News

Manajemen risiko à la Brink Man Ship

Liputan konser Brink Man Ship, Serambi Jazz, GoetheHaus Jakarta, 14 November 2013

Untuk kali perdana, sebuah grup asal Swiss, Brink Man Ship tampil di Jakarta, Kamis malam (14/11). Menjadi bagian dari rangkaian acara Serambi Jazz di GoetheHaus, terlebih dahulu mereka telah melakukan uji coba di Bandung dua hari sebelumnya. Kota lain yang akan mereka sambangi adalah Yogyakarta (Ngayogjazz 2013) dan Timika serta Tembagapura di bumi Papua.

Definisi “Urban Electronic Jazz” yang mereka cantumkan hanyalah sebagai petunjuk singkat atas kekayaan bunyi Brink Man Ship. Digawangi Jan Galega Brönnimann (klarinet bas), René Reimann (gitar), Emanuel Schnyder (bas) dan Christoph Staudenmann (drum), keempatnya ternyata memainkan pula sejumlah piranti elektronik sebagai instrumen pelengkap. Alih-alih menjadi “kosmetik” belaka, sumber bunyi non-akustik tersebut berfungsi esensial dalam musik yang mereka tampilkan.

Brink Man Ship_Serambi Jazz_2

Brink Man Ship membuka gelaran lewat komposisi “Phonoclick” melampirkan aneka lapisan sampel suara elektronik, membangun fondasi irama yang terdengar kalem, kemudian tiupan klarinet bas Jan mencuri perhatian dengan detil frase sederhana namun sangat membekas. Berlanjut oleh enigmasi atas dingin dan bekunya kawasan Islandia yang hadir saat nomor “Tölt” mengisi ruang dengar audiens. Malam itu, terdapat pula rekam gambar bergerak dokumenter yang diproyeksikan sebagai latar belakang.

Brink Man Ship_Serambi Jazz_1

Musik Brink Man Ship adalah apapun kecuali jazz aliran besar-tradisional (mainstream). Pun, bagi telinga-telinga puritan olah bunyi mereka boleh jadi akan mengalami penolakan, atau segera diberi cap eksperimental bahkan bukan jazz sama sekali. Namun, jika menyimak lebih dalam, tampak jelas niat untuk berpikir jauh ke depan, improvisasi organik, dialog interpersonal, serta pencarian bunyi baru peka teknologi—sesuatu yang relatif jarang ditemui bahkan pada band jazz kelas berat sekalipun.

Walaupun banyak mengolah bebunyian elektronik, tidak serta merta musik Brink Man Ship terdengar rumit. Perpaduan synthesizer, looping, broken beats, drum n’ bass dengan permainan instrumen yang impresif memang jauh dari zona aman; penuh risiko dan belum tentu benar secara politis. Tetapi justru itulah yang membuatnya menarik, ketika nomor-nomor lanjutan mulai bergulir, seperti “Online Predator,” “Sakitu,” “Petersburg,” serta merambah teritori avant-garde dalam “Dadaisten.”

Brink Man Ship_Serambi Jazz_3

Dua komposisi penutup yaitu “Klirrbeat” dan ajakan melantai pada “Dubstep,” merangkum penampilan Jan, René, Emanuel dan Christoph yang berhasil meracik segala sumber bunyi secara kontradiktif berikut kejutan-kejutan menegangkan sepanjang acara. Konser Brink Man Ship malam itu cukup memuaskan dahaga para audiens pengambil risiko, yang telah jenuh oleh sajian musik cepat saji dan lurus-lurus saja.

Thomas Y. Anggoro

Lulusan ISI Yogyakarta. Telah meliput festival di berbagai tempat di Indonesia dan Malaysia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker