Merayakan Hari Jazz Sedunia

“The earth has music for those who listen.”
– William Shakespeare
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, jazz secara resmi dirayakan di seluruh dunia tertanggal 30 April. Pengesahan untuk momen historis tersebut diberikan oleh UNESCO menjadi “International Jazz Day” yang akan diperingati setiap tahunnya.
Sebelum terwujud International Jazz Day, awalnya merupakan s
ebuah festival bulanan Jazz Appreciation Month saban April yang dimulai sejak 2001 oleh John Edward Hasse, kurator Smithsonian’s National Museum of American History untuk merekognisi jazz sebagai seni asli Amerika.
Ide perihal International Jazz Day datang dari seorang ikon jazz Herbie Hancock yang tahun lalu ditunjuk menjadi Goodwill Ambassador UNESCO, sebagai program pertamanya. Misi untuk mendorong dialog lintas budaya serta pemahaman tentang jazz, lewat edukasi jazz terutama kepada anak-anak yang memiliki keterbatasan sarana belajar itu mendapat respons positif oleh 195 negara anggota yang menyetujui rancangan tersebut.
Disambut baik pula oleh Direktur-Jenderal UNESCO Irina Bokova yang turut mendukung International Jazz Day, ia berpendapat bahwa jazz memiliki kontribusi penting sebagai sarana komunikasi yang melampaui perbedaan dalam tataran global.
Maraton International Jazz Day bermula 27 April 2012 dengan sebuah perhelatan di Markas Besar UNESCO di Paris, meliputi sederet program edukasi dan konser malam harinya. Penampil antara lain Herbie Hancock, pianis muda berbakat asal Armenia Tigran Hamasyan, basis senior Marcus Miller, pula chanteuse Barbara Hendricks, Dee Dee Bridgewater, George Benson, berikut para musisi jazz setempat.
Sejatinya, semenjak kelahirannya di New Orleans akhir abad ke-19, jazz merupakan suatu ekspresi bunyi yang memiliki elemen plural; berakar dari tradisi musik Afrika namun juga terkandung preferensi musik tradisi Eropa – dibawa oleh para imigran waktu itu – yang kemudian menjadi sarana aktualisasi diri kaum kulit hitam yang tertindas oleh sistem perbudakan.
Hingga perkembangan dewasa ini, jazz dengan mudahnya berakulturasi dengan berbagai unsur musikal di penjuru dunia, jazz ialah melting pot besar yang terus berevolusi dan peka zaman. Memang, jazz berasal dan dibentuk oleh orang-orang kulit hitam di Amerika, tetapi kini musik yang berciri improvisasi sebagai nadinya tersebut, dimiliki oleh setiap orang di muka bumi. Siapapun, di manapun, dan kapanpun berhak untuk mengapresiasi jazz.
Pada hari perayaan 30 April 2012, kemeriahan itu diawali dengan berlangsungnya sunrise concert, dan tak ada tempat yang lebih tepat selain Congo Square, New Orleans, lokasi di mana jazz lahir. Di tempat lain; Rio De Janeiro, Cape Town, Carabobo (Venezuela), Malta, Budapest, dan sekurangnya lima puluh titik di penjuru dunia termasuk Jakarta ikut ambil bagian dalam International Jazz Day perdana.
Seremoni yang berjalan di Congo Square, berikut kata sambutan Herbie, Irina, juga Tom Carter selaku Presiden Thelonious Monk Institute of Jazz, yang berperan memfasilitasi acara sedari awal, serta Walikota New Orleans Mitch Landrieu, diwarnai performa insan-insan jazz lintas generasi; Ellis Marsalis, Terence Blanchard, Kermit Ruffins, Jeff ‘Tain’ Watts, dan lain-lain.
Dari New Orleans menuju New York, beralih petang adalah puncak acara International Jazz Day. Bertempat di Markas Besar PBB, sunset concert merupakan pertunjukan yang bersejarah, menampilkan musisi-musisi jazz lintas benua, genre, dan usia. Quincy Jones membuka dengan pidato yang menegaskan bahwa jazz ialah musik kebanggan Amerika, dan harus selalu dikembangkan. Dari benua Afrika, Richard Bona, Angelique Kidjo, dan Hugh Masekala, Timur Tengah diwakilkan Eli Degibri dan Tarek Yamani, sedangkan Lang Lang, Hiromi, Zakir hussain, dan Shankar Mahadevan representasi daratan Asia.
Saksofonis senior Jimmy Heath (86) beraksi dengan kontrabasis Esperanza Spalding dari generasi kini, serta ketiga alumni Miles Davis Quintet yaitu Herbie Hancock, Ron Carter, dan Wayne Shorter juga Jack DeJohnette menggantikan drummer Miles, Tony Williams (1945-1997) begitu fenomenal. Berakhir oleh kejutan dari Stevie Wonder bawakan lagu “As” dari album Songs in the Key of Life.
Di Indonesia, International Jazz Day turut dirayakan, lewat sebuah konser kecil namun menarik. Bertajuk “Celebrating International Jazz Day, Celebrating Life,” menampilkan Ade & Brothers di Pusat Kebudayaan Amerika Serikat – @america, Pacific Place Jakarta. Rencana awal untuk menghadirkan trio M. Ade Irawan (piano), Donny Sundjojo (kontrabas), dan Sandy Winarta (drum) terpaksa berubah format menjadi duet piano-kontrabas karena sang drummer berhalangan hadir.
Meskipun hanya tampil berdua, Ade, pianis berbakat yang tuna netra sejak lahir mampu untuk memukau audiens bersama sajian atraktif Donny. Ade lahir di Colchester, Inggris 18 tahun lalu belajar musik secara otodidak dan mengandalkan pendengaran yang luar biasa. Menurut sang ibunda, Endang Irawan yang malam itu pula hadir, puteranya tersebut mulai menyentuh kibor waktu berusia 5 tahun kemudian pindah ke piano dua tahun setelahnya, dan berimprovisasi jazz sejak umur 9.
Menyajikan sederet nomor jazz standar dan komposisi orisinil, Ade dan Donny tampil santai dan komunikatif. Keduanya adalah musisi jazz muda terbaik di tanah air, Donny dengan jam terbang yang tinggi dan permainan memikat, pula Ade yang punya banyak pengalaman, di antaranya bermain pada Chicago Jazz Festival 2007, resital piano solo di Sydney Opera House, Australia yang mendapat banyak pujian kalangan internasional. Ditambah kesempatan untuk tampil bersama para musisi jazz dan blues terdepan di Chicago.
Sesuai dengan tema acara, merayakan International Jazz Day berarti pula merayakan kehidupan itu sendiri, seperti diteladani oleh Ade dan berbagai insan jazz di seluruh dunia. Dalam konteks kekinian, jazz adalah milik dunia, serta dapat memberi perubahan untuk masa depan yang lebih baik, dengan kaum muda sebagai agennya. Mengutip tagline Jazz Appreciation Month, “Jazz: Spontaneous. Never Ordinary. Completely Genuine.”
Happy Jazzday!