News

Jazz Kinetik Sri Hanuraga Trio di Salihara

Dalam reka ingatan panggung W/H/A/T quartet lima tahun silam, Sri Hanuraga kini masihlah pesona kecepatan yang sama, namun makin berlimpah amunisi melodiknya. Ide-ide itu berkejaran dalam permainan fluid, penggalan artikulasi yang terjaga, dan ajek memakai blues sebagai kendaraan improvisasi. Panggung Salihara Sabtu malam (26/01/’13) adalah format ke tiga yang menyertakan Aga (panggilan pendeknya) dalam grup rekaman album, kali ini sebagai pemimpin. Namun, bentuk trio ini justru lebih dulu diperkenalkan ke tanah air pada Java Jazz Festival 2012 di tengah aktifnya promosi kuartet The Brag Pack (yang baru menyusul diboyong sesudahnya). Maka setelah album Just Braggin’ (Stankoffamusic, 2012) yang laris habis itu dan album W/H/A/T No Words (demajors, 2010), tahun ini adalah saatnya ia merilis “Sri Hanuraga” (Stankoffamusic, 2013) bersama kontrabasis Theo Balbig dan penabuh drum Kristijan Krajnčan. Hanya saja untuk pentas Salihara Jazz Buzz, Balbig yang dulu datang sekaligus terlibat rekaman anyar itu disubstitusi Mattia Magatelli.

sri-hanuraga-jazz-buzz-salihara-2013.jpg
Sri Hanuraga (Komunitas Salihara/Foto: Witjak)

Babak pertama konser adalah set tribute, Aga membuka dengan “Blues for McCoy” yang eksplisit kreditnya bagi sang pianis, lalu disusul kreasinya atas teknik permutasi 12 nada Arnold Schoenberg, untuk penggambaran tokoh kartun berkepribadian ganda “Crowned Clown“. Memakai seluruh nada begitu saja akan menjadikan lagu terdengar atonal alias sumbang. Akan tetapi, inisiatif Schoenberg di tahun 20-an tadi memungkinkan alur logis terdengar. Permutasi itulah yang dicoba Aga untuk komposisinya sendiri dalam dua belahan, masing-masing untuk lakon protagonis dan antagonis tokoh rekaan tadi. Elaborasi teknik pun kembali ditunjukkannya sebagai minat khusus pada tiga bagian “Argo Suite“, penghormatannya kepada komponis Perancis Olivier Messiaen (yang sempat pula berkutat dengan hasil kerja Schoenberg).

Selain “Four in One” (aransemen Aga untuk nomer Monk ini pernah direkam oleh drummer kawakan Ralph Peterson Jr.), ketimbang menujukannya kepada orang, reinterpretasi “Illir-Illir” seolah jadi tribute juga bagi tanah asal pianis yang banyak habiskan waktu di Eropa untuk belajar di Conservatory of Amsterdam mulai usia 19 tahun. Di negeri itupun ia belakangan belajar gamelan yang menginspirasi karya “Untitled“, lagu belum ada judul yang tidak serta-merta berbunyi seperti langgam instrumen tradisional itu. Nomer tersebut dibawakannya pada babak kedua setelah jeda berikut “Pulang”, hingga pamungkas “Spyros The Dragon“.

Memperkuat tim live, Magatelli selain dituntut mainkan melodi dengan teknik gesek pada langgam Jawa di atas, juga mainkan bas elektrik, dan isi slot yang sedianya adalah untuk solo saksofon, instrumen tamu pada versi rekaman. Sementara profil Krajnčan sebagai drummer dihiasi prestasi terakhir, semifinalis 2012 kompetisi tahunan Thelonious Monk yang sangat bergengsi (mengorbitkan Ben Williams, Chris Potter, Joshua Redman, dll.), bersama empat orang lainnya dari luar Amerika Serikat. Krajnčan kadang membuat simulasi melodi dengan memanfaatkan aneka pitch dari single head tom-tom mini tak bertabung di sekelilingnya. Ia pun piawai membuat plot yang berkembang logis untuk diikuti pada solo nomer penutup.

sri-hanuraga-trio-jazz-buzz-salihara-2013.jpg
Sri Hanuraga Trio pada Salihara Jazz Buzz 2013 (Komunitas Salihara/Foto: Witjak)

Memenuhi permintaan populer, trio ini naik lagi untuk encoreIf I Should Lose You“. Ayun standar straight ahead menurunkan warna tegang yang dominan dalam konser malam itu, konser yang sekali lagi memberi sinyal positif bahwa ada masa depan kita di jazz.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker