News

Semesta Bersama Tyagasvara di Single ke-2 ‘Potong Padi’

Kehidupan dibangun lewat banyak tanda semesta. Lewat gerimis yang menghimpun fragmen singkas masa silam, badai yang mengantar gigil, atau sengat yang membakar kulit. Pun pandemi. Tanda yang mengantar banyak peristiwa yang diinterpretasikan secara berbeda. Ia adalah peristiwa memilukan, tragedi yang jauh lebih menyesakkan dari sandiwara Yunani. Ia juga tamparan kecil, bahwa orang-orang mesti selaras dengan alam.

Tyagasvara berada di pusaran tanda-tanda itu. Bentuk lain dari Danny Eriawan itu membaca pandemi sebagai tanda ke-2. Bahwa manusia diajak kembali selaras ke alam setelah dekam ketakutan yang memberi jarak. Ia menaruh interpretasi itu lewat single ke-2 yang dirilis 22 Februari 2022 bersama video musik berjudul “Potong Padi”.

Tyagasvara memindahkan tanda-tanda itu ke bunyi bersama Jako Siena. Jaeko juga yang menggarap video musik di area persawahan Kulon Progo.

“2020 dan 2021 adalah tahun penuh tantangan. Tahun yang memaparkan banyak jalan, memilah lalu memilih perilaku. ‘Potong Padi’ disusun dari banyak energi positif, tanda bahwa tahun ini adalah kelahiran kedua. Artinya kita harus lebih bekerja keras untuk memulai kehidupan baru. Ditandai di sawah, tempat semua energi bertemu,” kata Tyagasvara.

Dalam pandangan masyarakat Jawa agraris, sawah adalah pusat galaksi. Sawah tempat bertemunya batin masyarakat Jawa dengan alam. Sawah juga memperlihatkan sepenggal cerita tentang masyarakat agraris yang bahu membahu menyunggi kehidupan dengan tidak mempedulikan gender. Dengan kata lain, aktivitas manusia bernilai sama di hadapan alam. Makna filosofis itu yang memengaruhi Tyagasvara mengeksplorasi bunyi dalam lagu berdurasi 4 menit lebih itu. Makna filosofis itu pula yang membawa Tyagasvara mengambil gambar video musik di tengah sawah.

“Saya kepikiran bagaimana kalau pengambilan gambarnya di sawah. Namun pertanyaannya kemudian adalah apakah bisa dibuat senatural mungkin? Artinya saya main di tengah para petani yang sedang beraktivitas. Ternyata semesta merestui, entah kenapa kami ingin jalan ke Kulon Progo dan di sana sawah sedang ramai. Kok mereka juga punya feeling hari itu bakal ada ‘tamu’. Setelah ngobrol banyak dengan petani, langsung take begitu saja,” sambungnya.

Meski berkaitan dengan filosofi kehidupan yang dibangun dari sawah, bukan berarti Tyagasvara memainkan musik sawah seperti halnya musisi senior lain macam Gilang Ramadhan. ‘Potong Padi’ bukan perkara genre.

Lagu itu adalah medium bicara mereka terhadap situasi hari ini usai mengelupasi tanda-tanda pasca perilisan ‘Anakumahija’ tahun lalu. Jako dengan bebunyian yang dihasilkan dari instrumen Cetik memberi harmoni laiknya hubungan manusia dan alam di sawah.

“Stimulus dari Tyagasvara membuat saya berimajinasi sekaligus bisa mengeluarkan ide maupun materi ritem lewat melodi dari instrumen cetik dan suling. Ternyata apa yang dimaksud dari komposer sesuai dengan yang diinginkannya. ‘Potong Padi’ menjadi sebuah karya yang dapat menyampaikan suasana atau pesan, baik dari orang yang mendengar maupun yang memainkan. Sekali lagi, pertemuan bunyi ini sangat cepat, seolah-olah semesta sangat mendukung,” sambung Jako.

Departemen Artwork digarap Christian D.Nugroho. Berupa gubahan desain pintu yang terbuka di tengah area sawah. Tanda bahwa sawah adalah ruang selanjutnya untuk kembali ke kehidupan komunal.

“Kebetulan aku juga ikut dalam pengambilan gambarnya. Waktu itu saya cuma asal tunjuk, ‘eh kayaknya di sana asyik’ eh kok ya kebetulan banget benar. Memang kami seperti direstui semesta menggarap karya ini,” tandas seniman grafis yang akrab disapa Kicos itu.

Agus Setiawan Basuni

Pernah meliput Montreux Jazz Festival, North Sea Jazz Festival, Vancouver Jazz Festival, Chicago Blues Festival, Mosaic Music Festival Singapura, Hua Hin Jazz Festival Thailand, dan banyak festival lain diberbagai belahan dunia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button

Adblock Detected

Please consider supporting us by disabling your ad blocker