News

Mencerap percakapan Barat dan Timur lewat simakDialog

Inkorporasi antara (musik) Barat dan Timur bukanlah barang baru saat ini. Dalam sejarah musik Barat, pengaruh unsur ke-timur-an yang kerap dimaknai eksotis dapat ditemui setidaknya pada abad ke-16. Komposer di Eropa kala itu seperti Haydn, Mozart, dan Beethoven tak jarang “mengimpor” elemen musik Yeñi-Tsheri (pengawal Sultan Turki) pada komposisi mereka yang bertema militeristik. Namun tak ada yang lebih fenomenal daripada peristiwa World Exhibition (Exposition Universelle) di Paris tahun 1889, ketika untuk pertama kalinya Claude Debussy, komposer impresionis Prancis, menyaksikan pertunjukan gamelan Jawa dan kemudian hari memengaruhi gaya komposisinya. Momen bersejarah itu disebut-sebut sebagai titik tolak sebuah kecenderungan yang dikenal dengan istilah ambient music.

Lain halnya dengan Gedung Kesenian Jakarta yang terletak di bilangan Pasar Baru. Malam itu (19/6), simakDialog, grup beraliran adult contemporary progressive jazz (seperti tertulis di buku panduan acara) didaulat untuk tampil di sana dalam rangkaian acara Jakarta Anniversary Festival VIII – 2010 menuju peringatan ulang tahun kota Jakarta ke-483. Entah karena mengusung musik yang tidak populer atau bentrok dengan perhatian publik terhadap perhelatan Piala Dunia, konser malam itu relatif sepi pengunjung. Bangku penonton hanya terisi sekitar 40% dan diantaranya tampak beberapa ekspatriat.

Pertunjukan dimulai kurang lebih 20 menit selepas jam delapan malam. simakDialog, dengan line-up terkini Riza Arshad (Rhodes, soundscapes), Tohpati Ario Hutomo (gitar), Adhitya Pratama (bass), Endang Ramdan (kendang sunda), Erlan Suwardana (kendang sunda, sundanese toys), dan Cucu Kurnia (metal toys), membuka dengan komposisi “Karuhun” dan “Disapih”. Kemeriahan terasa pada nomor selanjutnya, “Salinana” yang diawali dengan ritme kanonik dari masing-masing pemain melalui tepukan tangan dan teriakan yang bersahut-sahutan sebelum bunyi tamborin menandai dimulainya “obrolan” seru. Nuansa teatrikal nampak ketika Erlan Suwardana melancarkan aksi solo kendang yang atraktif. Mencermati musik simakDialog memang membutuhkan perhatian tersendiri, berbagai elemen musikal tumpah ruah di dalamnya dan berkat keahlian para personilnya yang sangat mumpuni, grup ini mampu untuk menyajikan sebuah kesegaran olah bunyi.

Jika sebelumnya mereka menyuarakan musik progresif dan cenderung eksperimental lewat perpaduan anasir tradisional serta bunyi-bunyian sintetis, menjelang penghujung acara tampillah Riza Arshad dan Tohpati secara duet guna mengatasi kejenuhan. Dua buah lagu yang terasa lebih “ringan”, “Maha Esa” dan “Jauh” terdengar syahdu. Menurut penuturan Riza, di panggung yang sama kedua lagu itu pernah dibawakan 11 tahun lalu ketika simakDialog masih berusia 6 tahun. Ada sebuah insiden kecil tatkala gitar akustik yang seharusnya dimainkan pada kedua nomor tadi ternyata tidak berfungsi, sepertinya terdapat masalah di bagian tata suara gedung. Akhirnya Tohpati memutuskan untuk kembali menggunakan gitar solid body yang dipakainya semenjak awal pertunjukan. Acara diakhiri dengan “Kemarau” kemudian “Throwing Words”, komposisi yang terambil dari album Trance/Mission, berdurasi panjang lebih dari 10 menit sehingga lontaran improvisasi berlangsung secara ekstensif dan merata.

Memasuki usia yang ke-17, simakDialog terbukti mampu untuk bertahan dan terus berkarya di tengah ketatnya persaingan industri musik tanah air. Berani untuk berada di jalur yang tidak populer membuat grup ini layak mendapat apresiasi dan semoga simakDialog tetap eksis dengan musiknya yang progresif dan idealis. Proficiat!

Thomas Y. Anggoro

Lulusan ISI Yogyakarta. Telah meliput festival di berbagai tempat di Indonesia dan Malaysia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker