

Bassis Shadu Rasjidi dan perkusionis Iwan Wiradz mendapat pujian pengunjung gelaran tahunan Borneo Jazz Festival 2017 yang berlangsung di kota Miri, Sarawak pada 13-14 Mei 2017 kemarin.
Bermain bersama Idang Rasjidi Syndicate yang terdiri dari Idang Rasjidi (keyboard), Shaku Rasjidi (drums), Tyo Alibasjah (gitar), Azmi Hairuddin (alto sax), Ricad Hutapea (tenor sax) mewakili Indonesia dalam gelaran yang telah memasuki usia penyelenggaraan yang ke dua belas tahun ini.
Memainkan empat nomor instrumental bertajuk ‘Fish Market’, ‘Senegal’, ‘Miri Sunset’ dan ‘Red Code’ terlihat kental dalam nuansa Weather Report, Return to Forever, band yang kerap ditemui diberbagai festival jazz di Indonesia ini, bermain sangat ‘smooth’ dan rapih.

Jurnalis Wolfgang König yang ditemui penulis seusai pertunjukan langsung berteriak, “Wow, saya tidak pernah melihat ada yang memainkan bongo seperti Iwan Wiradz”. Lebih lanjut, penyiar radio dari Berlin, Jerman yang siarannya terdengar juga di Afrika Selatan berkomentar di laman Facebook miliknya, “The keyboarder Idang Rasjidi is one of the father figures of Indonesian jazz and – like Art Blakey, Miles Davis and Chucho Valdés – a constant discoverer of young talents. The Syndicate revives the classic fusion bands (Weather Report, Return To Forever, Headhunterts etc.) with a distinctive Indonesian vibe and sheer virtuosity. Especially the percussionist just blew me away, playing congas and mainly bongos but drawing on his native rhythms instead of the Afro-Cuban ones”.
Masing-masing pemain mendapat kesempatan solo dan dalam beberapa kesempatan terjadi dialog antar instrumen seperti antara lengkingan sax Ricad Hutapea dengan tabuhan drum Qadra Shaku Rasjidi.
***
Dalam kesempatan press conference, Idang Rasjidi menyampaikan bagaimana ia mengenal jazz lewat gelombang radio MW dan SW via Radio Australia. Dan perjalanannya mengenal dan mempelajari musik yang menurutnya sebagai ‘barometer kebebasan’ lewat pendengaran semata-mata, karena di era ia memulai bermain musik, tak ada sekolah.

Pemusik kampung yang berasal dari Pulau Bangka ini mengaku pernah dibayar dengan ayam dan durian, saat ini gembira karena inisiatif yang dilakukannya, menginspirasi anak-anak negeri mulai terlihat hasilnya. Dari berbagai pelosok seperti Pekalongan, Lampung misalnya kini kita bisa menemukan anak-anak muda yang memainkan musik jazz yang awalnya berkembang dari negeri paman sam ini.
Dalam kesempatan jam-sessions, usai gelaran Borneo Jazz Festival sabtu malam misalnya, Idang Rasjidi memberingan petuahnya pada sekelumpulan anak-anak muda yang juga performer di hari pertama gelaran festival, yaitu kelompok Flourescent Collective yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan berstatus pelajar di Berklee College of Music di Boston AS.
***
Gelaran Borneo Jazz Festival 2017 menghadirkan Delgres (Guadalupe/Perancis), Laila Biali (Kanada), Osaka Monaurail (Jepang), The Cape Jazz Band (Afrika Selatan), dan Michael Simons Asian Connection (Malaysia, Belanda, Taiwan), Fluoroscent Collective (US,India, Indonesia, Malaysia, Italia), CaboCuba Jazz (Belanda, Kuba) dan Idang Rasjidi Syndicate (Indonesia).
Panitia juga menyertakan dua band pembuka setiap harinya untuk mengawali gelaran dengan Youth Program yaitu Zuhaili Quartet (Kuching), Miri Orchestra and Choir Society, Riam Road Secondary School Bruins Marching Band serta Chung Hua Marching Band (Miri Sarawak, Malaysia).