Konser Musik Djaduk Ferianto dan Kua Etnika “Nusa Swara” di “Festival Musik Indonesia”
Komposisi musik “Merapi Horeg” yang diinspirasi keganasan gunung Merapi karya Djaduk Ferianto, menjadi salah satu komposisi unggulan dalam pentas ulang “Nusa Swara” di Gedung Kesenian Jakarta, Jl Pasarbaru, 16 dan 17 Desember pukul 20.00 WIB. Karya yang diciptakan Djaduk tahun 1997 ini menafsir keagungan, kemurahan dan sekaligus keganasan gunung yang belum lama ini memuntahkan lahar panas dan membinaskan sejumlah desa di wilayah Kabupaten Sleman. Konser ini merupakan bagian dari “Festival Musik Indonesia” yang digelar sejak awal Desermber.
Sebelumnya, Agustus lalu, Nusa Swara tampil Teater Salihara, Jakartadan Concert Hall, Taman Budaya Yogyakarta. “Nusa Swara boleh dibilang sebuah upaya kreatif kami, untuk kembali menafsir dan memaknai apa yang dulu kerap digembar-gemborkan sebagai ‘wawasan nusantara’. Nusa Swara, sebagai judul sesungguhnya mengacu pada ‘nusa’ sebagai sebagai entitas kebangsaan, dan ‘swara’ atau suara yang mencoba membunyikan semangat dari ke-nusa-an itu. Dengan begitu, ia sesungguhnya mengacu atau bermain-main dengan idiom Nusantara sebagai sebuah wawasan dan kawasan itu,” kata Djaduk.
Semua komposisi dalam Nusa Swara sudah dipersiapkan sejak sekitar setahun lalu. “Selama proses pengerjaan komposisi itulah, kami merasakan ada sesuatu yang urgen dan mendesak untuk direfleksikan kembali, yakni soal Nusantara. Baik sebagai gagasan, semangat, bahkan impian. Dengan Nusa Swara inilah kami ingin membentangkan kembali kawasan kebudayaan Nusantara yang multikultural, beragam, luas dan besar. Karena yang dibutuhkan adalah semangat yang toleran, saling berdialog atar beudaya itu. Itulah yang kami oolah dalam komposisi-komposisi kami: semacam dialog berbagai bunyi dan sura yang dating dari berbagai penjuru budaya di Nusantara ini. Sangat eman-eman, amat sayang, kalau semua itu tidak menjadi kesadaran kita. Karena menurut saya, ‘kedaulatan kebudayaan’ juga perlu, agar kita bisa makin sejajar dengan bangsa-bangsa dunia. Agar kita tak dilecehkan Negara tetangga, misalnya. Nusa Swara, mencoba “menyuarakan” kegelisahan kami itu melalui tetabuhan dan bunyi, memalui musih kami,” kata Djaduk Ferianto lagi.
Nomor-nomor komposisi yang akan dimainkan adalah Tresnaning Tiyang, Bromo, Merapi Horeg, Matahari, Cilik, Kennanemi, Sintren, Kembang Boreh, Nirwana, Reog, Ronggeng to Latinos, Bromo, Reog\ dan Sintren.
Sejak berdiri tahun 1995, Kua Etnika telah menempatkan diri sebagai salah satu kelompok musi yang tekun mengolah khasanah musik etnis dengan semangat kontemprer. Kua Etnika sudah menghasilkan beberapa album, antara lain Nang Ning Nong Orkes Sumpeg, Ritus Swara, Unen Unen. Kua Etnikla juga telah menghasilkan album hasil kolaborasi dengan pemusik-pemusik manca negara, antara lain dengan para pemusik Malaysia yang menghasilkan konser Many Skin. Dan tahun 2003 lalu berproses dengan grup Pata Masters dari Jerman dan menghasilkan Pata Java. Kua Etnika juga banyakterlibat dalam pentas-pentas musik di banyak negara, seperti Swiss, Australia, Jerman, Belanda, Ceko dll.
Pada konser Nusa Swara ini, Kua Etnika akan tampil full team, termasuk Trie Utami, yang menjadi vokalis atau penyanyi utama di Kua Etnika. Sementara selain Djaduk Ferianto, para musisi para musisi Kua Etnika yang lain adalah Purwanto, Indra Gunawan, Agus Wahyudi, Benny Fuad, Dhanny Eriawan, Arie Senjayanto, Sukoco, Sony Suprapto dan Wibowo.
Melalui konser Nusa Swara ini, pada akhirnya, Kua Etnika ingin kembali memperluas cakrawala kesadaran dalam memahami warisan kekayaan kebudaan Nusantara yang melimpah dan menyediakan banyak ruang tafsir bagi dialog yang kreatif dan cerdas. Betapa yang disebut dengan “Nusantara” sesungguhnya adalah proses yang tak akan mandeg.***