Yakou Tribe, Meniti Malam Dengan Olah Bunyi Penembus Nurani
Serambi Jazz, GoetheHaus, Jumat 21 April 2011.
Konsistensi Serambi Jazz dalam menghibur dan mendukung pengembangan apresiasi jazz di tanah air mulai terbukti. Tahun ini adalah tahun ketiga bergulirnya acara yang juga mempererat jalinan kawan dua negara, Indonesia dan Jerman. Sepanjang tahun 2010, sebanyak 46 musisi, 8 grup dari Jerman dan Indonesia berkontribusi dalam Serambi Jazz, dengan sajian musik jazz bermutu tinggi dan variatif ditambah lokakarya yang pula menjadi program penting. Oleh karena itu pula, acara tersebut selalu dinanti para penikmat jazz di Indonesia. Sudah gratis, pun berkelas. Mau apa lagi? Tentunya ini adalah hasil kerja keras Riza Arshad, figur jazz garda depan di Indonesia selaku penggagas dan kurator. Sebuah upaya yang patut didukung berbagai pihak yang berniat memajukan perkembangan jazz dalam negeri.
Setelah dibuka lewat konser Groens Project dan David Manuhutu Februari lalu, Kini Serambi Jazz menyuguhkan sajian menarik grup asal Berlin, Yakou Tribe. Sebelum manggung di GoetheHaus Jakarta, sehari berselang mereka tampil di Bandung, yang juga mendapat respon positif dari audiens. Kelompok ini dengan mudah berkelana di antara batasan jazz, Americana, dan pop. Terdiri atas empat musisi berpengalaman; Kai Brückner (gitar, banjo, mandolin, dobro), Jan von Klewitz (saksofon), Johannes Gunkel (kontrabas, bas gitar) serta Rainer Winch (drum), Yakou Tribe menyuarakan perpaduan unik antara luasnya ranah Amerika dan dunia malam Berlin. “Yakou” berasal dari bahasa Jepang yang berarti “perjalanan malam” atau “cahaya mistis.”
Pertunjukan dimulai tepat pukul setengah delapan malam, tampak kursi penonton telah terisi penuh. Nomor pertama adalah “Darum,” ketika mendengarnya langsung terasa cita rasa jazz Eropa yang presisi serta harmoni kompleks pun sesekali bernuansa enigmatis. Memasuki komposisi kedua, Johannes yang sebelumnya menggendong bas elektrik, beralih akustik ke kontrabas. Perubahan signifikan terdengar dalam “Round,” tempo menjadi lambat dengan dialog interaktif Kai dan Jan. Pada repertoar berikutnya, sang peniup saksofon membuka jasnya seiring dengan musik yang memanas lewat deru “Fox and Goose.”
Yakou Tribe bukanlah grup jago kandang, mereka telah bermain di berbagai penjuru dunia; Jerman dan sekitarnya, Amerika, India, hingga Afrika sudah pernah dilakoni. Cerita unik menjadi narasi untuk komposisi “Bila Jina,” kisahnya adalah judul tersebut diberikan oleh seorang penonton di Nairobi setelah mendengar gubahan itu dimainkan, “sebelumnya komposisi ini, seperti beberapa komposisi lain, belum punya judul,” jelas Kai. Tercermin dari ragam olah bunyi Yakou Tribe yang kaya spontanitas, dengan pola ritme variatif terutama lewat pukulan drum Rainer yang juga seringkali mengeksplorasi instrumen – instrumen perkusi yang memiliki karakter suara khas.
Gitaris dan pentolan grup ini, Kai Brückner, punya andil besar dalam membentuk kerangka musikal Yakou Tribe. Sebelum kuliah, ia terbiasa manggung bersama band – band rock di Berlin. Fase selanjutnya adalah dirinya pindah ke New York dan berkesempatan menimba ilmu dan pengalaman dari para gitaris beken semisal Mike Stern, Wayne Krantz, dan John Abercrombie. Aksinya nampak pada nomor “Rejoice” yang naratif, mungkin karena iapun sering membuat komposisi musik film. Malam itu, band tersebut melaju dengan menghadirkan komposisi “Winterlied” dan “Raogo.”
Hentakan beat khas musik bluegrass kentara sekali waktu mereka mainkan “Jäger Hofstr” dan repertoar terakhir “Boogaloo,” sedangkan saksofonis Jan von Klewitz mengerahkan segala kemampuan tiupnya pada nomor bonus bergaya funk, “Don Camelone” yang pula mengakhiri konser Yakou Tribe malam itu. Sebuah pertunjukan yang berkelas dan menghibur oleh Yakou Tribe, dan bersiaplah untuk gelaran Serambi Jazz episode ketiga di tahun ini pada bulan Juni mendatang dengan penampilan musisi jazz lokal, Benny Likumahuwa Jazz Connection dan Kuartet Sandy Winarta.