Ensemble Selisih bersama Dieter Mack, Sebuah eksperimentasi yang penuh ekspresi !!

Senin 3 agustus 2009 kemarin, kota Bandung kedatangan empat orang musisi yang menamakan dirinya Ensembel Selisih. Bertempat di Auditorium CCF Jl.Purnawarman No.32, konser yang dimulai pukul 19.30 cukup dipadati oleh penonton dari berbagai kalangan, mulai dari anak remaja, ibu-ibu, mahasiswa, hingga seniman dan musisi Bandung. Kelompok musik yang beranggotakan Daniela Wahler (saksofon), Elizabeth Farell (Flute), Markus Rombach (Saksofon), dan Mathias Trapp (piano) merupakan sarjana musik sekolah terkemuka di Selandia Baru dan Jerman. Ensemble Selisih memainkan sekitar tujuh komposisi musik dari komponis-komponis terkenal, dimana dua diantaranya merupakan komposisi seorang musikus eksperimental asal Jerman, Dieter Mack yang sejak tahun 1978 sudah malang melintang di dunia musik nusantara khususnya musik Etnik Bali.
Malam itu juga Dieter Mack didaulat sebagai MC yang bertugas memberikan ilustrasi kepada penonton mengenai komposisi-komposisi lagu yang dimainkan dengan menggunakan bahasa Indonesia beraksen Jerman yang cukup baik pula. Pada awalnya dari ketujuh komposisi lagu yang dibawakan saya mengira akan mendapatkan nuansa dan mood musik yang berwarna-warni, ternyata sampai komposisi terakhir dimainkan keseluruhan nuansa yang dibangun Ensemble Selisih sangatlah enigmatic, ekspresif, menegangkan , gelisah dan bercerita dengan bahasa-bahasa nada kromatis yang tak kalah misteriusnya. Liukan saksofon Daniela Wahler, Markus Rombach dan tiupan Flute Elizabeth Farell terkadang seakan berbicara sendiri penuh emosi, tetapi tak jarang juga mereka seperti berdialog dengan nada –nada yang keluar dari piano yang dimainkan Mathias Trapp.
Komposisi favorit saya malam itu adalah ‘Taurangi’ karya Gillian Whitehead.yang berlatar belakang tentang krisis di Timor-timur serta kematian teman terbaiknya, John Mansfield Thomson. mood yang tercipta sangatlah gelap, gelisah sekaligus dalam. Pikiran saya langsung melayang menembus awan serasa benar-benar berada di dalam situasi krisis di Timor-Timur, indah tapi mengharukan. Di akhir konser sepertinya seluruh penonton sepakat bahwa mereka menyajikan musik eksperimental yang sangat apik, indah, mengugah dan sekali lagi begitu ekspresif. Tepuk tangan seakan tak berhenti seiring keempat musisi tersebut memberikan ucapan terima kasih dan salam terakhir. Saya pikir penampilan Ensemble Selisih malam itu dengan kostum hitam-hitam selaras dengan musik yang mereka bawakan. (Umbara Purwacaraka)