Paronomasia, Kolaborasi Indra Perkasa dan Nesia Ardi di Edisi Penutup Alur Bunyi 2021

Seri konser eksperimental kontemporer Alur Bunyi 2021 akan ditutup dengan penampilan kolaborasi bertajuk “Paronomasia” oleh musisi Lie Indra Perkasa dan Nesia Ardi. Edisi kali ini akan diadakan dengan format konser secara hybrid, yang bisa disaksikan secara terbatas di GoetheHaus Jakarta dan melalui kanal YouTube GoetheInstitut Indonesien, Rabu 24 November 2021, pukul 19.00 WIB.
“Goethe-Institut Indonesien senang dapat kembali membuka GoetheHaus bagi publik untuk pertama kalinya sejak pandemi dengan menampilkan edisi terakhir konser Alur Bunyi 2021. Kami berharap kolaborasi antara Indra dan Nesia dalam edisi ini bisa menghibur penonton yang datang langsung ataupun menonton secara virtual,” ucap Koordinator Program Goethe-Institut Indonesien Elizabeth Soegiharto.
Paronomasia merupakan suatu bentuk kolaborasi Indra dan Nesia, di mana mereka berdua akan mengeksplorasi permainan frasa bunyi, memaknainya dari berbagai sudut pandang yang imajinatif, ke arah yang ringan dan masih akan berhubungan dengan realita kehidupan saat ini.
Kolaborasi ini menampilkan suatu pertunjukan di mana olah vokal Nesia berinteraksi dan melebur dengan rangkaian bunyi-bunyian dari set-up peralatan Indra menjadi suatu karya yang sangat menarik.
“Kolaborasi ini dinamakan Paronomasia karena terinspirasi dari Nesia yang setiap manggung suka melucu. Kami jadi berpikir untuk membawakan musik eksperimental tetapi dibawa ke arah yang menyenangkan, bukan yang terlalu serius,” kata Indra.
Selain dikenal sebagai musisi jazz, Indra juga memperdalam dunia musik elektronik menggunakan beragam alat-alat di mana dia melihat teknik komposisi dari sudut pandang yang berbeda. Kombinasi dari kedua disiplin musik tersebut membuat karyakaryanya selalu segar dan menantang telinga para pendengarnya.
Nesia, seorang musisi yang serba bisa, di mana pengalamannya dalam ekosistem musik jazz dan pop di Indonesia, sebagai penampil, pengajar maupun penggubah lagu, membuatnya sangat fleksibel dalam berinteraksi dengan segala situasi musikal.
Seri konser eksperimental kontemporer Alur Bunyi 2021 dikurasi oleh komposer jazz Azfansadra Karim (Adra Karim). Alur Bunyi tahun ini menyediakan panggung untuk musisi elektronik dan jazz. Seluruhnya ada lima edisi Alur Bunyi yang disiarkan mulai April lalu sampai November.
Sebelum ini, Nikita Dompas dan Randy MP tampil dalam edisi pertama Alur Bunyi 2021 pada bulan April. Alur Bunyi 2021 selanjutnya diikuti oleh penampilan Batavia Collective bulan Juni, Aryo Adhianto feat. Sandy Winarta Agustus lalu, serta Rani Jambak dan Noah Revevalin pada Oktober lalu.
Selanjutnya, Goethe-Institut Indonesien akan mempersembahkan program musik yang menampilkan kolaborasi komposer Dewa Alit, Sri Hanuraga, dan Mery Kasiman di Bali pada 19 Desember 2021.
***
Nesia Ardi
Nesia Ardi telah berkarir dalam musik selama lebih dari 1 dekade, telah banyak bekerja sama dan terlibat dalam banyak proyek dengan banyak musisi professional dan senior khususnya dalam Jazz. Mulai dari Nial Djuliarso, Benny dan Barry Likumahuwa, Indra Lesmana, Idang Rasjidi, Oele Pattiselano, EndahNRhesa, Vira Talisa, Mocca, Danilla Riyadi, Sri Hanuraga, Marcell Siahaan, Harvey Malaiholo, Iwan Fals dan lain lain.
Band yang dibentuk bersama dengan Nanin Wardhani, Rieke Astari dan Yasintha Pattiasina yaitu NonaRia membuahkan satu penghargaan dari AMI awards di tahun 2018, memenangkan kategori “Vokal Jazz Terbaik”. Nesia Ardi juga pernah berpartisipasi dan mendapatkan tempat sebagai semi finalis di International Master Jam Festival 2016, juga mendapatkan penghargaan dari Freedom Jazz Festival sebagai “Artist of the year
tahun 2016.
Pengalamannya sebagai vocal coach dan vocal director sudah selama lebih dari 8 tahun, beberapa proyek diantaranya Harvey Malaiholo dalam album Indonesian Song Book Shadow Puppets feat. Harvey Malaiholo, Marcell Siahaan dalam album “This Is Not Jazz”, Hezky Joe dalam single “100 miliar” dan “Melawan Takdir”.
Lie Indra Perkasa
Perjalanan Lie Indra Perkasa dalam bermusik dimulainya pada usia 12 tahun, ketika Indra masih duduk di bangku SMP dan bergabung dengan Mandarava Corps Marching Band sebagai peniup terompet bariton. Sejak itu, Indra tidak pernah meninggalkan dunia musik. Pada tahun 2001, ia menempuh studi di Institut Musik Daya (IMDI) dengan jurusan double bass dan lulus pada tahun 2006.
Indra yang menemukan akarnya di musik jazz, sejak tahun 2005 telah bergabung dengan Tomorrow People Bass Ensemble. Setahun setelah lulus dari IMDI, ia melanjutkan studi jurusan film scoring di UCLA Extension, Los Angeles, dan berkesempatan belajar dari komponis film ternama seperti Thom Sharp, Robert Drasnin, Richard Marvin, dan Craig Stuart Garfinkle. Indra juga bertindak sebagai pengaransemen dan pengarah musih di beragam proyek, seperti: “Aransemen Ulang Lagu Orisinil Dari Film Tiga Dara,” “My Little Pony – Rainbow Rocks” Musical, “One Fine Christmas with Monita Tahalea,” dan Jazz Buzz Salihara with Indra Perkasa & Gadgadasvara Ensemble.
Sebagai produser/pengaransemen, Indra adalah sosok di balik album dan lagu seperti “Dari Balik Jendela” oleh Monita Tahalea dan “Hiruplah Hidup” oleh Ananda Badudu.
Sebagai pencipta musik film, Indra pernah menggarap beberapa film, seperti Tabula Rasa (2014), Labuan Hati (2017), Banda the Dark Forgotten Trail (2017), Lima (2018), The Returning (2018), Semesta (2018), 6.9 Detik (2019), Mudik (2019), dan Bebas (2019).
Tentang Goethe-Institut
Goethe-Institut merupakan lembaga kebudayaan Republik Federal Jerman yang aktif di seluruh dunia. Kami mempromosikan pengajaran bahasa Jerman di luar negeri dan mendorong pertukaran budaya antarbangsa.
Kami juga menyampaikan gambaran menyeluruh mengenai Jerman melalui informasi tentang kehidupan politik, sosial dan budaya di Jerman. Beragam program budaya dan pendidikan kami menyokong dialog antarbudaya dan memfasilitasi partisipasi kultural. Berbagai program tersebut memperkukuh struktur-struktur masyarakat madani dan mendukung mobilitas global.
Alur Bunyi Paronomasia Lie Indra Perkasa dan Nesia Ardi dapat disaksikan di link berikut: