FestivalJava Jazz FestivalNews

Menikmati Kiprah Para Musisi Indonesia di Java Jazz Festival 2013 (bagian 1)

Java Jazz Festival kembali hadir dan di 2013 ini memasuki tahun kesembilan edisi penyelenggaraannya. Tiga hari pesta berlabel jazz ini dimulai pada hari ini, Jumat tanggal 1 Maret 2013, dan kembali bertempat di arena JI-Expo, Kemayoran – Jakarta.

Saat memasuki arena di hari pertama, sekitar pukul setengah lima sore, terlihat belum banyak penonton hadir berlalu-lalang. Maklum, ini hari Jumat dimana calon penonton masih terbentur pada aktifitas perkantoran. Diantara mereka yang sudah hadir, sepertinya malah terlihat banyak wisatawan manca negara seperti dari negara tetangga Malaysia dan Singapura bahkan Taiwan, Korea serta Jepang.

Bekal lembaran skedul musisi pun menjadi titik perhatian untuk memilih panggung mana tontonan dimulai. Urut punya urut ternyata di sore hari pertama festival yang tahun ini memakai nama resmi ”Jakarta International Djarum Super Mild Java Jazz Festival 2013” ditemukan nama Maurice Brown pukul 17:00 di Hall D1. Mari kita sebentar ke sana sebelum pindah ke outdoor stage 2 dimana grup Rafly Wa SAJA tampil lima belas menit kemudian.

Rafli Wa SAJA: Dendang syair-syair esensi kehidupan

Menarik menikmati rangkaian dendang yang syair-syairnya mengingatkan pada esensi kehidupan. ”Kami menampilkan musik menuju jalan pulang. Karena itulah hidup,” demikian jelas penyanyi Rafly tentang apa yang ditampilkan bersama kelompoknya, Wa SAJA.

Rafly membuka rangkaian acara di panggung Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Outdoor Stage 2) sekitar pukul lima sore dengan melantunkan lagu ”Seulawat” diiringi oleh permainan musik dari Saat Syah (suling), Adi Darmawan (bass), Jalu G. Pratidina (perkusi) dan Agam Hamzah (akustik gitar). Huruf awal nama mereka yang menjadi singkatan nama grup ini, ”SAJA”, sedang ”Wa” dari bahasa Arab yang berarti ”Dan”menjadi eksponen yang menyatukan keduanya.

Dendang seniman asal Aceh ini dilanjutkan dengan lagu ”Haro-Hara Kiamat” , ”Harmoni Alam”, ”Perahu”, dan ”Kalimah Thoyyibah” yang mengusung tema religi dan balada dengan corak jazz etnik. Musik yang ditampilkan Rafly Wa SAJA dapat dimasukkan dalam kelompok world music dengan sound akustik yang mayoritas bertempo kencang dan penuh dengan beat-beat yang menimbulkan kesan kesukacitaan.

Seperti disebutkan diatas, kekuatan grup ini selain aransemen hasil paduan karakter vokal khas dan unik Rafly serta keahlian setiap pemusik yang mumpuni di masing-masing instrumen, adalah pesan yang disampikan dalam teks lagu. Lirik ”Harmoni Alam” merupakan bentuk kepedulian mereka menjaga alam, ”… harmoni alam yang paling mahal, anak dan cucu kelak rasakan...” Lalu Rafly mengajak kita mengingat kematian di ”Haro-Hara Kiamat” dan ”Perahu”. Di awal lagu itu (”Perahu”), Rafly menyampaikan bait pesan berikut, ”Perahu/ Diri bagaikan perahu/ Perahu berlayar menuju jalan pulang/ Bermuatan bekal dan harapan/ Membawa cinta dan kasih sayang/ Perahu/ Perahu menuju jalan pulang/ Pulang menuju keabadian/ Tak Henti/ Bekal apa yang akan dibawakan.”

Pertunjukan Rafly Wa SAJA dilanjutkan dengan ”HOM”, sebuah lagu yang merupakan refleksi atas konflik yang pernah (dan masih) terjadi di Aceh. Pesan lagu ini ”… Perang, perang kampungan namanya. Berperang dengan saudara sendiri. Itu yang pernah terjadi. Closing history. Tak akan pernah terjadi lagi. Damai tetap ada, damai tetap ada, Damai Aceh – damai dunia.” Pesan moral Rafly bersama Wa SAJA atas dinamika sosial di Aceh itu sekaligus menjadi penutup konser pertama di outdoor stage 2. Terimakasih Rafly Wa SAJA yang menjadikan sore Java Jazz Festival 2013 hari pertama ini dengan pembukaan yang Islami.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker