Serambi Jazz im GoetheHaus: Indrawan Tjhin Group Nikita Dompas & His Fellow Musicians. Jawohl, Mein Führer!
Tawa penonton pecah ketika sang pembawa acara, berambut plontos dengan gaya ceplas-ceplos berkata: “…musik jazz itu mengumbar improvisasi, nah kalau Ariel [Peterpan – red.] mengumbar privasi”, ujarnya sembari merakah. Kamis malam itu (10/6), adalah Hamdan Syukrie alias Denny Sakrie bertugas memandu jalannya acara dengan gaya santai dan komentar-komentar usil penuh canda.
Indrawan Tjhin, kontrabasis yang merampungkan studinya di Koninklijk Conservatorium, Den Haag pada tahun 2009 ini membuka konser lewat aksi solonya yang memikat, walaupun awalnya terasa canggung namun ia segera bisa mengatasi dengan bermain lebih mengalir. Atmosfer ruangan auditorium GoetheHaus di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, kian marak ketika Indrawan mengundang satu demi satu personil grupnya, Indra Artie Dauna (trumpet); Alvin Wirianata (piano), dan Yusuf Shandy Satya (drum) seraya melantunkan irama bebop dalam “Straight, No Chaser” karya Thelonious Monk. Dilanjutkan dengan “It’s Your Problem”, komposisi orisinil Indrawan bernuansa jazz latin. Kuartet ini tampil solid malam itu, betotan kontrabas, denting piano, pukulan drum maupun tiupan trumpet ditampilkan penuh greget.
Tidak percuma Indrawan membawa bow (penggesek) malam itu. Ia memainkannya dalam “As Far As a Prayer” yang tema dan aransemennya sepintas mirip dengan “My Funny Valentine” namun berkesan surgawi, berkat kesanggupan menggesek dawai instrumennya itu dengan cukup baik. Komposisi Thelonious Monk kembali dibawakan, kali ini adalah “I Mean You” dalam balutan irama swing. Karakteristik permainan Monk yang cenderung disonan, melodi berliku-liku, dan akor “tajam”, ditampilkan secara representatif oleh Alvin. Gitaris jazz Peter Bernstein adalah salah satu musisi idola Indrawan, terwujud pada nomor penutup aksi Indrawan Tjhin Group, “Pete’s Tune” yang merupakan dedikasi Indrawan terhadap gitaris pujaannya itu. Aksi grup ini diakhiri lewat solo kontrabas setelah ketiga personil lainnya meninggalkan panggung secara berurutan. Dramaturgi yang lumayan menarik hati untuk menyudahi pertunjukan.
Jika Indrawan Tjhin Group menjunjung straight-ahead jazz, lain halnya dengan Nikita Dompas & His Fellow Musicians. Pendekar gitar berusia 29 tahun ini menyajikan musik yang idiosinkratis bersama kedua “kroni musikus”nya yaitu Sri Aksana Sjuman pada drum dan Lie Indra Perkasa pada kontrabas. Mulanya Nikita tampil santai waktu memulai paruh kedua konser dengan “Amazing Grace” secara tunggal. Tensi pertunjukan baru terasa ketika trio itu membawakan “This Time He Flies So High” yang merupakan komposisi Nikita, bergaya rock n’ roll dan kali ini ia mulai sibuk dengan beragam efek gitar yang menghasilkan perirana sintesis. Lagu yang identik dengan “the King” Elvis Presley, “Are You Lonesome Tonight” pun tak luput “dijahili” grup ini. Terlihat upaya untuk mendekonstruksi lagu itu – seolah-olah paradoksal atas impresi “lonesome” yang terlanjur melekat di benak audiens – diperjelas oleh pernyataan Nikita seusai memainkan, “…jadi nggak sepi-sepi amat kan?”, celotehnya.
Titik puncak aksi Nikita Dompas & His Fellow Musicians tercapai pada komposisi “Road Trip” yang lagi-lagi merupakan garapan gitaris jebolan Institut Musik Daya Indonesia (IMDI) ini. Menggunakan sukat irreguler (istlah teknisnya adalah complex time signature) dalam hitungan 7 secara asimetris, komposisi ini menuntut keterampilan tingkat tinggi ketiga performer secara interpersonal. Dalam hal ini, integritas permainan Lie dan Aksan lewat aksentuasi sinkopatik menjadi kendali utama jalannya irama. Pondasi ritmis yang solid ini lantas menjadi pijakan bagi Nikita untuk berimprovisasi total, semakin liar dengan luapan emosi melalui pemanfaatan sound effect yang mengolah suara-suara “ajaib” sekaligus mengadakan konfrontasi atas estetika bunyi. Nampaknya hal tersebut adalah “undangan tidak resmi” kepada Slamet Abdul Sjukur, salah satu dedengkot musik kontemporer Indonesia yang malam itu hadir dan ikut menyaksikan jalannya konser – sedari awal hingga pada akhirnya.
Keseluruhan acara dituntaskan dengan encore “Moon River” serta penampil sebelumnya, Indra Artie Dauna kembali menghembuskan trumpetnya bersama Nikita, Lie, dan Aksan. Konser malam itu menjadi bukti bahwa kalangan muda yang diwakilkan oleh Indrawan Tjhin Group dan Nikita Dompas & His Fellow Musicians mampu untuk merawat semangat jazz di Indonesia, meskipun seringkali termarginalkan roda industri yang melenakan.
Matur Nuwun atas laporan pandangan matanya !! kerennn!!
main lagi hayoooo!!
Aku kebetulan sempat menonton dari awal sampai akhir. Keren! Selamat buat para musisi muda jazz Indonesia dan thx buat GoetheHaus.