Hari Sabtu, 11 Juli 2009 adalah hari kedua North Sea Jazz Festival. Penulis agak sedikit terlambat karena siangnya berkeliling disekitar station metro Beurs mencari toko buku dan musik. Tak disangka ada ‘sale’ beberapa buku jazz. Jika ada waktu, buku-buku yang dibeli tersebut akan kami review untuk anda.
Hari kedua ini metro lebih sesak, sampai kami harus mengantri sekitar lima menit ketika ingin keluar stasiun. Dan tak heran, ternyata memang kondisi dipintu masuk Ahoy juga padat menunggu giliran masuk. Tak beda dengan di Jakarta, hari Sabtu di North Sea Jazz Festival adalah hari terpadat, kemana-mana anda harus siap menunggu.
Seperti hari pertama, saya langsung menuju stage Hudson. Distage tersebut Silje Nergaard & Metropole String Orchestra telah memainkan beberapa lagu. Penulis mengambil posisi baris kedua dari depan, sebab biasanya memang antara jeda lagu, ada saja penonton yang keluar, berpindah ke stage lain. Sebuah kesempatan berharga bisa menonton orchestra nomor wahid dari Belanda ini. Daniel Rembeth, rekan dari Jakarta Post yang duduk disebelah saya berbisik pelan, “keren banget ini group!”.
Ada beberapa hal kenapa kita harus mengamini ucapan Daniel. Pertama, orchestra ini dikonduktori pemenang grammy award empat kali, Vince Mendoza yang sudah malang melintang didunia jazz maupun musik kontemporer lainnya, baik sebagai komposer, artis rekaman maupun sebagai konduktor. Kedua, Silje Nergaard yang asal Norwegia, merupakan bintang yang telah bekerjasama dengan Al Jarreau dan Pat Metheny, pun telah merilis sebelas album dibawah namanya. Ketiga, Metropole sendiri punya sejarah panjang. Kelompok ini didirikan sejak perang dunia kedua berakhir. Merunut perjalanan musikal mereka, rasa-rasanya perlu jadi satu artikel khusus.
Silje tampil memukau para hadirin. Ia sempat bercanda usai melantunkan sebuah lagu. “Pekerjaan konduktor itu gampang”, ujarnya. “Tinggal menggerak-gerakkan tongkat keatas dan kebawah”. Penonton sebagian tertawa mendengarnya. “Ups, saya pikir anggota orchestra gak ada yang mendengar”, ujarnya terkekeh sambil tersipu melihat kearah Vince Mendoza.
Malam itu, Metropole String Orchestra terdiri dari Håvar Bendiksen (guitar); Helge Lien (piano); Jarle Vespestad (drums); Olah Erno, Alida Schat, Denis Koenders, Pauline Terlouw, Erica Korthals Altes, David Peijnenborgh, Tinka Regter, Seija Teeuwen (1st violin); Merijn Rombout, Lucja Domski, Wim Kok, Elizabeth Liefkes-Cats, Marianne van den Heuvel, Vera van der Bie (2nd violin); Wouter Huizinga (alto violin); Petra Griffioen (2nd violin); Norman Jansen, Julia Jowett (alto violin); Floris van Hest (viola); Iris Schut, Isabella Petersen (alto violin); Maarten Jansen, Wim Grin, Jascha Albracht (cello); Arend Liefkes, Annemieke Marinkovic (double bass); Tjerk de Vos; Alida Schat 2, Solas Trond-Viggo.
Usai pertunjukan, kami bergegas menuju stage Maas yang disponsori Conclusion. Distage ini ada James Taylor and His Band of Legends. Terus terang saya bukan dari generasi penikmat James Taylor, meskipun banyak lagu-lagunya yang saya kenal sepert You’ve Got a Friend. Ketertarikan saya justru karena band of legendsnya yang terdiri dari Michael Landau (guitar); Larry Goldings (piano); Jimmy Johnson (bass) dan Steve Gadd (drums).
Stage Maas yang terletak disebelah kiri gedung Ahoy rupanya penuh sesak. Dengan ukuran badan rata-rata orang Indonesia, yang saya lihat hanya pundak penonton yang rata-rata memiliki tinggi badan lebih dari 180cm. Saya terpaksa pindah ke balkon satu. Namun rupanya disitu juga sudah tak ada tempat. Saya kembali pindah ke balkon dua. Oh ya, anda bayangkan saja stage Plennary Hall tapi dengan tambahan balkon diatasnya, kira-kira seperti itu tingginya.
Beruntung ada dua tempat duduk dibagian tengah yang persis berada ditepi pagar pembatas. Artinya saya dengan bebas memotret tanpa harus khawatir ada yang lalu lalang. Dan hasilnya seperti gambar berikut. (Gambar ini juga dimuat di harian berbahasa Inggris, Jakarta Post Edisi minggu 19 Juli 2009 -red).
Setelah puas memotret James Taylor, saya bergerak menuju stage Nile untuk melihat tiga bassis yang menamakan diri mrk SMV atau akronim dari nama depan mereka yaitu Stanley Clark, Marcus Miller dan Victor Wooten. Jika saya tak keliru, hanya Marcus Miller yang pernah ke Jakarta.
