Lukisan The Blue Rider Dalam Sandi Enkripsi Sieverts
Di peralihan realistik ke abstrak, sekelompok pelukis Munich bergabung dalam “Der Blaue Reiter” (The Blue Rider) sebagai reaksi ditolaknya karya Wassily Kadinsky dari suatu pameran. Karya yang tidak natural, tidak nyata, mendahului jamannya, otomatis dilihat asing dan aneh. Simpatisan Kadinsky mengambil resiko tersebut dengan memunculkan hal-hal yang tidak kasat terlihat dari suatu objek nyata, dengan justru memperlihatkan apa-apa di balik realitas si objek secara pribadi menurut emosi pelukisnya. Maka, sapi bisa berwarna kuning (“Die gelbe Kuh”) seperti dilukiskan Franz Marc; dan di tahun 1911, sapi kuning adalah “kegilaan”.
“Sapi gila melompat-lompat ke sana-sini”, begitu menurut Henning Sieverts, bassist-celloist Munich yang mencermati karya-karya kelompok “Der Blaue Reiter” hampir 100 tahun kemudian dengan lalu mengapresiasinya dalam tuangan komposisi. Reaksi Sieverts terhadap sapi-gila Marc adalah menerjemahkan BSE (singkatan kedokteran untuk penyakit sapi gila) sebagai melodi utama sebuah blues 12 bar. BSE dianggap sebagai kode notasi: B, Eb (E moll atau dibaca Es), dan E yang menjadi kromosom blues ini. Tidak berhenti di 12 bar-nya saja, ada 12 laras (half-tones) pula tempat melodi B-Eb-E menclok dalam pitch yang berbeda-beda untuk membangun rangkaian utuh lagu ini. Berulang-ulang kode sapi gila (BSE) tersembunyi rapih dalam langkah pelan blues. Sieverts memang gemar berenkripsi. Berlawanan dengan melihat “behind the reality”, penyandian menyembunyikan realitas ke balik sesuatu yang nyata.
Enkripsi Sieverts begitu subtil terkemas jazz yang masih mudah dicerna tanpa kesan angker. Bahkan untuk solo “Improvisation 26”, hangat dan bersahabat adalah tajuknya. Improvisasi ini adalah reaksinya atas lukisan dayung-perahu Kadinsky dengan garis-garis yang mengingatkan Sieverts kepada dawai-dawai bass betot. Karena kita masih berbicara jazz di sini, tantangan tetaplah hadir, misalnya penyandian tanggal ulang tahun Kadinsky 4-12-1866 dalam beberapa half steps dan whole steps sesuai simbol digit. Ataupun, susunan kata dari nama Bach yang menjadi notasi Bb, A, C, H (B natural). Mengapa Bach? Jawabnya adalah karena Paul Klee, salah satu pelukis “Der Blaue Reiter” adalah juga violinis yang menggemari Bach. Secara khusus, lukisan yang dikaitkan adalah tentang pertengkaran hebat Klee yang digambarkan dengan angin Föhn yang berhembus di Bavaria.
Sepanjang pertunjukan (09/10/’09) penonton dibantu dengan visualisasi lukisan-lukisan yang dikenali betul oleh Sieverts tersebut. Selain sehari-hari mengunjungi museum di Munich untuk menikmati “Der Blaue Reiter”, ia pernah menyempatkan pula ke gereja Saint-Sevérin di Paris untuk melihat sendiri objek asli lukisan Robert Delaunay. Namun, karya Sieverts di luar presentasi malam itu sesungguhnya sangat luas cakupannya. Kenal betul karya-karya lukisan ini hanya salah-satu bukti usahanya mendalami. Kelas komposisi Sieverts dieksekusi oleh duet tangguh tenor saksofon Till Martin (juga meniup sopran) dan Hugo Siegmeth (juga meniup flute) dengan dukungan drummer Bastian Jütte. Kuartet ini adalah kali kedua musisi Jerman bermain untuk Serambi Jazz, sebuah platform yang mendukung pertunjukan live yang otentik.