Jose James Wish on the Moon

Hampir saja lepas dari perhatian penulis. Jose James. Vokalis kelahiran Minneapolis yang pertama namanya dikenal oleh publik justru muncul dari London ini memang cukup menjanjikan sebagai pendatang baru yang mempunyai bakat luar biasa. Saat ini, Jose sedang terlibat dalam beberapa proyek musik bersama Wynton Marsalis & Jazz at the Lincoln Center dalam program “A Tribute to Billy Strayhorn” serta bergabung dalam tour internasional pianis jazz legendaris McCoy Tyner dalam tajuk “The Music of John Coltrane and Johnny Hartman”.
Tentu saja, pemenang Edison Award dan L’Académie du Jazz Grand Prix 2010 untuk kategori vokal jazz ini sendiri juga sudah mengeluarkan 3 album: “The Dreamer” (2008), “Blackmagic” (2010) dan “For All We Know” (2010). Penulis sendiri sebelumnya sudah mendengarkan album duet vokal/piano “For All We Know” yang direlease oleh label “the house that Trane built”, Impulse Records. Bayangannya sebelum menyaksikan pertunjukannya mengesankan suasana after hours sebuah klab jazz yang intim seperti yang ada dalam album tersebut.
Bayangan tersebut ternyata sama sekali meleset, meski sama-sama mengasyikkan. Kalau mengikuti beberapa album para vokalis pendatang baru seperti Jamie Cullum dengan “The Persuit” (2010) atau Norah Jones dengan “The Fall” (2009), di mana keduanya memang menonjol dengan corak crossover, campuran masa kini antara musik pop, soul, hip-hop, rock, elektronis dan jazz. Itulah sekilas gambaran warna dan spirit musik yang ditampilkan oleh Jose James di AXIS Jakarta International Java Jazz 2011.
Jose tampil di event ini dua kali, Sabtu (5/3) dan Minggu (6/3). Tampil dengan setelan celana dan blazer hitam berkemeja putih plus dasi, klimis bak para pria kosmopolis, Jose dibantu oleh Grant Windsor (piano & Fender Rhodes), Takuya Kuroda (trumpet), Chris Smith (bass) dan Richard Spaven (drum). Menampilkan beberapa komposisi dari 2 album pertama Jose. Mereka menampilkan ‘The Dreamer’, ‘Save Your Love for Me’, ‘Electromagnetic’, ‘Warrior’, ‘Blackmagic’ dan ‘Park Bench People’.
Tren para penyanyi crossover jazz sepuluh tahun terakhir ini memang lebih mengadaptasi berbagai tren musik mutakhir, kombinasi antar genre musik. Bisa dilihat secara parsial per bagian instrumentasi. Antara drum, bass, keyboard, trumpet bisa berjalan dengan warnanya masing-masing. Seolah masing-masing bagian tersebut saling bertabrakan. Namun mereka masih menyisakan benang merah yang pas. Jenis-jenis musik yang ada dirajut, saling tumpang tindih membentuk sebuah harmoni menarik. Antara akustik dan elektronik, jazz, pop, hip-hop, soul atau musik rock. Kritisi musik Thom Jurek menyebutnya, “Apa yang dilakukannya adalah jiwa yang muncul dari musik jazz di abad 21 ini dan dalam semangat kedua tradisi, ia menciptakan sesuatu yang baru dari jejak yang akrab”.
Tidak mengherankan juga kalau Jose juga mencari identitasnya dengan tren ini. Meski diantara aktifitasnya juga sering menyanyikan koleksi-koleksi American songbooks dan dalam format akustik. Karakter suaranya sendiri unik. Ada artikulasi yang sengau dan terkadang hadir dengan cakupan nada tenor. Jadi seperti mendengarkan Johnny Hartman sekaligus Al Jarreau. Tapi justru sinkron dengan warna musik yang ditampilkan. Eksistensi band pendukungnya juga sangat kuat. Bahkan terlitas di pikiran, vokalis ini telah menjadi instrumen tersendiri yang saling melengkapi untuk kelompok ini. Ingat salah satu tembang Billie Holiday ‘I Wish on the Moon’, seolah Jose mengajak kita ke bulan, sebuah perlambang perkembangan baru peradaban manusia.