Salihara Jazz Buzz 2014: Telusur Monk oleh Aga dan Adra
Konser Sri Hanuraga & Adra Karim – Nada Biru Thelonious Monk, Salihara Jazz Buzz 2014, 25 Januari
Kerap disebut sebagai salah satu inovator serta juru kunci jazz modern, Thelonious Monk (1917–1982) pula ialah seorang berperangai nyentrik baik personal juga olah bunyinya. Selain itu, Thelonious merupakan jenius musik abad ke-20 yang dianggap mendahului zamannya. Secara visual, dapat dilihat representasi bunyi khas Monk lewat sampul depan rilis Monk Music (Riverside Records, 1957).
Musik Thelonious menginspirasi banyak musisi melintasi zaman, dan sampailah juga pada Salihara Jazz Buzz 2014 yang kali ini menampilkan dua pianis muda Indonesia, Sri Hanuraga (Aga) dan Adra Karim yang keduanya pula sempat mencicipi pengalaman belajar di negeri Belanda. Malam itu, alih-alih mengusung duet piano, Aga dan Adra bermain dalam format unik piano dan organ. Mereka menafsir kembali musik Thelonious menurut konteks masa kini.
Berbeda dengan skenario jazz di Indonesia pada umumnya, nomor pertama yang dimainkan digarap secara multimedia, saat Aga melaras pitch dan harmoni atas percakapan Thelonious dalam cuplikan sebuah dokumenter. Komposisi tersebut berjudul “Pannonica” yang konon dibuat untuk seorang “bebop baroness” Kathleen Annie Pannonica.
Pertunjukan berlanjut dengan “Played Twice,” gubahan Thelonious yang menggunakan pengulangan tema dalam deret varian ritmik mengecoh. Adra memberi banyak lapisan lewat sound organnya, sedangkan Aga mulai berpolah dengan mengadopsi gaya prepared piano, tampak ia melekatkan sejumlah piranti seperti lakban dan egg shaker di atas senar piano. Hasilnya berupa efek-efek perkusif yang mencuri ruang dengar.
Dari segi permainan, Aga telah melampaui kekangan teknik penjarian saat dirinya merambah bilah tuts dengan mantap dan yakin, betapa lancar mengeksekusi frase-frase sulit. Selain itu, ia pun terdengar mendengungkan rangkai nada yang ia mainkan, ingatkan pada pianis klasik Glenn Gould, atau Keith Jarrett – minus aksi kinetiknya.
Sedangkan Adra yang awalnya tampak kalem, mulai beraksi pada “’Round Midnight,” nomor yang cukup populer di kalangan pecinta jazz. Lebih lanjut Adra suguhkan lincah jemarinya dalam rendisi “Think of One,” ketika ia menghampiri Aga dan terlihat seperti formasi piano empat tangan lalu ditingkahi oleh tukar posisi; Aga di organ dan Adra di piano. Tak hanya bermain cepat dalam irama kompleks, malam itu keduanya tampilkan juga balada manis “Ruby, My Dear,” ketika bunyi organ mengalun lirih di atas progresi akor piano yang empatik.
Konser berakhir lewat komposisi “Epistrophy” yang pula dikenal sebagai salah satu embrio jazz modern. Dengan sajian musik yang segar, konsep menarik ditambah dua pemain muda eksploratif, sesi Salihara Jazz Buzz petang itu patut mendapat apresiasi besar karena mampu berikan tontonan jazz yang tidak biasa.