Marcus Miller, “The Renaissance Man” di BNI Hall Java Jazz 2013

Ketika nama Marcus Miller terkonfirmasi untuk manggung di Java Jazz Festival 2013, tentunya banyak pihak yang menyambut gembira kehadiran musisi asal Brooklyn, New York tersebut. Marcus dicintai penggemarnya atas sejumlah album inspirasional, baik solo maupun grup pun ia dipercaya Miles Davis sebagai basis juga ko-produser antara lain album Tutu, Music from Siesta dan Amandla di akhir 1980-an.
Sebagai pemain bas gitar sarat pengalaman, Marcus dikenal atas sound spesifik yang terinspirasi Jaco Pastorius (1951-1987) dan lebih lanjut ia berkongsi dengan dua rekan basis Stanley Clarke dan Victor Wooten dalam Trio SMV.

Penampilan Marcus di Java Jazz tahun ini adalah kali kedua, berselang enam tahun sejak perdana Java Jazz Festival 2007. Secara diskografis, rilis terakhir Marcus bertajuk Renaissance (Concord Records, 2012) yang merangkul musisi generasi muda. Pun, pertunjukan Marcus di BNI Hall Sabtu malam (2/3) sekaligus mempromosikan album tersebut dengan membawa sederet pemusik yang ada di dalamnya.

Bersama Marcus ialah saksofonis Alex Han, trumpeter Lee Hogans, Louis Cato di seksi drum, gitaris Adam Agati dan Kris Bowers, pianis rising star pemenang Thelonious Monk International Jazz Piano Competition 2011. Mengawali putaran, beat funky menjalar lewat nomor “Detroit” yang memicu goyang badan. Marcus berujar, “Komposisi funky ini saya buat untuk mewakili sebuah kota yang funky pula—Detroit!” terangnya.
Meningkatkan tempo permainan, Marcus dan rekan-rekan lalu suguhkan “Redemption,” nomor berbasis soul-funk dengan aksen slapping thumb Marcus yang otentik berikut solo ekstensif antar instrumen. Sayangnya, detail sound yang dinanti tak kunjung tiba dikarenakan gaungan (atau gangguan?) di dalam venue di hampir sepanjang acara. Beralih menuju komposisi berkarakter ambivalen “Jekyll & Hyde” lewat sentuhan elemen rock distorsif berpadu ritme ajek R&B, “…this is a cool yet crazy song I made,” kata Marcus.
Namun yang paling berkesan adalah nomor bertajuk “Gorée” yang terinspirasi dari nama sebuah pulau di Senegal, Barat Afrika. “Saya buat komposisi ini setelah berkunjung ke pulau itu beberapa waktu lalu, tergugah oleh keberadaan The House of Slaves sebagai tempat perdagangan budak belian,” jelasnya. Marcus menambahkan, “Lewat nomor ini saya ingin menyuarakan rasa sakit dan amarah mereka, untuk selanjutnya menjadi sebuah harapan,” imbuhnya. Tak lama setelah itu, Marcus mulai hembuskan bas klarinet yang terdengar syahdu dan eksepsional.