersama Kedua “murid”nya itu Benny Likumahuwa menampilkan lagu “Naik Naik ke Puncak Gunung”. Tiupan Trombone Benny dan saksofon Dennis bergantian bernyanyi diiringi rhythm permainan bass Barry. Interprestasi yang menarik untuk lagu tadisional dari daerah Maluku. Setelah lagu yang aslinya berjudul “Naik Naik ke Gunung Nona” itu mereka membawakan “GodSpell” satu karya Barry Likumahuwa.
Penampilan Barry Likumahuwa dan Dennis Junio dilanjutkan bersama BPL. Kelompok “jazz anak muda” ini diperkuat oleh drummer Jonas Wang, Donny Jusran (keyboards), Hendry Budhidarma (gitar), dan vokalis Matthew Sayers. BLP juga mengikutkan sertakan gitaris Nikita Dompas. Mereka membawakan lagu dari album Barry, “My Prayers” yang dimedley dengan “Jazzy Crimes” milik saksofonis Joshua Redman. Bintang tamu BLP adalah penyanyi Glenn Friedly yang tampil dengan lagu “Dansa”. Project ini menuntaskan jeda fragmen tribute itu dengan lagu Barry, “Aku dan Hadirmu.”
Kelompok Barry Likumahuwa yang lain juga ikut berpartisipasi. Grup ini terdiri dari 4 pemain bass (seharusnya 5 bassist) dan seorang drummer. Yup, Bazzatack kembali untuk memeriahkan Jazz Continuously! “Saya mendapat inspirasi untuk bikin grup ini gara-gara melihat papa dulu. Di tahun 1997 dia pernah bikin acara bulanan Jamz Matra Jazz. Banyak banget mereka bikin even-even, seperti 7 Pendekar Gitar, 7 Pendekar bass, dan pendekar-pendekar yang lain.” aku Barry. Maka “serangan nada-nada rendah” begitu istilah Barry pun menyapa penonton. Barry, Jawa (bassis Maliq & The Essentials), Handy Soulvibe, JMono Alexa, dikawal drummer Parkdrive Rayendra Sunito memainkan dua komposisi dalam format medley. Di lagu “Gosthbuster” tiap personel bergantian melakukan improvisasi sesuai gaya nge-bass masing-masing. Permainan JMono dengan efek bassnya me-metal-kan konser jazz malam itu.
Setelah BLP, fragmen kembali ke perjalanan bermusik Benny Likumahuwa di era awal 1966 dimana ia baru tiba di Bandung. Benny Likumahuwa memulai kisahnya dengan bagaimana duka-suka awal karirnya bersama grup Crescendo, yang antara lain juga terdiri dari Yong dan Budiman. Kemudian Benny Likumahuwa gabung dengan The Rollies, grup rock asal Bandung yang menggunakan horn section. “Saya gabung dengan grup rock tapi saya tetap main jazz. Saya tidak pernah meninggalkan jazz, karena that is my music.”
Konser menjadi istimewa dengan reuni personel The Rollies yang masih ada. Beberapa personel awal The Rollies yang telah tiada adalah Delly DJoko Alipin (vokal, keyboard), Iwan Kresnawan (drums), Deddy Sutansyah (vokal,bass), Bangun Sugito (vokal, trumpet), Raden Bonnie Nurdaya (vokal, gitar). The Rollies malam itu adalah Teuku Zulian Iskandar Madian, Benny Likumahuwa (trombone, flute), bassis Oetje F Tekol, drummer Jimmie Manoppo dan pemain tamu Herry pada trumpet (menggantikan Didiet Maruto yang berhalangan hadir), gitaris Masri, serta Abadi Soesman di papan kunci. Mereka membawakan “Make Me Smile” yang dinyanyikan oleh Iis, pemain saksofon/gitar The Rollies.
Fragmen berikutnya adalah pengalaman Benny Likumahuwa saat berinteraksi dengan komunitas jazz Jack Lesmana. “Pada saat saya di Ambon, saya bermimpi bahwa pada suatu saat saya sampai di pulau Jawa ini mudah-mudahan paling tidak salaman dengan mereka (Bubi Chen, Jack Lemmers, Maryono, Benny Mustafa, pencipta lagu Sutedjo, Bill Amirsyah Saragih) dan menyatakan kekaguman saya.” Era itu merupakan masa dimana mimpi Benny muda menjadi kenyataan. Benny Likumahuwa tidak sekedar bersalaman, tapi malah diajak main dan bahkan membuat aransemen musik untuk mereka.
Salah satu dokumentasi era itu adalah lagu “Semua Bisa Bilang”. Lagu pop yang diaransemen dan dimainkan band dibawah pimpinan Alm Jack Lesmana ini direkam tahun 1975 dibawah label Hidayat, Bandung. Versi asli lagu karya Charles Hutagalung dan dinyanyikan Margie Segers ini menampilkan permainan Alm Didi Tjia pada electric piano, Trisno (tenor sax), Oele Pattiselanno (gitar), Alm Perry Pattiselanno (bass gitar), dan drummer Ucup. “Pada saat itu yang main bass di lagu itu adalah adik Oele Pattiselanno yang meninggal di Jordania. Namanya Perry Pattiselanno. Jadi saya pikir kita patut salut untuk Perry Pattiselanno juga.” kenang Benny kepada salah satu sahabatnya selain juga menyampaikan belasungkawa meninggal dunianya tokoh penggerak Jakarta Jazz Society, Firman “Leles” Soebardjo. Malam itu Margie Segers kembali membawakan lagu itu dengan diiringi Benny Likumahuwa & Friends.
Instrumen berikut yang dimainkan Benny Likumahuwa adalah flute. Dia menyebutkan beberapa tokoh jazz yang mempengaruhi permainan flutenya. Pertama adalah Rahsaan Roland Kirk, multi-instrumentalis tuna netra yang memainkan tenor saksofon, flute dan instrumen lain. “Dia salah satu yang memberikan inspirasi. Sehingga saya main flute. Padahal di kampung (saat itu) saya main suling bambu. Suling bambu itulah yang membawa saya menguasai interval atau jarak nada secara naluri.” kata Benny. Kemudian ia sebut nama Ian anderson yang lagu-lagunya dari album Jetro Tull banyak dimainkan Benny Likumahuwa semasa dengan The Rollies. Di fragmen ini Benny Likumahuwa melakukan demo permainan flute tanpa iringan apa-apa.
Tiupan flute juga menjadi intro lagu “Kulama Menanti” yang dinyanyikan Rien Djamain. Lagu yang ditulis oleh Chandra Darusman ini diaransemen Benny Likumahuwa dan direkam bersama Abadi Soesman Band di studio Jackson Record. Di kaset produksi Atlantic Records yang berjudul “Jazz Masa Kini” itu selain memainkan flute, Benny juga membetot dawai bass elektrik. “Kulama Menanti” versi 2009 merupakan reuni Abadi Soesman band dengan porsi bass dimainkan oleh Barry Likumahuwa. Di Ujung fragmen ini, Rien Djamain didaulat oleh Farhan untuk sedikit menyanyikan lagu “Api Asmara”. Hits penyanyi itu yang direkam semasa dengan lagu “Semua Bisa Bilang” Margie Segers.
Fragmen berikut adalah partisipasi Benny Likumahuwa di kelompok Ireng Maulana All Stars. Seperti komentar Ireng Maulana tentang personelnya yang join sejak 1981, “Benny Likumahuwa ini adalah rekan saya di Ireng Maulana All Stars. OKE!” Penampilan Ireng Maulana tentu tidak lengkap tanpa lantunan Ermy Kullit, seperti celetuk Ermy sebelum menyanyikan “For Once In My Life”, “Ermy Kullit-Ireng!” Lagu itu kemudian dimedley dengan lagu wajib Ermy Kullit, “Kasih”. Popularitas lagu itu dengan mudah merangsang penonton ikut bernyanyi, “…Kasih/Dengarlah/Hatiku berkata/aku cinta kepada dirimu sayang/kasih/percayalah/kepada diriku/hidup matiku hanya untukmu…”
Galactic band adalah salah satu grup panggung yang menjadi rumah musikalitas Benny Likumahuwa. Reuni grup yang tahun 1986-87an rutin manggung di Tavern, di basement Hyatt-Arya Duta Hotel ini masih menyisakan Benny (saksofon), keybordis Idang Rasjidi yang menjadi pimpinan band ini, Jeffrey Tahalele (bassis), Oele Pattiselanno (gitar) dan Karim Suweileh (drums). Selain itu ada Didiet Maruto dan dua personil lain, Maryono (tenor) dan Dullah Suweileh (perkusi) telah meninggal dunia. Penampilan Karim Suweileh, seperti komentar Syaharani kepada Farhan, “Pak Karim itu permainannya begitu enaknya, sampai kita yang orang awam mendengar lagu yang begitu susah berasa enak.”
Salah satu suprise konser ini adalah kolaborasi Benny dan Ria Likumahuwa. “Teman dekat saya,” panggil Benny Likumahuwa kepada istrinya untuk menyanyikan sebuah lagu yang dipopulerkan Astrud Gilberto. Meski tiba-tiba dipanggil untuk nyanyi tanpa persiapan, Ria Likumahuwa masih menunjukan penguasaan teknik vokal yang masih prima. Lagu ini semakin istimewa karena rhythmnya dijaga oleh pemain drum kawan Benny Likumahuwa yang sudah lama tidak beredar di panggung jazz. Pemain drum itu adalah Hasan. Suprise pangkat dua!
Penyanyi yang tampil di fragmen berikut adalah Syaharani. Dia menyanyikan dua buah lagu secara medley dari yang tempo pelan “Crazy” ke tempo cepat dengan irama swing. “Crazy” adalah lagu yang diangkat dari album “Wonderful World” produksi Sangaji Music yang direkam Benny Likumahuwa & Friends di Lion Studios Singapura tahun 1998. selain album itu, Benny Likumahuwa juga merekam dua album lainnya di label Sangaji Music. Salah satunya adalah album “Jazz master”, dimana Benny Likumahuwa bermain bersama Bubi Chen, Indra Lesmana, Oele Pattiselanno, Trisno, dan Cendi Luntungan mengolah lagu-lagu standard ke dalam versi mereka.
Bertha adalah penyanyi yang tampil berikut. “Big Mama” dengan vokal khasnya melantunkan lagu “What Are You Doing The Rest of Your Live” dengan nuansa ballad. Benny Likumahuwa memainkan harmonika di lagu ini. Di lagu kedua, “A Lady Be Good To Me” tempo meningkat drastis dimana permainan drum Taufan Goenarso mendapat porsi lebih untuk berimproviasi dan berunison dengan scat Bertha serta kemudian padu bertiga dengan scat Benny.
Fragmen berikutnya adalah nostalgia panggung Jamz Matra Jazz. Lima pendekar gitar berkolaborasi memainkan lagu “Four Brothers”. Benny Likumahuwa menggodok aransemen lagu itu meniru gaya bigband tapi dimainkan dalam gitar. Para penggitar yang main di atas panggung adalah Nikita Dompas, Ireng Maulana, Oele Pattiselanno, Donny Suhendra, Kiboud Maulana. “Disini ada Tiga senior yang mengapit dua junior. Cita-cita saya sih, supaya senior dan junior bisa bersatu. Tidak ada gap diantara mereka.” harap Benny Likumahuwa.
Penghujung acara kembali diisi oleh BLP. Termin kedua BLP menghadirkan Benny Likumahuwa pada trombone dan Dewi Sandra yang menyanyikan lagu “When I Fall in Love”. Lagu terakhir BLP kembali diangkat dari album Barry Likumahuwa, “Mati Saja”. Tentang penampilan BLP, Benny Likumahuwa memberikan ekspektasi dan komentarnya, “Saya lihat mereka bekerja keras. Dan energik banget, saya senang main sama mereka karena apapun ide kita bisa diwujudkan.”
Namun entah kenapa di konser ini Benny Likumahuwa tidak memainkan lagu-lagu buah idenya sendiri. Padahal sudah cukup banyak lagu yang ia tulis, baik semasa The Rollies seperti “Sign of Love”, “Wish My Baby Really”, “Pagi yang Cerah”, atau yang dia nyanyikan sendiri “Jangan Salahkan Kami”. Di masa Benny Likumahuwa bergabung dengan Jack Lesmana Combo pun ia banyak menulis lagu. Karyanya antara lain kemudian direkam di beberapa album, seperti komposisi instrumental “Sahabatku” di kaset Rien Djamain serta “Gairah” di kaset Margie Segers. Runtutan dokumentasi itu bisa ditambah dengan sebuah lagu yang dinyanyikan Mira Soesman, “Dia” yang direkam Benny bersama Abadi Soesman Band. Ini bisa menjadi pekerjaan rumah Benny Likumahuwa di konser yang akan datang.
Kolaborasi (hampir) seluruh pengisi acara adalah akhir konser ini. Mereka membawakan lagu “Dansa yok Dansa” beramai-ramai diiringi BLP dan diakhiri dengan satu-persatu pemain turun panggung meninggalkan Benny Likumahuwa bermain trombone sendiri. Applaus penonton bersahutan menenggarai akhir acara yang durasinya menjadi lebih panjang dari rencana semula, total jendral menghabiskan waktu lebih dari 3.5 jam. Ruang Nusa Indah Theater yang terlihat penuh itu sedikit demi sedikit ditinggalkan oleh penonton dengan rasa puas. Terima kasih kepada seluruh pengisi dan penyelenggara acara, seperti kata Farhan di akhir konser, “Kita adalah penikmat buah hasil kerja keras para perintis seperti Benny Likumahuwa.”
keren banget nich orang, kemaren abis nonton performanya di JJF 2010. TOP abizz