News

Ligro Trio: Kolase Jazz-Rock-Klasik di Salihara

Ligro yang jail membaca kata “orgil” (orang gila) dari belakang tak berhenti hanya sekedar pada permutasi nama untuk keperluan identitas trio jazz rock yang sudah punya dua album “Dictionary” itu. Embrio jail menukar-nukar huruf itu menemukan rahim musiknya yang kembali mereka pentaskan di Salihara (09/02/’13) dalam rangkaian Jazz Buzz 2013.

ligro-trio-salihara-jazz-buzz.jpg
Ligro Trio menutup Salihara Jazz Buzz 2013 (Komunitas Salihara/Foto: Witjak)

Membaca konsernya dari belakang, sebelum ditutup dengan “Bliker 3” ada “20th Century Collage” yang di balik lompatan bebas energi rock-nya menyembunyikan draf teoretis yang dipinjam dari komponis Messiaen, Anton Webern, Tony Prabowo (kurator Salihara), dan dari salah satu otak “orgil” sendiri, Adi Darmawan. Messiaen yang mengindra warna pada saat yang bekerja justru pendengaran (sinestesia) atau Webern yang mencetuskan serialisme adalah pelaku sejarah musik abad XX ketika penulisan lagu juga didekati laiknya rumus matematika. Demikian halnya jazz, permutasi interval, meter ganjil, mengulang-ngulang kata yang dibentuk dari notasi huruf, hingga menyandikan kode tahun adalah bagian aspek intelektual jazz di luar jelimet improvisasi. Sebut saja Wadada Leo Smith yang mengodekan peristiwa emansipasi warga Afro-Amerika dalam “Ten Freedom Summers“, atau yang pernah singgah ke tanah air, Henning Sieverts (mengodekan kelompok pelukis Munich) dan Pata Masters (yang tuliskan musik dalam kombinasi gambar titik).

Nomer kolase itu menampilkan aransemen seksi tiup lengkap, sesuatu yang segar dari live Ligro Trio, plus tamu pianis brilian Ade Irawan dan violis Dika Chasmala yang masing-masing ikut di jalur cepat imbangi gitaris bersensibilitas rock Agam Hamzah. Gusti Hendy adalah penghubung penting trio ini dengan kepiawaiannya membangun pola rapat yang terbagi antara kombinasi gondang Batak, snare, dan sinkopasi simbal seperti yang bisa jelas didengar pada nomer “Transparansi” (album ke dua). Selain formasi tambahan baru, apabila live ini betul dijadikan album “Dictionary 3“, maka seri “Bliker 4” dan “Tragic Hero” adalah materi baru.

Kata “bliker” (berarti kerikil) oleh Adi dijelaskan setengah berkelakar dalam analogi kerikil tajam yang jadi obat dengan diinjak-injak, maka musik obat pun melodinya harus terasa sakit sedikit. Sementara “Radio Aktif” yang terinspirasi mentor musikal mereka Jose Haryo Suyoto (Yose) adalah nomer bermotif funk, dengan intro strumming gitar yang nyaris tipikal, tetapi di tengahnya diselipkan suara-suara kanal radio yang ditala dari tiga unit radio sungguhan.

Kalaupun tidak gila betulan, melenceng dari bayangan obat sehat “bliker” tadi, ada babak konser yang menantang kewarasan dengan suara-suara pertukangan yang asli dipraktekkan: palu, paku, seng, memetik dan menggesek bas dengan arit, hingga bor dan gergaji yang digunakan untuk menghancurkan sebuah gitar yang dibanting pada klimaksnya. Adegan-adegan tersebut mengingatkan pada nama Hendrix dan Jaco Pastorius yang disebutkan Agam saat memperkenalkan tributeTragic Hero” sebelumnya.

Mentor mereka yang lain, Idang Rasjidi, juga dibawakan karyanya malam itu, yaitu “Saman Spot” (dalam medley dengan “Orgil“). Konser ini mengakhiri beberapa pekan Salihara Jazz Buzz yang sebelumnya menampilkan Balawan & Didiet, Shadu Rasjidi Band, dan Sri Hanuraga Trio. Secara umum konser Ligro didominasi desibel tinggi dengan sedikit kendala pada balance tata suara.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker