
Menanti 11 tahun ditambah bersabar lagi hingga pergantian tahun menjelang, menjadikan “Joy Joy Joy” sebagai album jazz paling ditunggu di 2009. Kabar baik yang menguji kesabaran itu mulai tersiar sejak Adib Hidayat meminta kesediaan Indra Lesmana untuk merilis ulang “Bulan di Atas Asia” bersama majalah Rolling Stone. “Kita masih kreatif, kok” tukas Indra pada konferensi pers menjelang konser (Graha Bakti Budaya TIM, 2009/12/10). Maka, tanggapan JavaJazz atas usulan yang telah lama ditanya-tanyakan pula oleh banyak orang itu adalah lahirnya konsep baru dua gitaris dalam supergrup yang mengusung kembali fusion (jazz rock).
“Border Line” mencuplik dominasi baru distorsi gitar listrik, organ Hammond, bunyi sintetik cerewet, dan gebukan drum bertenaga. Ia mewakili versi baru repertoar JavaJazz lampau kalau ditampilkan berseri saat live bersanding dengan karya baru. Mesin groove nomer ini berputar mekanis di belakang melodi yang sedikit banyak seperti “Lalu Lintas” in-Budjana’s-flavour (Nusa Damai, 1997). Saat peluncuran album ke tiga JavaJazz ini, Dhani Pette (POS Entertainment) terlihat khusus melatih skenario tata cahaya untuk nomer ini dalam deretan pulsa kompak yang memprovokasi headbanging.

Indra menjanjikan nostalgia bagi para diehard JavaJazz dengan sekaligus menyuntikkan kesegaran lewat cita suara baru. Pemandangan lain JavaJazz 2009 adalah perangkat vintage yang mengorbit di sekitar Indra, organ Hammond di atas piano, ditumpuk lagi melodica, ada Rhodes, moog, dan CME wind synthesizer. Rekaman format baru seperti itu termuat dalam CD pertama album ini. Fans memang akan kehilangan porsi swing, pada “I Wish” sekalipun, satu-satunya nomer lawas yang direkam formasi baru ini.

Nomer tajuk “Joy Joy Joy” akan mengingatkan sebagian kita pada konser Indra jaman Krakatau dulu. Sekarang menjadi lebih segar dengan Indra memanipulasi ekspresi lewat tiupan pada MIDI breath controller yang selalu siaga mengalung di leher. Seperti formasi awal, Budjana masih memainkan banjo berkonstruksi gitar untuk “Exit Permit”. Ia pun memanipulasi dengung sustain memakai e-bow untuk live “Crystal Sky”. Menyenangkan pula melihat lagi A.S. Mates kalem memainkan fretless bass dengan genggaman tangan seperti melingkari seluruh leher, kompak meniti derap hitungan bersama Gilang Ramadhan. Di pojok lain, Donny Suhendra memilih satu gitar multiguna untuk ngerock maupun digunakan pick up akustiknya.
“Embong masih bersama JavaJazz dalam spirit,” ungkap Indra. Donny beberapa kali memerankan unison untuk nomer yang lekat dengan Embong Rahardjo dengan Indra mensubstitusi melodica alih-alih flute. Akan tetapi, agaknya sulit membangunkan lagi nafas baru “The Seeker” atau “Bulan di Atas Asia” sepeninggal Embong. Untuk yang terakhir tadi malah ada kesan beban yang menggelayut. Mudah-mudahan ini cuma soal waktu, atau cukuplah periode itu hidup nostalgik pada CD ke dua album ini (rilis ulang Sabda Prana) dengan JavaJazz yang baru intensif mendewasakan karakter fusion otentiknya.

info maen di bandung kapan ya.