News

Minimum for Maximum: Banyolan gitar dan biola Balawan-Didiet

Balawan: Diet, kamu mau tau nggak, alasan saya pakai gitar double neck ini?
Didiet: Nggak mau mas… (sambil gelengkan kepala)
Balawan: (Terdiam sejenak) Hmm, aku kasih tau ya, sebenarnya buat menutupi perut! Hahahaha..

Dialog itu merupakan secuil adegan yang membuat penonton terpingkal pada acara Minimum for Maximum: Music from Guitar & Violin yang berlangsung di Teater Salihara, Sabtu malam (12/1). Konser tersebut menampilkan jagoan gitar I Wayan Balawan bersama Didiet dengan biolanya, sekaligus membuka gelaran Salihara Jazz Buzz di awal tahun ini.

Berbeda dengan konser jazz pada umumnya, malam itu Balawan dan Didiet tak hanya bermain musik namun pula memegang peranan sebagai teatrikawan. Alih-alih ditata seperti panggung ‘standar,’ arena pertunjukan beralih menjadi replika rumah Balawan – lengkap dengan perabotan semisal kursi, meja, lemari, kasur, bahkan ranjang bayi. Di barisan depan, terlihat sejumlah pengunjung duduk lesehan karena bangku penonton terisi penuh.

Balawan memulai acara lewat sebuah monolog yang menggambarkan dirinya mengasuh sang buah hati, dan ia mengenakan kostum rumahan berupa celana pendek dan kemeja santai pun tanpa alas kaki.

Balawan (gitar) dan Didiet (violin), Teater Salihara Jakarta (Foto: Witjak/Salihara)
Balawan (gitar) dan Didiet (violin), Teater Salihara Jakarta (Foto: Witjak/Salihara)

Tak lama kemudian datanglah ‘tamu’ yang membawa soft case biola dan memakai topi, gaya trademark violinis muda bernama Didiet. Selepas percakapan singkat mereka mainkan komposisi Balawan bertajuk “What’s Left in Bali?” tentang situasi kampung halamannya. “Sekarang di Bali sawah-sawah banyak yang dijual ke orang bule untuk dibangun ruko dan vila. Kala terus begini, apa lagi yang tersisa?” ujarnya.

Selanjutnya adalah nomor “One Day We Will Make It,” impian Balawan mengenai Indonesia menjadi negara yang teratur dan makmur. Tak hanya berduet gitar dan biola, konser malam itu diramaikan pula oleh Fajar Adi Nugroho dengan bas empat dawainya. Ketiganya tampak bercakap-cakap dalam suasana santai, penuh canda dan terkadang saling meledek soal permainan masing-masing. Diteruskan “Mie Goreng As Long As I Can Live” yang energik.

Balawan (gitar), Didiet (violin) dan Fajar Adi Nugroho (bas), Teater Salihara Jakarta (Foto: Witjak/Salihara)
Balawan (gitar), Didiet (violin) dan Fajar Adi Nugroho (bas), Teater Salihara Jakarta (Foto: Witjak/Salihara)

Balawan juga mengomentari situasi industri musik di tanah air secara ironi sambil  berkata, “Maunya bikin musik  yang rumit, mainnya cepat, uangnya banyak,” yang langsung disambut gelak tawa hadirin. Ia pun kembali beraksi lewat tarian jemari di atas gitar bersetang gandanya pada “Ririmemeri” dan “Mainz in My Mind” dari album terdahulu.

Sound yang dihasilkan gitar Balawan memang unik, di samping permainan rancak kecepatan tinggi dilengkapi pula dengan sejumlah perangkat elektronik sehingga berbunyi layaknya synthesizer. Didiet pun demikian, biola listriknya terhubung ‘kotak ajaib’ untuk hasilkan produksi suara seperti ombak, kerbau, dan siulan, seperti yang diperagakan pada salah satu sesi.

I Wayan Balawan, Teater Salihara Jakarta (Foto: Witjak/Salihara)
I Wayan Balawan, Teater Salihara Jakarta (Foto: Witjak/Salihara)

Ada pula saat ketika Balawan memutuskan untuk beristirahat sejenak sambil berbaring. Giliran Didiet dan Fajar untuk berdialog dalam putaran modus pelog-slendro dengan gesitnya. Nomor lain yang dimainkan adalah “Your Love Is,” Love to Be Around You,” perisa bluegrass campur Bali dalam “Country Beleganjur” sampai rendisi sonata piano “Alla Turca” atau “Turkish Rondo” milik Mozart.

Menjelang akhir pertunjukan, lampu panggung dipadamkan sementara dan tiba-tiba berubah menjadi konser betulan. Para pemain berbusana rapi dan mainkan nomor pamungkas “Bali Dance” yang menghentak, ditambah pukulan drum Dion Subiakto. Terlihat Balawan dan rekan-rekan asyik bermain musik sambil menari hingga acara benar-benar usai.

Balawan, Didiet, Fajar dan Dion, Teater Salihara Jakarta (Foto: Witjak/Salihara)
Balawan, Didiet, Fajar dan Dion, Teater Salihara Jakarta (Foto: Witjak/Salihara)

Minimum for Maximum: Music from Guitar & Violin merupakan sebuah pagelaran jazz yang menarik untuk disaksikan karena tidak lazim, memadukan skill bermain alat musik dengan berlakon. Dengan menonton pertunjukan tersebut kita dapat melihat sisi lain Balawan, Didiet dan kawan-kawan dalam keseharian mereka yang tidak melulu pamer kebolehan atau adu tangkas namun penuh tingkah senda-gurau nan menghibur.

 

Thomas Y. Anggoro

Lulusan ISI Yogyakarta. Telah meliput festival di berbagai tempat di Indonesia dan Malaysia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker