Dari Peluncuran Album “February” Bintang Indrianto

“Sedianya saya cuma main sendiri, karena saya mainnya jazz. Tapi karena tempatnya Salihara, saya ga rela cuma main jazz. Bosan. Sama scale-nya pas-pasan kata Indro,” begitu seloroh Bintang Indrianto sambil merendah dengan menyebut nama sesama pemain bass sesi yang juga hadir pada pentas di Salihara malam itu (4/2/’12). Bintang pun asli tak sendiri, ada rombongan kur Trinity, penari serta penyanyi. Memang betul ada penyanyi, dominan malahan, karena kali ini adalah album dengan lagu-lagu berlirik, “Kebiasaan saya kalau diundang ke Salihara, ga mau cuma main, sekalian nyambi bikin album. Jadi ‘February’ paling khusus buat acara ini.”
Kalaupun menulis lirik adalah di luar kebiasaan sebelumnya, Matthew Sayerz yang bernyanyi pertama segera menepis anggapan bahwa ini bakal jadi album kompromi seorang instrumentalis. “Cahaya” mengalir penuh dari suara vokalis muda ini, diimbuhi aksen improvisasi blues yang sesekali meluncur dan menclok pas di jalurnya bak pendekatan peniup horn. Anda Perdana pun bawa nuansa retro dengan karakter serak rock era subkultur hippie seperti pada “Jangan Terulang”, lengkap dengan aksesori sustain panjang organ dari synth yang dimainkan Imam Garmansyah. Kemunculannya itu secara kebetulan bersamaan dengan gaung 10 tahun film AADC di luar acara ini yang turut melambungkan namanya. Para penyanyi ini pun dituntut tampil teatrikal, Fadly “Padi” bercaping memanggul cangkul pada “Ayo” untuk kemudian dalam kontras berikutnya, bertopi memanggul stik golf pada “Fields of Gold” (Sting, 1993) yang di antaranya memlesetkan kata “valley” jadi Bali.

“Bumi Marintih” adalah ketika suling Saat “Borneo” Syah bergetar meratap, hadirkan kembali sugesti menyepi yang jadi cirinya tiap berkontribusi pada rekaman orang. Kali ini ayun waltz di kepala lagu diisi suling berkonstruksi unik, tabung panjang putih dari bahan PVC yang berlekuk tiga menyerupai huruf C. Muncul di sini adegan paling serius, yang otomatis paling masuk akal, sukses disajikan dengan penari gemulai menggiring bola dunia ke semua sudut pentas.
Di antara pendukung lainnya, Arief Setiadi cenderung bermain di latar dengan justru memilih warna tonal halus tenor sax, begitu juga Kiki Dunung (gender gamelan, kendang, perkusi) yang menyokong ambience. Paduan suara yang dipimpin Bonar Sihombing pun relatif tampil terpisah kecuali pada lagu yang dinyanyikan Fadly. Satu dua kali salah satu personil album muncul sebagai tandem kur yang kesannya dihadirkan agar teater ini punya nuansa celestial.

Di luar permainan tanpa-canda Bintang di belakang kelompok seperti Sruti Respati, bassist ini sering mengambil peran nakal seperti saat beberapa kali iringi Sudjiwo Tedjo. Saat lainnya adalah reuni bersama Budjana dan Riza Arshad yang seperti bertemu geng badung. Jadi, “Phsyco” (entah typo atau sengaja dieja begitu) yang ajaib dengan banyolan ritme reggae sebetulnya kegilaan yang terduga.
Daftar Lagu “February” (IndieJazz Indonesia, 2012):
1. Jangan Terulang (Anda Perdana)
2. Ayo (Ahmad Joel)
3. Cahaya (Matthew Sayersz)
4. Ibuku Sayang (Zahra dan Anda Perdana)
5. Duo Masquito (The G – L & Blek)
6. Phsyco (feat. Saat Borneo)
7. Spiritual (feat. Arief Setiadi)
8. Bumi Marintih (Saat’s song)