FestivalNews

AMF 2013: Asia Music Festival Pertama di Miri Sarawak

Menyusul Rain Forest World Music Festival (RFWM) dan Borneo Jazz Festival (dahulu Miri International Jazz Festival), Sarawak mencoba menginisiasi festival musik baru, Asia Music Festival 2013 (AMF 2013) yang mengambil Miri sebagai lokasi penyelenggaraan. Bahwa deretan musisi yang ditampilkan berkesan trivial, diakui sendiri oleh CEO Sarawak Tourism Board (STB), Dato’ Rashid Khan, sebagai tes pasar dalam rangka mendongkrak pariwisata pada musim sepi kunjungan. AMF 2013 diklaimnya sebagai inaugural, dirancang sebagai cikal bakal acara tahunan. Lantas kenapa lagi-lagi festival musik? Menjawab pertanyaan media tersebut saat konferensi pers (03/10/’13), STB pun mengakui, bahwa penyelenggaraan, produksi, dan seluk-beluknya telah menjadi kompetensi khas STB. Setelah sejumlah perhelatan lain di luar festival disebutkan (termasuk BOMEX yang jadi bursa pertemuan pelaku industri musik), fakta bahwa RFWM telah dikenal dunia dalam daftar 25 festival musik teratas berbicara dengan sendirinya akan kapasitas STB.

tritha-krishna-flute.jpg
Tritha Sinha melakonkan Radha yang merayu Krishna (Foto: WJ/Arif)

Akhirnya setelah mulai direncanakan pas setahun lalu, festival “rojak” ini diselenggarakan pada 4 – 5 Oktober 2013 bertempat di venue permanen Eastwood Valley, sebuah resor golf tak jauh dari pusat kota Miri. Apa yang dicampur ke dalamnya ada dalam payung world music, spirit tribal, dan musik etnik kontemporer. Khazanah lokal zapin rentak Melayu, lagu berbahasa Iban (suku Dayak yang mendiami Sarawak), dan tambahan kesempatan mendengar percampuran warna indegenos dari masing-masing Korea, India, Tamil, Thailand, dan Indonesia dalam kemasan modern adalah rujak yang dimaksud.

soesah-tidoer-amf20131004.jpg
Orkes folk Soesah Tidoer jadikan keroncong sebagai kendaraan (Foto: WJ/Arif)

Orkes Soesah Tidoer berhasil mengajak penonton malam pertama (04/10/’13) plesir ke kampung mereka di Jogja; kampung besar seni yang tak pernah mengharamkan penduduknya mengoplos aneka musik dalam cara merakyat. Alhasil “Terajana” yang dangdut atau yang Melayu saru dalam kompaknya cak cuk keroncong ditempeli “Rio Funk“-nya Lee Ritenour atas kreasi gitaris Doni Riwayanto. Wien Dwi Laksono, pembetot selo yang menulis lagu-lagu kelompok ini menuangkan kegelisahannya dalam karya “Rindu Masa Lalu” dan “Baju Manusia” yang bicara rindu mendendam pada yang satu dan atribut (baju) individu/kelompok pada lainnya.

Penyanyi yang aktif menyuarakan sokongan pada hak-hak perempuan, Tritha, juga menjadi perhatian malam pertama. Kendati melebur dalam derap trip hop dengan sugesti trans, didikan musik klasik India-nya masih terdengar ajek dan jadi kesempatan penonton mendengar disiplin titian sa re ga ma dari perempuan kelahiran Kolkata ini.

vstar-kamal-oud-gwan-jihye-daegeum-amf20131004.jpg
Oud Arabik bertemu Daegeum Korea di AMF 2013 (Foto: WJ/Arif)

Bembol Rockers yang retro pun masih penuhi harapan penonton untuk bisa goyang. Jadilah dansa jig lewat rockabilly menu lengkap plus gaya tarikan bibir Elvis penyanyi-gitaris Marc Liwanag. V.Star jadi pamungkas malam pertama yang unik. Mereka adalah girlband K-Pop yang betul-betul memainkan alat musik, alat tradisi pula. Gadis-gadis berkostum tipikal girlband inipun berkolaborasi dengan permainan oud Kamal Musallam yang beberapa kali tampil di Indonesia, antara lain dengan musisi Dwiki Dharmawan. Walaupun instrumennya berasal dari tradisi Gugak, di atasnya meluncur nomer-nomer pop manis yang memancing penonton larut dalam sing along.

vstar-gayageum-ellie-kim-janggu-kan-keun-hwa-amf20131004.jpg
Melodi Gayageum dan ritme Janggu musik Gugak (Foto: WJ/Arif)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker