FestivalNews

Ngayogjazz 2017 : Apresiasi Jazz Dalam Semangat Perjuangan dan Toleransi

Gugun Blues Shelter di Ngayogjazz 2017

Jika ukuran kesuksesan sebuah perhelatan jazz adalah jumlah penonton, maka Ngayogjazz boleh jadi melampauinya. Namun bahwa tujuan diadakannya perhelatan ini adalah apresiasi jazz, mungkin baru Ngayogjazz yang sukses melakukan improvisasi dalam pelaksanaannya.

Gelaran ke-11 yang baru saja usai Sabtu (18/11) lalu tidak hanya menghadirkan berbagai musisi, namun juga memberikan pengalaman baru tentang sebuah pertunjukan jazz. Konsistensi punggawa Ngayogjazz – Djaduk Ferianto, Ajie Wartono, Hendy Setyawan, Hatta Kawa, Bambang Paningron, A Noor Arief, dan Novindra Diratara – untuk tetap menggelar pertunjukan di pedesaan tak perlu diragukan lagi, mengingat salah satu misinya yaitu mengembalikan jazz kepada akarnya, yaitu masyarakat. Hal ini tentu selain ingin mengubah image pertunjukan jazz yang eksklusif ke arah yang egaliter.

Apa yang menarik pada Ngayogjazz 2017 di Kledokan, Selomartani, Kalasan, Sleman kemarin? Semangat perjuangan dan toleransi yang dikumandangkan lewat “Wani Ngejazz Luhur Wekasane” terlihat dari penamaan lima panggung dengan “Doorstoot”, “Gerilya”, “Markas”, “Serbu”, dan “Merdeka”. Hal serupa juga tampak dari antusiasme seluruh elemen masyarakat yang tumpah ruah dalam gelaran kali ini. Tidak hanya menikmati musik, mereka juga ikut andil dalam misi berbagi buku tulis yang digagas oleh penyelenggara dan komunitas Jendela. Tak lupa interaksi masyarakat yang terjadi selama acara berlangsung. Hal ini menjadi bukti bahwa sebuah gelaran jazz tidak hanya melulu soal musik, namun bisa menjadi ruang apa saja bagi siapa saja yang datang.

Remi Panossian Trio , grup asal Perancis di Ngayogjazz 2017
Dira Sugandi bersama Sri Hanuraga Trio di Ngayogjazz 2017

Tidak seperti galaran sebelumnya yang kental dengan fusion etnik, kali ini Ngayogjazz terasa berbeda. Nuansa blues, yang merupakan akar musik jazz, kental mewarnai gelaran kali ini, sebut saja Gugun Blues Shelter, Brightsize Trio, dan Jogja Blues Forum. Sepertinya penyelenggara hendak mengingatkan kembali kepada masyarakat bahwa genre musik ini pula yang menjadi akar jazz.

Selain itu para musisi dari berbagai aliran berkumpul dan memberikan penampilan terbaik mereka di lima panggung bertema perjuangan. Setidaknya ada puluhan penampil yaitu Sri Hanuraga Trio  featuring Dira Sugandi, Bintang Indrianto-Gambang Suling dan Bianglala Voice, Remi Panossian Trio, Rubah di Selatan, Jeffrey Tahalele & Friends, Nonaria featuring Bonita, Tashoora, Endah n Rhesa, DD Kids, Magnifico Dan Passion Band, Tricotado, Hariono Project, Fussion Jazz Community, Jatiraga, Mantradisi, dan sejumlah penampil lainnya.

NonaRia feat. Bonita di Ngayogjazz 2017

Meski selalu diselenggarakan di pedesaan, jauh dari hingar bingar kota, Ngayogjazz senantiasa menghadirkan kehangatan tersendiri bagi siapa saja yang datang. Mungkin pertunjukan jazz tidak lagi menjadi kuasa mereka yang mengerti musik ini atau juga milik musisi. Jazz bisa dinikmati dan diapresiasi oleh siapa saja, dalam bentuk apa saja. Ada harapan tertentu agar Ngayogjazz terus menjadi pelopor dalam membawa jazz kepada masyarakat, tanpa batas dan tanpa jarak. (WartaJazz/Ari Kurniawati)

One Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker