FestivalNews

Ngayogjazz 2014: “Tung tak tung jazz” di pedesaan

Ngayogjazz 2014 yang kembali digelar di Desa Wisata Brayut, Sleman, Yogyakarta, Sabtu lalu membuat para penikmat jazz sejenak bisa melupakan kepenatan. Nuansa pedesaan yang masih kental serta penataan panggung di pelataran rumah-rumah penduduk masih menjadi hal menarik bagi pengunjung. Hal ini tak lepas dari jazz sebagai jenis musik yang egaliter.

Musisi lokal mendominasi jalannya pertunjukan. Sebut saja Miyoshi Masato, Jay and Gatra Wardaya yang berkolaborasi dengan Gamin, atau Frau yang sukses menyedot animo penonton. Musik beraliran keroncong juga dihadirkan pada perhelatan yang dimulai dengan kesenian masyarakat tersebut. Sebut saja grup Keroncong Tresnawara yang tampil membawakan “Caping Gunung”,  seakan memberikan pesan agar kita tidak lupa dengan lagu tradisional.

Sujud Kendang_res

“Tung Tak Tung Jazz!” yang menjadi tagline Ngayogjazz ke-8 tersebut dihadirkan secara gamblang oleh musisi jalanan Sujud Kendang dalam opening ceremony di panggung Bang Bung. Ia secara simbolis membuka jalannya acara dengan pukulan kendang dan lagu-lagu adaptasi yang mengandung nilai humor dan kritik. Alunan perkusif dari Groove N Roll kian menyemarakkan suasana di panggung Bang Bung siang itu.

Miyoshi Masato Duo 1_res

Frau_resMiyoshi Masato Duo menyihir pengunjung dengan gesekan biola dan tiupan seruling. Ia tampil dalam nuansa etnik yang mendayu-dayu. Frau, yang tampil pada sore menjelang break, tak kalah memukau. Pelataran rumah yang dijadikan panggung  Ning Nong penuh oleh penggemar pianis bernama asli Leilani Hermiasih. Sementara itu komunitas Jazz Ngisor Ringin dari Semarang menghentak panggung Thang Thing dengan nuansa musik tradisional.

Keroncong Tresnawara_res

Magnet utama gelaran ini tentu saja Dewa Budjana , ESQI:EF (Syaharani and the Queenfireworks) dan Balawan Trio yang tampil secara berurutan di panggung Bang Bung. Pengunjung pun seakan terpusat di satu titik. Namun jangan lupakan para penampil lainnya seperti Danny Eriawan Project yang menggandeng salah satu gitaris muda berbakat Dias Agusta. Danny dan rekan membakar semangat pengunjung dengan komposisi-komposisi yang up-beat.

Meski diwarnai dengan padamnya listrik, jalannya acara pada malam hari tak terpengaruh. Berbekal lampu penerangan seadanya, para penikmat jazz tetap bertahan menikmati jazz di pedesaan. Tampaknya, suasana gelap tanpa penerangan cahaya listrik atau dalam istilah Jawa “oglangan” semakin menguatkan nuansa desa. Hingga Bintang Indrianto ++ tampil menutup gelaran acara, penonton terus memadati venue. Tung Tak Tung Jazz! Ngayogjazz 2014 telah berakhir dan menyisakan euforia. Sampai jumpa tahun depan.(Ari Kurniawati/WartaJazz)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker