Economics Jazz Live XXIII baru saja digelar Sabtu (18/10) malam lalu. Gelaran tahunan ini kembali bertempat di Grha Saba Pramana UGM dan menghadirkan artis-artis yang tenar di era 80-an. Patti Austin dan David Benoit menjadi bintang utama penyelenggaraan kali ini, selain juga menghadirkan musisi tanah air Idang Rasjidi, Margie Siegers, Iwan Wiradz, dan Yance Manusama.
Nostalgia seolah menjadi tema besar EJL pada setiap penyelenggaraannya. Bagaimana tidak? Idang Rasjidi dan Mus Mudjiono tampil satu panggung bersama Margie Segers, Iwan Wiradz, dan Yance Manusama membawakan hits lawas “Arti Kehidupan” dan “Semua Bisa Bilang”. Nama-nama tersebut boleh jadi masih asing di telinga para penggemar jazz masa kini, namun bagi sebagian besar hadirin yang memadati Grha Saba Pramana UGM, musisi-musisi tersebut merupakan idola masa muda mereka. Kolaborasi mereka di atas panggung EJL XXIII tentu menghadirkan suasana tersendiri dengan performa yang masih patut diperhitungkan. Margie Segers, vokalis wanita ini sudah berusia lebih dari 60 tahun ini seakan kian matang dalam bernyanyi. Begitu juga dengan Idang Rasjidi, pianis kawakan yang rajin berpentas di panggung-panggung jazz tanah air.
Meski demikian kehadiran saxofonis Richard Hutapea dan drumer Mahesa Santoso berhasil memberi warna tersendiri di antara penampilan para senior. Keduanya mampu mengimbangi ritme permainan dan hal ini menunjukkan bahwa regenerasi musisi jazz tidak hanya terjadi di workshop atau coaching clinic, namun juga di pentas-pentas jazz, dimana yang senior berbagi pengalaman dan ilmu langsung di atas panggung. Tak lupa ada Isyana Sarasvati yang unjuk kebolehan olah vokal dan bermain instrument. Warna vokal Isyana yang melengking dan penampilan enerjik memberi semangat audiens EJL XXIII.
Sebagai klimaks dari gelaran tersebut, pianis David Benoit membawakan komposisi smooth jazz terbaiknya seperti “Kei’s Song” dan “Blue Rondo a la Turk” ditemani saxofonis langganan EJL, Michael Paulo. Patti Austin, vokalis paling dinanti audiens, tampil membawakan hits yang populer di era 80an seperti “Baby Come To Me”, “Smoke Gets In Your Eyes” dan “Say You Love Me”. Kualitas vokal Patti patut diacungi jempol, begitupun dengan kepiawaian David Benoit dalam memainkan komposisi-komposisi di atas panggung kendati keduanya sudah berumur di atas 60 tahun.
Economics Jazz Live memang selalu menghadirkan artis-artis senior pada setiap penyelenggaraannya, tentu hal ini semakin menunjukkan bahwa EJL konsisten dalam membawa romantisme nostalgia para penontonnya. Apa yang dilakukan penyelenggara boleh dikata memberi ciri tersendiri dalam panggung jazz tanah air. Jika ada panggung jazz yang kental dengan nuansa etnik, fusion jazz ala anak muda, maka EJL kental dengan nostalgianya. Semoga gelaran selanjutnya mampu memberi nilai lebih, tidak hanya kepada penonton, juga apresiasi jazz di tanah air. (Ari Kurniawati/WartaJazz)