

Perhelatan Ubud Village Jazz Festival tahun ini memasuki usia penyelenggaraan yang ketiga dan kembali diselenggarakan di Museum ARMA Ubud Bali pada hari Jumat dan Sabtu, 7-8 Agustus 2015.
Rombongan wartawan media partner Ubud Village Jazz Festival semestinya tiba pada hari Kamis sore, namun letusan gunung Raung, membuat bandara internasional Ngurah Rai di Denpasar di tutup dan akhirnya kami tidak dapat menyaksikan pertunjukan hari pertama, lantaran baru memasuki area ubud sekitar pukul 11 malam waktu setempat.
Namun demikian, kami banyak mendengar komentar dan pujian dari para penonton maupun sesama musisi yang menanggapi penampilan para performer di hari pertama. Seperti Oran Etkin, musisi yang pernah WartaJazz undang dua kali ke Indonesia sebelumnya. Ia berkomentar penampilan Gustu Brahmanta Trio feat Pram yang menurutnya menarik. Oran bahkan membuka kesempatan jika memungkinan untuk berkolaborasi dengan Gustu Brahmanta dikesempatan mendatang.
Erupsi Gunung Raung juga berakibat batalnya penampilan Alex Lahey dari Australia yang dijadwalkan tampil pada hari kedua.
***
Pengaturan layout Ubud Village Jazz Festival mengalami sedikit perubahan pada pintu masuk dan keluar. Penonton yang datang dan memasuki parkiran, akan diarahkan berjalan kaki disisi kiri area Museum ARMA dan melewati jalan setapak dengan pemandangan hijaunya Padi disebelah kiri dan sedikit pameran foto dari Ubud Village Jazz Festival 2 tahun sebelumnya di sebalah kanan.
Susunan peti bekas, diatur sedemikian rupa menjadi opening gate dengan petugas yang akan memeriksa tiket masuk berjaga dibawahnya. Dikiri dan kanan booth yang terbuat dari bambu tersusun rapih.
Tiga panggung disiapkan panitia yaitu ‘Padi’, ‘Giri’, dan ‘Subak’. Hal ini tidak berbeda dengan tahun lalu, hanya pada letak panggung Giri yang digeser sehingga ruang menonton terasa lebih lebar.
Pertunjukan dibuka oleh Openmind Quartet yang terdiri dari Michael Setiawan (grand piano), Kevin Yosua (electric bass), Reynold Banea (guitar) dan Joshua Setiawan (Drums). Para musisi yang belajar dan mengajar di Universitas Pelita Harapan Jakarta ini menyapa penonton dengan karya Chuck Loeb yang dipopulerkan bersama Fourplay berjudul “December Dream”.
Koko Harsoe yang mengajak kawan-kawannya mempersembahkan alunan akustik dari permainan piano Astrid Sulaiman, Indra Gupta (bass), Gustu Brahmanta (drum) dan Pramono Abdi Pamungkas (saxophone) menjadi penampil berikutnya di panggung utama.
Singasari Suita – No 1, kali ini dibawahkan jauh lebih menarik ketimbang ketika komposisi ini dibawakan oleh gitaris asal Malang ini tahun lalu dalam format elektrik. Olah rasa yang dikerjakan Koko Harsoe diakuinya lebih “kena” dengan formasi UVJF 2015 ini.
Lagu yang mengisahkan cerita tentang Ken Dedes dalam setting konflik di Kerajaan Singasari ini sayangnya belum juga direkam oleh Koko Harsoe. “Saya berjanji akan merekamnya tahun ini”, janjinya kembali pada WartaJazz.
Koko juga membawakan Timeline, komposisi milik Pat Metheny, Mainan dari album pertamanya dengan judul yang sama, serta karya Chuco Valdes “Claudia” yang memfeature permainan sax Pramono yang akrab disapa Pram.
Bergeser kepenampilan selanjutnya ada Dian Pratiwi, penyanyi yang lama bermukim di Jerman. Dibackup oleh saudara iparnya Astrid dan sang adik gitaris Yuri Mahatma, bassis Dimas dan Iman Najib (drums) ia melantunkan sejumlah nomor yakni “Tik Tik Tik Bunyi Hujan”, “Close Your Eyes”, “Too Close For Comfort” dan “One Day In Your Life” milik Michael Jackson serta “People”.
Di Panggung Subak, hadir Dion Janapria gitaris jebolan Belanda yang merupakan anggota dari Tao Kombo dan aktif mengajar. Membawakan karya dari album solonya “Silver is the Color of the Blues” serta karya milik Kevin Yosua (contrabass) dari album “Contradiction” serta ditemani drummer Dezca Anugrah trio ini mempersembahkan irama swing, blues dalam permainannya. Setting panggungnya yang dikelilingi pohon dan terletak didepan pintu masuk Museum, merupakan lansekap yang sempurna untuk musiknya. Sayang memang, posisi panggung ini kerap luput dari perhatian publik, karena letaknya yang dibelakang.
Giliran berikutnya adalah Ben van den Dungen yang kembali hadir setelah tahun lalu, namun kali ini dengan project berbeda yaitu Miles! yang merupakan penghormatannya pada legenda trumpeter Miles Davis. Ia didukung oleh Michael Varekamp (trumpeter)
Sejumlah nomor yang melekat kuat sebagai karya masterpiece dari Miles Davis dibawakan antara lain “In a Silent Way”, “Blue in Green”, “Milestones”, “That’s Right”, “So What” dan “Tutu”.
Drummer asal Bali yang sedang menuntut ilmu di New York Sandy Winarta, kembali hadir di UVJF tahun ini. Dengan backup dari Indra Gupta (bass) dan Kevin Suwandi (piano) serta rekannya di kampus saxophonist Jorge Roldan. Menyaksikan panggung ini seperti sebuah showcase jazz dari Bali untuk dunia. Kita berharap trio ini dapat terus berlanjut berkarya ke panggung berikutnya.
Di Subak, hadir musisi asal Melbourne, Australia yaitu Julian Banks (tenor saxophone), Christopher Hale (semi acoustic bass) dan James Hauptmann (drums/percussion) yang menjadi jembatan kepenampilan berikutnya.
Penampilan pemuncak rasa yang jadi dambaan penonton yaitu penampilan pianis Indra Lesmana – Dewa Budjana(gitar) bersama Shadu Shah (bass), Ricad Hutapea (sax and flute) dan drummer Muhammad Rafi mencuplik beragam karya mulai dari “Cloud of Foggy”, “Mountain of Life”, “Joged Kayangan”, “Dancing Tears” hingga “Erskoman” dengan penampilan saxophonis Dennis Junio.
Tentu saja Bulan diatas Asia yang merupakan hits dari Java Jazz, kelompok supergrup dimana Indra dan Budjana bersama Donny Suhendra, Mates dan Gilang Ramadhan menjadi personilnya.
***
Penyelenggaraan festival yang ketiga biasanya menjadi sebuah pertanyaan kritis mengingat banyak festival yang diselenggarakan di Indonesia, umumnya tak mampu bertahan hingga ke edisi ketiga ataupun melanjutkan ke yang berikutnya.
Salut untuk kerja keras Yuri Mahatma, Gung Anom Darsana, Astrid dan seluruh panitia yang mencurahkan perhatian dan energinya bagi terselenggaranya Ubud Village Jazz Festival 2015.
Selamat patut pula kita haturkan untuk program Bali Jazz Summer School yang tahun ini kembali dilaksanakan untuk kali kedua bersama pengajar dari Belanda.
Semoga Jazz di Bali semakin berkembang!.