Pat Metheny di Esplanade: dari Film Noir ke Technicolor

Meminjam analogi hijrah film noir ke Technicolor, konser “Kin” yang menyimbolkan linimasa sebagai dua arah panah (←→) malam itu bergerak dari hitam-putih Unity Band di satu babak masa, ke versi berwarna Unity Group di babak masa yang lain. Siluet gitar harpa bersenar 42 yang berkelebat tepat jelang turunnya sorot lampu utama segera menyugesti solo pembuka “Come and See” dari album 2012 kuartet Unity. Bagian kecapi yang telah dikunci talanya, melintang di atas dan bawah, dipetik bergantian memberi rekaan alur harmoni, sementara konstruksi gitar di tengah memerankan bunyi bas dari ketukan tangan kiri Pat Metheny. Sesekali pula bagian senar yang melayang membujur dipetik sebagai penyekat. Solo gitar Pikasso tersebut menyediakan sketsa bagi isian klarinet bas Chris Potter, selebihnya nomer ini adalah groove blues yang kuat dengan semua personil naik ke atas panggung Mosaic Music Series 2014 di Teater Esplanade (27/10/’14) (baca tentang seri Mosaic di sini).
Dengan pengecualian synthesizer pada seksi gitar, babak hitam putih ini bertema kuartet akustik dengan “Roofdogs” dipilih dari album Unity Band lagi, sedangkan sisanya adalah perjalanan ke belakang musik-musik Metheny masa 80-an. Kendati sering disambanginya lagi, bingkai bermain bareng saksofon–sesuatu yang lama tak dilakukannya hingga tiga dekade–menjatuhkan pilihan pada nomer-nomer spesifik. “The Bat” dan “Two Folk Songs: 2nd” diambil dari album “80/81” (ECM, 1980) yang dahulu menampilkan tenoris Michael Brecker. Penampilan itu diselingi pilihan “Police People” dari kolaborasi lawas peniup saks free jazz Ornette Coleman dalam “Song X” (Geffen, 1986). Meski bukan dengan sejarah saksofon, keriangan langkah “James“–dedikasinya pada penyanyi/gitaris country James Taylor–pun tak luput dari cover ulang dengan saksofon.

Arah panah “Kin” memasuki babak masa kini ditandai bergabungnya Giulio Carmassi ke pentas dan dibukanya kain-kain penutup personil bayangan: orchestrionics. Ada rak berisi botol kaca aneka ukuran, rak berisi simbal ride, snare drum, aneka perkusi, dan xylophone, serta rak yang didominasi vibrafon dengan tambahan sejumlah perkusi; kesemuanya diawaki peniup, pemukul atau pemutar pneumatik yang menerima perintah musisi. Orkestra elektronik ini bukan mengandalkan reproduksi bunyi sampel atau modulasi laiknya synth, bunyinya akustik. Sayangnya begitu nomer titel tur meluncur, bebunyian ini hilang kesan organiknya karena eksplorasi yang berbeda dibanding live “The Orchestrion Project” yang menjadikannya tema sentral. Metheny sepertinya tak berambisi jadi one man band yang menghidup-matikan banyak pedal kontrol, ia memilih menjadikan Pat Metheny Unity Group band kaya warna bunyi, bukan berbangun akustik lagi, dengan mengundang personil ke enam ini implisit saja.
Deretan komposisi album terbaru (baca resensinya di sini) dari mulai rancaknya “Rise Up“, ballad “Born“, hingga abtraksi bebas ringkas “Genealogy” meluncur dilatari kelap-kelip instrumen orchestrionics yang sedang aktif nadanya. “On Day One” merangkum perjalanan ini, bahkan lengkap dengan satu-satunya momen Ben Williams menukar basnya dengan bas elektrik untuk “sekedar” slot solo.
Durasi konser belum tiga jam seperti terlihat di jadwal. Saatnya koleksi nostalgia didemonstrasikan formasi ini lewat parade duo. Metheny-Williams berkomplemen nada dalam “Bright Size Life” tanpa perlu instrumen penjaga kord, cukup impresinya saja lewat nalar melodi. Metheny-Potter idem saat standar favorit “All the Things You Are” dipacu. Yang agak beda dan bikin kangen adalah rendisi vokal Pedro Aznar saat Metheny-Carmassi membuai-buai “Dream of the Return” yang tentu saja diganti jadi silabel-silabel tanpa makna dari lirik asli berbahasa Spanyol. Duet terakhir menampilkan drummer Antonio Sanchez dalam “(Go) Get It” dengan Metheny memilih gitar akustik fretless yang dipakainya pada “Imaginary Day“, diumpankan ke efek distorsi.
Nostalgia “Have You Heard” dengan bunyi tiupan botol-botol orchestrionics sepertinya sudah disiapkan untuk encore yang tak habis-habisnya bergantian antara solo dan full band. Penonton akhirnya harus puas berdiri menyaluti pertunjukan saat “Song for Bilbao” dinaikkan. Puas tapi mungkin diam-diam pulang dengan masih menaruh harap Pat Metheny Group hidup lagi.