News

…Dan Penonton Pun Dibuat Tertawa Oleh “DJ Aduk”, “Miss Pitch Control”, Serta Kua Etnika

Kua Etnika @ Salihara
Kua Etnika @ Salihara

Rangkuman Konser Musik Djaduk Ferianto & Kua Etnika di Teater Salihara, 25 Agustus 2010.

“…ladies and gentlemen, DJ Aduk!”, celoteh Trie Utami waktu ia memperkenalkan seorang dengan postur tinggi besar, berbaju putih dan berkacamata gelap. Yang dimaksud tidak lain adalah Djaduk Ferianto, pentolan grup Kua Etnika yang berdiri sejak tahun 1995. Ulah Iie (panggilan akrab Trie Utami) tersebut kontan bikin seisi Teater Salihara ngakak. Terlihat mimik kepuasan luar biasa di wajahnya, seolah berhasil “balas dendam” kepada Djaduk yang lebih dulu meledek Iie lewat komentar seputar pitch control (tanda khas Iie sewaktu menjadi juri AFI – red.) maupun perawakan mungilnya.

Adegan tadi hanyalah satu dari bermacam polah antar personil Kua Etnika yang malam itu sukses mengocok perut audiens lewat aksi teatrikal dalam kemasan musik eklektik. Pertunjukan tersebut juga merupakan paket luncuran album gres Nusa Swara. Selain Djaduk dan Iie, Kua Etnika beranggotakan Purwanto (bonang), Wibowo (saron), Sukoco (kendang), Indra Gunawan (kibor), Sony Suprapto (saron), Agus Wahyudi (kibor), Benny Fuad (drum), Arie Senjayanto (gitar), dan Danny Eriawan (bas).

Konser dibuka dengan pukulan kendang dan triangle untuk memanggil Iie, dan benar saja, vokalis bertubuh alit itu menyambut dengan berjoget bersama iringan musik rancak seperti Jaipongan. Setelah menyapa penonton, lagu pertama “Tresnaning Tiyang” mulai dibawakan. Musiknya terasa operatik, kental bernuansa tradisi Jawa lewat olah vokal Iie yang mengacu pada tangga nada pelog dan slendro serta kerap berbunyi serempak dengan instrumen-instrumen lain. Iapun menunjukkan performa bernyanyi lepas (ad libitum) secara energik, sontak iringannya beralih distorsif layaknya musik rock. Seusai lagu tersebut, Djaduk mengusili dengan komentar “Wah, kowe ki, awake cilik ning tenagane gedhi!” (Wah, kamu ini, badannya kecil tapi tenaganya besar) yang ditanggapi Iie dengan senyuman simpul.

Predikat “DJ Aduk” gagasan Iie betul adanya, sinkron dengan aksi Djaduk yang sepanjang acara nampak repot “mengaduk-aduk” (mengeksplorasi) bunyi namun berbeda dengan Deejay pada umumnya, ia tidak menggunakan turntable, melainkan seperangkat instrumen tradisional dari bermacam etnis. Malam itu Djaduk pun berulah “mengaduk” perut hadirin lewat kelakarnya, semisal waktu ia angkat bicara menjelang komposisi “Bromo”, “…Di Indonesia ada tiga tempat tujuan pariwisata berawalan huruf B, yaitu Bromo, Bali, dan Bantul…”, ujarnya yang dibalas ledakan tawa ruangan berkapasitas sekitar 250 orang tersebut. Pada nomor itu, awalannya berupa permainan kibor bersuara piano dengan gaya jazz secara resitatif kemudian disambut tiupan suling bambu oleh Djaduk. Terdengar pula repetan kendang Bali melaju bersama bunyi akordeon sintetis mengarah ke musik khas Melayu.

Suasana mencekam tercipta manakala komposisi “Merapi Horeg” dibawakan. Terinspirasi dari amarah Gunung Merapi yang ingin meletus, rentakkan instrumen perkusi berpadu olah bunyi sintetis mengimitasi bumi yang bergetar akibat aktivitas Merapi. Semakin dramatis lewat proyeksi tata cahaya merah. Denyut irama funk menghiasi alunan suara Iie dalam nomor “Matahari” dengan introduksi tiruan bunyi glockenspiel. Terjadi insiden lucu ketika seorang pemain bersolo kibor bersuara Fender Rhodes, kesepuluh personil lain bergerak mendekati sang kibordis sambil berlaku ibarat penonton yang terperangah oleh aksinya. Kebingungan pemain kibor itu menjadi pemicu gelak audiens yang kembali terpecah.

Kegilaan Kua Etnika semakin menjadi-jadi pada komposisi “Cilik”, tiba-tiba mereka serempak duduk lesehan berjajar di tengah panggung, dan yang membuat penonton cekikikan adalah aksi mereka memainkan kendang bonang, dan saron dalam ukuran mini! Diluar dugaan, instrumen-instrumen cilik (lebih cocok sebagai cinderamata ketimbang alat musik) tersebut nyatanya mampu untuk melontarkan bunyi-bunyian unik dilengkapi sajian interaksi responsorial antar pemain. Seru dan melipur.

Aura hening terasa lembut di telinga pada lagu “Kennanemi”, didendangkan Iie lewat senandung tanpa syair dengan dukungan petikan balalaika Djaduk. Sepintas terdengar seperti tembang Jawa untuk pengantar tidur. Menjelang akhir lagu, berubah lagi nuansanya menjadi musik bluegrass. Sementara di nomor “Sintren”, aksi teatrikal kembali ditampilkan “DJ Aduk” dan ”Miss Pitch Control”. Bak seorang pesulap, Djaduk menggiring Iie untuk masuk ke dalam sebuah kurungan berbalut kain putih dihiasi rangkaian melati. Biduan mungil itu terpaksa harus menyanyi di dalamnya, diiringi dentuman musik seperti Koes Plus ketika membawakan tembang Jawa, namun dengan tempo dan sound ngerock. Tak lama berselang, kurungan itu dibuka lalu terlihat Iie sudah memakai kacamata hitam dan ronce melati menjuntai dari kepalanya. Komposisi tersebut memang diilhami tradisi Sintren asal Cirebon.

Djaduk tak ketinggalan unjuk suara di lagu “Nirwana” yang merupakan impresi atas pengalaman surgawi ketika berada di Bromo. Terdapat selipan irama swing di dalamnya. Panggung kembali ramai ketika sepasang penari Reog “menjajah” lewat atraksi tarian akrobatik diiringi tiupan slompret Djaduk yang melengking dan cempreng. Lambat laun tensi pertunjukan meningkat hingga terasa sengkarut. Iie turut serta berpadu gerak bersama kedua penari dengan lincahnya. Itulah yang terjadi pada komposisi “Reog”. Selepas nomor tersebut, satu-persatu pemain meninggalkan panggung namun penonton belum merasa puas, mereka kompak meneriakkan “lagi!, lagi!, lagi!” untuk meminta encore. Akhirnya konser ditutup dengan lagu pamungkas “Ronggeng to Latinos” yang memadukan unsur kesenian Ronggeng (tanpa saweran) dan denyut irama Latin penuh gairah.

Thomas Y. Anggoro

Lulusan ISI Yogyakarta. Telah meliput festival di berbagai tempat di Indonesia dan Malaysia.

2 Comments

  1. sesuatu yg beda ditampilkam oleh kua etnika..
    bravo buat djaduk dan trie utami

    two tumbs up buat iie..anda penyayi komplet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker