Kekko Fornarelli, bernarasi monolog lewat piano tunggal

Hujan mengguyur Jakarta pada Selasa malam (4/12). Sudah menjadi anggapan pengguna jalan di ibukota, hujan paralel dengan lalu-lintas yang (tambah) macet. Hal itu turut dialami Kekko Fornarelli saat dirinya menggelar resital piano bertajuk “Monologue” di Pusat Kebudayaan Italia, Istituto Italiano di Cultura di kawasan Menteng Jakarta Pusat.
“Macet di Jakarta gila,” ujar Kekko, ia menambahkan, “pengalaman yang unik, karena setelah konser malam ini saya langsung lanjut ke Hong Kong, jadi kesan pertama tentang Jakarta bagi saya adalah macet,” jelasnya.
Sehubungan dengan program acara “Monologue,” merupakan proyek terkini Kekko dalam eksplorasi bunyi berformat solo piano. Sebelumnya pianis-komposer asal Bari, Italia tersebut melansir proyek Kube pun terwujud dalam album Room of Mirrors (Auand Records, 2011) ditemani Luca Burgarelli pada kontrabas juga pemain drum-perkusionis Gianlivio Liberti.
Dimulai lepas pukul delapan malam, Kekko membuka dengan rendisi piano tunggal atas “Kiss From a Rose” yang dipopulerkan penyanyi Seal. Di tangan Kekko, lagu tema dari film Batman Forever (1995) tersebut menjadi sebuah denting balada impresionistik sekaligus menyelipkan improvisasi intuitif.
Jika seorang Robert Schumann punya komposisi Kinderszenen Op.17 sebagai reminisensi masa kanak-kanaknya, maka Kekko memiliki nomor berciri cantabile “The Flavour of Clouds” yang terambil dari Room of Mirrors. Ia memberi pendahuluan tentang karyanya, “Waktu kecil dulu, saya suka berandai-andai untuk menggapai awan, juga mencicipi untuk tahu bagaimana rasanya. Memang sebuah imajinasi yang cukup aneh dibandingkan imajinasi anak-anak kebanyakan,” ceritanya.
Walaupun mayoritas nomor-nomor yang disajikan Kekko bertempo laid-back, namun ia menutup dengan goyangan “Brazilian Like” milik Michel Petrucciani, salah satu pahlawan musik Kekko yang terdapat pada album rekognisi A French Man in New York (Widesound Records, 2008). Selain menampilkan kendali motorik yang sangat presisi, Kekko hadirkan pula kutipan “Caravan” dari Juan Tizol.
Melalui pertunjukan “Monologue” Kekko Fornarelli tak hanya beraksi pianistik namun juga tunjukkan kapabilitas seorang komposer, memadukan berbagai elemen secara eklektik dan terbuka. Di samping itu pula, menjadi daya tarik utama Kekko adalah sentuhan narasi-narasi personal yang ia bisikkan lewat percakapan antara dirinya dengan piano.
Bravo!