News

Dewa Budjana: Konsisten Hasilkan Karya

Sudah lebih dari 20 album, senang bisa memainkan lagu sendiri di grup rock berkonsep kreatif Gigi agaknya jadi visi konsisten I Dewa Gede Budjana soal membuat album sendiri. Paralel dengan karibnya Riza Arshad dan Bintang Indrianto dari angkatan pertama kelas Jack & Indra Lesmana Workshop, ia turut menghidupkan wilayah kontemporer perkembangan jazz tanah air. Kenal gitar dari kuli bangunan di Klungkung tahun ’74 ternyata bergulir terus jadi profesi dan kecintaan.

Langkah meluncurkan album gitar solo pada produksi Chico & Ira, “Nusa Damai” (1997), berlanjut konsisten dengan “Gitarku” (Sony, 2000), “Samsara” (Sony, 2003), “Home” (Sony BMG, 2005), dan “Dawai in Paradise” (DeMajors, 2011). Mencari suaka batin, sanctuary, adalah benang merah album-album tersebut, paralel dengan silabel “Om” yang tertoreh pada koleksi gitarnya. Ada refleksi yang sangat personal seperti “Ruang Dialisis” dengan kidung mendiang neneknya, “Lalu Lintas” yang sering dapat revisit dan makin funk (termasuk oleh Trisum), hingga nostalgia ragtime langka “Souvereign Hill” bersama legenda Bubi Chen.

Minat khususnya pada free jazz pernah diungkapkannya saat WartaJazz mengabarkan konser Geisser-Mazzola di Prambanan yang ajaibnya disesaki orang. Ini tercermin dari profil improvisasinya, gandrung pilihan disonansi yang menohok kita agar menerimanya sebagai pola alami baru, untuk kemudian dinikmati utuh setelah pulih dari terkejut, pada lagu yang ramah dengar sekalipun. Mungkin kita bisa mengacu pada Bill Frisell di antara sejumlah nama yang mempengaruhinya: John McLaughlin, Keith Jarreth, Jan Garbarek, Chick Corea, dll. Secara dewasa proporsi karakter free itu terbungkus jinak dalam lagu-lagu miliknya sendiri. Bahkan ketukan 5/4 pun jadi tak kentara saat “Gangga” atau “Malacca Bay” mengalun.

Kurang prolifik bagaimana lagi jika baru-baru inipun “Nyanyian Dharma” yang sempat beredar dalam bentuk kaset beredar pula videonya dari pentas di Prambanan Januari 2012. Ini menyusul video konser Trisum (2005), video konser GKJ (2009), dan buku yang memajang koleksi gitarnyae. Belum lagi ambisi yang sudah kelihatan hasilnya adalah mengumpulkan 32 gitar yang telah dilukisi para maestro Indonesia, dipajang di museum khusus gitar di Ubud. Budjana pun menjelajah banyak bentuk alternatif instrumen ini, sitar elektrik, bentuk banjo, soprano, ukulele, dan fretless.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker