Pergelaran tahunan Ngayogjazz yang memadukan musik dengan suasana pedesaan kembali menyajikan keunikan bagi pengunjungnya. Mengambil tajuk “Bhinneka Tunggal Jazznya”, festival yang digelar di Desa Budaya Pandowoharjo Sleman pada Sabtu (21/11) seakan menjadi ajang berkumpulnya musisi dari berbagai latar belakang musik. Lantas, bagaimana kemeriahan acara tersebut?
Komunitas jazz kembali meramaikan festival ini, sebut saja Tricotado, Solo Jazz Society , Komunitas Jazz Ngisor Ringin, Komunitas Jazz Etawa dan Tiga Sisi. Penampilan Ansamble Musik Grha Kreatif yang tampil di panggung Nakula mungkin menjadi salah satu penampil yang spesial. Grup yang penampilnya memiliki keterbatasan ini mampu membawakan lagu-lagu pop seperti “Kala Cinta Menggoda” dan “Parih Berantai”
Masih di panggung yang sama. Yuri And Ganggeng Perform membawakan repertoar yang membuat suasana sore semakin syahdu. Sementara itu di panggung Janaka, penngunjung dipukau oleh penampilan Jalu. Ia membawakan lagu-lagu hits Endank Soekamti dalam nuansa jazzy.
Malam kian hangat dengan penampilan band asal Semarang di panggung Nakula, Absurdnation dengan vokal berat Nanda Goeltom dan lagu-lagu dalam album mereka “Titik Balik”. Beralih ke panngung Sadewa, Nita Aartsen kembali menghibur pengunjung Ngayogjazz dengan “Jali-Jali” dan medley “Di Bawah Sinar Bulan Purnama” dan “Bengawan Solo”
Panggung Werkudoro dipadati oleh pengunjung yang antusias menikmati aksi panggung Donny Suhendra cs. ES:QIEF kembali menyedot perhatian massa di panggung Werkudoro. Lengkingan vokal Syaharani yang membawakan lagu-lagu hits mereka tak ayal menjadi daya tarik tersendiri. Setelahnya, Kua Etnika malam itu tampil bersama vokalis Trie Utami.
Djaduk Ferianto dan kawan kembali menyuguhkan repertoar etnik yang dibumbui oleh aksi panggung penuh humor. Penampilan mereka sepertinya memang salah satu yang paling dinanti pengunjung yang rela berdesakan di bawah rumpun bambu. Sebuah komposisi yang dibuat khusus untuk Desa Budaya Pandowoharjo berjudul “Semarstem” menjadi suguhan spesial Kua Etnika. Mereka pun menutup malam dengan mengajak seluruh pengunjung menyanyikan lagu nasional “Tanah Air”.
Selain penampilan para musisi tersebut, penyelenggara juga memberikan ruang khusus bagi kesenian lokal di panggung Lokananta. Beragam kesenian, mulai dari Karawitan hingga Ketoprak dipentaskan dalam festival musik jazz. Apresiasi yang patut diacungi jempol.
Ngayogjazz 2015 menyisakan kesan tersendiri bagi pengunjung, masyarakat Desa Budaya Pandowoharjo, para musisi panitia dan juga pihak-pihak yang terlibat. Sebuah festival musik yang didalamnya menyajikan kekhasan lokal serta keragaman jenis musik dan musisi. Boleh dikatakan “Bhinneka Tunggal Jazznya” cukup tercermin dalam gelaran tersebut.
Akhirnya, semoga Ngayogjazz selanjutnya memberikan keunikan-keunikan baru dalam memberikan apresiasi terhadap seni budaya dan terlebih pada musik jazz.