Java Jazz FestivalNews

Aneka warna di hari pertama CLEAR Java Jazz Festival 2014

Hari pertama penyelenggaran CLEAR Java Jazz Festival 2014, penikmat jazz yang memenuhi  Hall C1 JIExpo Kemayoran dibuai dengan alunan pianist asal Denmark Søren Bebe yang berkolaborasi dengan dua musisi Indonesia, salah satunya drummer Elfa Zulham.  Ia bersama bandnya bermain agak mendayu-dayu. Penonton pun seolah dibuai permainan piano pria berkepala plontos kelahiran Odense, Denmark 39 tahun lalu itu. Di tengah-tengah aksinya memainkan emosi penonton, Magnus Lindgren keluar dari backstage dan menambah warna baru dalam penampilan pianis yang mengusung jazz modern itu. Mereka pun memainkan lagu berjudul “Laura.”

Soren Bebe-Magnus Lindgren_1_Dwi_res
Foto oleh Dwi/WartaJazz
Soren Bebe_1_Ari_res
Foto oleh Ari Kurniawati/WartaJazz

Belum juga selesai dengan aksi memainkan emosi Søren dan kawan-kawan, di panggung lain Gilang Ramadhan memberi semangat penonton dengan permainan drumnya yang energik. Drummer kawakan kelahiran Bandung itu berkolaborasi dengan basis Adi Darmawan serta Ivan Nestorman. Dalam sesi yang dimulai pada pukul 20.15 WIB itu Ivan yang bertindak sebagai vokalis menyihir audiens dengan suaranya yang khas diiringi pukulan drum dengan ritme cepat. Trio musisi kawakan ini menyajikan etnik fusion dengan warna Indonesia Timur yang kental.

Gilang Ramadhan, Adi Darmawan, Ivan Nestorman_1_Dwi_res
Foto oleh Dwi/WartaJazz

Malam itu, penonton yang mengisi hampir seluruh ruangah Hall B2 Garuda Stage seolah diajak menelusuri Lamalera, kampung halaman Ivan. Seperti yang kita tahu ia adalah musisi asal Indonesia Timur, yakni Flores dan lebih tepatnya Lamalera. Petikan bas Adi Darmawan yang juga menjadi pengajar di Farabi menguatkan permainan mereka malam itu. Riuh rendah tepuk tangan audiens yang menjadi tanda bahwa etnik fusion jazz selalu dinantikan penggemarnya.

Foto oleh Dwi/WartaJazz
Foto oleh Dwi/WartaJazz
Foto oleh Ari Kurniawati/WartaJazz
Foto oleh Ari Kurniawati/WartaJazz

Kegembiraan malam pertama penyelenggaraan Java Jazz Festival masih berlanjut dengan permainan band asal Inggris The James Taylor Quartet. Hall A1 JIEXPO penuh dengan penonton yang tak sabar ingin berjingkrak diiringi permainan funk dan acid jazz dari band yang terbentuk pada tahun 1987 ini.

Sementara itu, penonton kembali memadati  Hall C1 saksikan Tohpati and Friends bermain. Tak usah ditanya soal penuhnya ruangan yang disediakan panitia karena malam itu, Tohpati menyihir audiens dengan membawakan lagu “Semusim” yang sempat dipopulerkan oleh Marcel. Tepuk tangan dan riuh rendah suara penonton memuji kelihaian gitaris yang karya-karyanya selalu menjadi hits ini. Kali ini, ia berkolaborasi dengan pemain Krisna Balagita membawakan lagu popler dari  Van Halen yaitu “Jump.” Lagu ini dibawakan dengan aransemen jazz dan tanpa menghilangkan kesan rocknya, Tohpati mampu membawa penonton kembali mengingat kejayaan band legendaris itu. Tak ayal, atmosfer ruangan menjadi kian semarak.

Di akhir rangkaian acara hari pertama, Dwiki Dharmawan and Friends menyuguhkan nuansa etnik perpaduan Jawa – Sunda di panggung Straight Ahead Jazz. Panggungnya ditata dramatis seperti teater dan ketika musik mulai dimainkan, Sruti Respati muncul dari belakang panggung dengan lengkingan suaranya yang khas dan mampu membuat audiens terkejut. Tak cukup sampai di situ, Israel Varela menjadi kejutan kedua yang Dwiki hadirkan malam itu. Drummer asal Italia itu memberi warna tersendiri melalui pukulan-pukulan yang rampak selaras dengan permainan kendang Ade Rudiana yang malam itu membuka sesi. Tak lupa tiupan suling Saat Syah yang seperti biasa mampu menyihir suasana. Penonton yang memenuhi Hall Semeru malam itu seolah larut dalam nuansa tradisional.

Foto oleh Ari Kurniawati/WartaJazz
Foto oleh Ari Kurniawati/WartaJazz

Hari pertama sepertinya panitia sengaja memberikan warming up yang cukup. Ada sajian smooth, ada yang menghentak, ada pula yang tradisional. Barangkali pula, kehadiran Dwiki dan kawan-kawan yang membawakan musik tradisional mewakili tema gelaran Java Jazz Festival 2014 yakni batik dan wayang. Tak lupa desain logo tahun ke-10 yang terpampang di pintu masuk ada unsur batik dan wayang yag merupakan warisan budaya bangsa Indonesia. Selain itu, beberapa artis pengisi acara seperti grup Bubugiri pun mengenakan batik sebagai dresscode panggung mereka. (WartaJazz/Ari Kurniawati)

Thomas Y. Anggoro

Lulusan ISI Yogyakarta. Telah meliput festival di berbagai tempat di Indonesia dan Malaysia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker