TRISUM: Five in One
Catatan seputar konser peluncuran album kedua Trisum, Five in One, Rolling Stone Café Jakarta.
Langit Jakarta Jumat malam (18/2) lalu terbilang cerah, tak ada gugusan awan, apalagi hujan yang menghalangi sinaran bulan purnama. Untunglah, karena cuaca itu sangat mendukung untuk berlangsungnya konser rilis album kedua Trisum bertajuk Five in One di sebuah panggung yang terletak di Rolling Stone Café. Pukul setengah sembilan, 90 menit mundur dari jadwal tertulis, akhirnya panggung mulai bergetar.
Sebelum memasuki venue, tiap penonton dibekali sebuah CD gres Trisum berjudul Five in One yang berisi sembilan trek hasil garapan Dewa Budjana, Tohpati, Balawan, dan Indro. Kejenuhan audiens yang hampir puncak akhirnya terobati dengan nomor pembuka pertunjukan “Five in One,” memicu adrenalin lewat riff gitar distorsif khas heavy metal, hentakan drum energik, serta dentuman bas yang suportif. Judul album kedua itu sekaligus menegaskan bahwa kini Trisum sejatinya adalah berlima, dengan masuknya Indro sebagai basis dan Yesaya Wilander Soemantri (Echa) selaku penabuh drum serta keduanya menjadi anggota tetap.
Tak hanya menyuguhkan hingar-bingar dan lengkingan gitar elektrik, ketiga pendekar gitar itu pun duduk manis sembari memainkan gitar akustik. Balawan memecah tawa hadirin waktu ia berkelakar, “saya sebenarnya agak takut kalau disuruh main akustik, mainnya banyak, bayarannya sedikit, dan bikin jari sakit,” dengan logat Bali kental. Apapun alasannya, mereka bertiga tampil atraktif ketika melantunkan komposisi Balawan, “Love to Be Around You” dan “All You Can Eat” yang berpola ritmis interlocking dengan teknik slapping oleh Tohpati dan guitar banjo Budjana. Bahasa musikal berupa trading fours terdapat pada hampir tiap nomor. Kelimanya berakrobat lewat ide-ide spontan responsorial yang seringkali di luar dugaan. Salah satunya tampak dalam “Unyil” yang dirombak bergaya fusion dan rock progresif.

Basis Indro turut beraksi waktu memainkan komposisi gubahannya, “Bread Jam Bread” yang awalnya berupa solo bas dan tak lama berselang drummer Echa menyambangi dengan pukulan dan tendangan merentak. Jadilah sebuah jam session drum dan bas memikat, diamini oleh riuh decak kagum dan tepuk tangan audiens. Sebuah komposisi yang paling terasa nuansa jazz-nya adalah “Bubi’s” oleh Budjana yang berdenyut swing, bentuk rekognisi atas pianis jazz senior Bubi Chen.
Konser hampir usai waktu nomor milik Tohpati, “Rahwana” dimainkan. Komposisi yang meleburkan unsur etnik, fusion, dan rock progresif lewat sinkopasi serta unison njelimet pada tema utama. Dalam bagian ini, Budjana kembali beraksi dengan guitar banjo-nya. Setelah diprovokasi oleh penonton, kelimanya — yang telah turun panggung, akhirnya memberikan encore sebuah trek dari album pertama, aransemen Tohpati atas lagu tradisional “Cublak-Cublak Suweng” yang menyelipkan olahan ritme gamelan Bali. Setelah itu, pertunjukan barulah benar-benar tuntas.