Seperti halnya BB King, kerumunan penonton berjejal sehingga papan pengumuman berbentuk Plasma TV yang terletak diberbagai tempat menyebut Stage Nile temporary full. Kali ini SMV manggung di stage sebelah kanan, itu artinya saya harus menembus penonton lebih banyak ketimbang pertunjukan BB King dihari pertama. Beruntung, beberapa gambar saat mereka bertiga beraksi sempat saya abadikan. Dua lagu saya menunggu kesempatan lagi rupanya SMV masih berbagi solo performance sehingga saya putuskan untuk pindah ke stage Hudson dimana Lee Konitz, Brad Mehldau, Charlie Haden dan Jorge Rossy sedang beraksi.
Akses masuk ke stage Hudson melewati Darling. Disitu ada Izaline Calister, namun petugas menghalau penontn yang ingin masuk dengan mengatakan kalau sudah lagu terakhir dan ruangan akan segera dibersihkan untuk pertunjukan berikutnya. Wal hasil kami lantas mengantri didepan koridor, tak jauh dari pintu masuk Birdland VIP, stage khusus buat anda yang ingin membayar lebih, maupun para sponsor dan tamu.
Tak ada alternatif, karena stage Hudson sudah benar-benar penuh. Seperti halnya pertunjukan John Zorn dihari pertama, stage Hudson kali ini juga tidak diperkenankan memotret. Saya hanya bertahan dua lagu tanpa keterangan apapun baik dari Mehldau maupun Haden tentang komposisi yang mereka mainkan. Perut sudah terasa keroncongan. Sehingga saya memutuskan berhenti di stand penjaja makanan thai-food. Empat setengah munten atau token, yang nilai satu muntennya sebesar 2,3 Euro atau total sekitar IDR 160.000,- untuk satu porsi nasi putih dengan sayur sejenis lodeh dan ditaburi udang sebesar jari kelingking dewasa. Tentu saya tidak menghitung berapa biayanya saat itu, lantaran lapar menyergap. Asyiknya diruangan yang disulap seolah-olah taman namun Indoor ini, panitia menyediakan sebuah layar besar lengkap dengan pengeras suaranya. Tampak Erykah Badu sedang tampil melanjutkan SMV di stage Nile.
Saya memutuskan untuk naik ke lantai 2 menuju ruang Madeira, namun ternyata Paolo Fresu dan & Uri Caine with Alborada String Quartet telah usai manggung. Namun mereka melayani sejumlah penggemar dalam signing session atau menandatangani CD dibagian luar stage Madeira.
Saya melihat skedul, ada Amina Figarova Sextet distage Volga. Sempat kebingungan mencari stage ini, ternyata ia menyempil dijalan akses lantai 2 menuju ke roof stage, namun harus menaiki setengah anak tangga lalu bergerak kekiri. Ruangan Volga memang tidak besar. Barangkali hanya separuh stage femina lounge di Java Jazz Festival. Namun suasana di stage ini terasa hangat, karena jarak ke panggung memang sangat dekat.
Penulis mengenal Amina Figarova saat Luluk Purwanto dan Rene van Helsdingen, mengundang kelompok ini ke Jakarta 2001 silam dalam rangka JakArt. Formasinya sekarang sudah berubah. Satu-satunya personil yang masih setia adalah Bart Platteau, peniup flute yang tak lain adalah suami wanita berdarah Azerbaidjan ini. Sisanya adalah Ernie Hammes (trumpet); Kurt van Herck (tenor sax); Jeroen Vierdag (double bass) dan Chris Strik (drums).
Saat saya memasuki ruangan, Amina Figarova tengah membawakan encore, artinya lagu bonus. Tak apa, meski sedikit kecewa, karena jadwal yang sedemikian padat sehingga tak sempat melihat penampilannya yang anggun itu, terobati karena kesempatan ngobrol dibelakang panggung.
Bart berujar, “Jika tak ada aral mungkin November atau awal 2010 kami akan mampir ke Indonesia. Ada tawaran manggung di Singapura”. Tentu ini kabar gembira. Tak kurang Nazar Noeman dari KLCBS Bandung setahu penulis merupakan penikmat musik Amina Figarova, meski belum pernah menontonnya secara live.
“Ini formasi terakhir kami. CD Amina juga baru saja dirilis”, tambah Bart lagi. “Kami akan datang ke Indonesia dengan formasi terakhir ini. Oh ya, bassis kami separuh Indonesia”, ujarnya lagi. Percakapan kami berhenti lantaran MC telah memanggil Simin featuring Eric Vloeimans. Nama terakhir ini tercatat pernah pula tampil di Jakarta beberap waktu lalu.
Karena ini merupakan malam minggu, masih ada sekitar 15an konser lagi termasuk Kurt Rosenwinkel, Candy Dulfer, Richard Galliano, Tineke Postma, Terry Lynn Carrington dan lain-lain. Namun saya putuskan untuk kembali ke hotel, karena masih harus menyimpan tenaga untuk pertunjukan hari minggu.
Silakan membaca laporan hari ketiga.